Terkait Blokir Bandara, Marianus Sae dan Satpol PP Ngada Perlu Dikenakan Sanksi Hukum

Floresa.co – Kasus pemblokiran Bandara Turelelo Soa, Kabupaten Ngada hampir mencapai klimaks. Para pelaku, yakni 23 Anggota Satpol PP telah menjalani beberapa kali persidangan di Pengadilan Negeri Bajawa dan dijerat dengan pasal 421 ayat (2) UU No 1/2009 Tentang Penerbangan jo pasal 55 ayat (1) KUHP dengan tuntutan hukuman 2,8 tahun penjara dan denda 750 juta.

Pada Senin, 1 Juni yang akan datang, hakim akan memutuskan dakwaan tersebut.

Menanggapi dakwaan tersebut, Koalisi Masyarakat Ngada-Jakarta (Kommas Ngada-Jakarta) dan Formadda NTT menyambut baik sekaligus mengapreasiasi kinerja para penegak hukum, khususnya PPNS dan Kejaksaan Negeri Bajawa.

Namun, Kommas Ngada-Jakarta dan Formadda menilai tidak hanya Satpol PP yang dikenakan sanksi hukum, tetapi Marianus Sae sebagai aktor intelektual di balik pemblokiran bandara tersebut.

“Kami mengapreasisi para penegak hukum karena hampir 2 tahun publik telah menunggu penuntasan kasus ini. Kendati demikian, publik masih menunggu keseriusan hakim dalam memutuskan perkara ini” kata Ketua Kommas, Christo Roy Watu, di Jakarta, Jumat (29/05/2015).

Roy mengatakan bahwa para anggota Satpol PP adalah alat negara yang mempunyai tugas membantu kepala daerah untuk menciptakan rasa aman, tertib, dan  teratur, menegakkan  Perda dan Peraturan Kepala Daerah. Namun, tindakan memblokir bandara oleh Satpol PP Ngada, tandas Roy justru sebaliknya telah menciptakan rasa tidak aman, khususnya para penumpang Merpati dan anggota keluarganya dan bukan merupakan bagian tupoksinya.

“Oleh larena itu, Kommas Ngada-Jakarta meminta Hakim memutuskan perkara ini seadil-adilnya, tidak boleh ada deal-deal khusus dengan penguasa setempat. Kembali kami mengingatkan hakim bahwa perkara ini berada di bawah pengawasan KY. Hakim tidak boleh main-main dalam perkara ini”, tegas Roy Watu.

Sementara itu, Formadda NTT kembali mendesak PPNS Dirjen Perhubungan Udara Kemenhub dan Mabes Polri agar segera menyeret Bupati Ngada, Marianus Sae yang diduga sebagai aktor intelektual kasus ini.

Formadda, kata Hendrik, justru menilai para Anggota Satpol PP hanyalah korban dari arogansi atasannya, yakni Kasatpol PP, Hendrikus Wake bersama Bupati Ngada, Marianus Sae yang diduga sebagai aktor intelektualnya.

“Perkara pemblokiran bandara Turelelo sama sekali belum menyentuh aktor intelektualnya,” ujar Ketua Divisi Politik dan Hukum Formadda NTT, Hendrikus Hali Atagoran.

Padahal sebelumnya, sebagaimana diberitakan oleh banyak media, Marianus Sae telah mengakui di hadapan publik bahwa dirinyalah yang memerintahkan Satpol PP untuk memblokir bandara dan siap bertanggung jawab lantaran kesal dan marah dengan pelayanan Merpati.

Alih-alih bertanggung jawab, di hadapan sidang pengadilan, Marianus Sae justru menyangkal telah memberi perintah.

Oleh Karena itu, Formadda NTT, tegas Hali kembali mendesak PPNS Dirjen Perhubungan Udara dan Mabes Polri untuk segera menjerat Marianus Sae yang diduga sebagai aktor intelektual yang memerintahkan Kasat Pol PP untuk mengerahkan anggota Pol PP memblokir bandara.

“Dalam kasus ini, Bupati Marianus Sae tidak bisa cuci tangan. Kembali kami mendesak para penegak hukum agar proses hukum dilanjutkan, karena sebelumnya Marianus Sae telah ditetapkan oleh Polda NTT sebagai tersangka pada 30 Desember 2013 dan sampai saat ini masih status tersangka,” tandas Hendrik. (Yustin Patris/TIN/Floresa)

spot_img

Artikel Terkini