Tak Kunjung Dapat Upah, Kini Donatus Diping-pong Kontraktor, Pihak PLN dan Oknum Polres Manggarai

Borong, Floresa.co – Menjadi warga negara biasa, dengan hidup pas-pasan, seperti yang dialami Donatus Jamu, memang rentan menjadi korban ketidakadilan.

Kepala Tukang asal Kampung Sita, Kecamatan Rana Mese, Kabupaten Manggarai Timur (Matim)-Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT) itu kini harus menelan pil pahit akibat ketidakbecusan koordinasi sejumlah pihak dalam pengerjaan proyek milik PLN Rayon Ruteng, di mana hingga kini, ia belum bisa mendapat upah sepenuhnya.

Banyak langkah yang sudah ia tempuh untuk memperjuangkan haknya itu. Tapi, predikat sebagai orang kecil membuat ia diping-pong sejumlah pihak.

Kontraktor, pejabat di PLN Ruteng serta salah satu oknum di Polres Manggarai kini cuci tangan dan saling lempar tanggung jawab, tidak mau peduli dengan apa yang dialami Donatus

Donatus merupakan pimpinan para pekerja proyek fundasi Saluran Tegangan Tinggi (SUTT) pada titik 165 yang berlokasi di kampung Mareng, Desa Sita, Kecamatan Rana Mese. Pengerjaan proyek itu selesai pada akhir Januari tahun ini.

Sesuai kesepakatan dengan PT Twink, Donatus akan diberi upah Rp 750.000/meter kubik. Menurut perhitungannya, secara keseluruhan jumlah upah yang mesti ia dapat Rp. 4.750.000. Dari jumlah tersebut ,yang baru diterima olehnya sebesar Rp 1.750.000. Yang belum dibayar Rp. 3.000.000.

Kini, Donatus kecewa dengan ulah PT Twink. Padahal menurut Donatus, Pihak PT Twink pernah berjanji bahwa persoalan upahnya akan diselesaikan secepatnya.

Selain itu, ia juga merasa kesal dengan Kepala PLN Ruteng, Frederikus Suhartono yang perna berjanji akan memediasi persoalan ini.

“Pak Fredrikus Suhartono bulan Februai lalu pernah berjanji akan memanggil PT Twink untuk menyelesaikan persoalan ini. Tapi, sampai sekarang janji Kepala PLN Ruteng tersebut belum juga dipenuhi,” kata Donatus kepada Floresa.co akhir pekan lalu.

“Saya berharap agar PLN Ruteng segera menyelesaikan persoalan yang berlarut-larut ini,” lanjutnya.

PT Twink Lempar Tanggung Jawab

Sementara itu, saat dikonfirmasi Floresa.co, Toto, perwakilan PT Twink membantah jika upah pekerja proyek fundasi Saluran Tegangan Tinggi (SUTT) pada titik 165 itu belum dibayar.

Menurutnya, PT Twink sudah membayar upah pekerja melalui Subkontraktor yang bernama Arifin yang berposko di Kampung Paka, Desa Sita.

“Kami tidak kenal Bapak Donatus Juma. Yang kami kenal hanya subkon kami, yakni Bapak Arifin. Jangan berurusan dengan kami. Silahkan berurusan dengan orang yang mempekerjakan Bapak (Donatus) waktu itu,” kata Toto saat ditemui Floresa.co di kantornya, Minggu (17/5/2015) malam.

Ia menjelaskan, ada mekanisme dalam pembayaran upah pekerja dalam proyek APBN, yang tidak sama dengan proyek lainnya.

Ia mengklaim, PT Twink sudah membayar seluruh uang tenaga kerja untuk pengerjaan tersebut kepada subkontraktor.

“Bapak Donatus tidak berurusan dengan kami karena kontraknya tidak dengan kami. Kami hanya kontrak dengan subkon, bukan dengan Bapak Donatus. Silakan Bapak Donatus mencari sendiri subkonnya,” kata Toto berulang-ulang.

Oknum Polisi Ikut Bermain

Saat berbincang-bincang dengan Floresa.co, Toto sempat menjelaskan bahwa Arifin, subkontraktor proyek tersebut menyerahkan pengerjaan proyek kepada anggota Polres Manggarai atas nama Leo Marpaung, yang menjabat Kepala Unit Tindak Pidana Ringan (Tipiter).

Oknum polisi perpangkat Brigpol tersebut kemudian mempercayai Linus, warga asal Kecamatan Satar Mese, Kabupaten Manggarai untuk mencari pekerja.

Pada bulan November 2014 lalu, Linus menawarkan pekerjaan kepada Donatus Juma dengan tawaran Rp 750.000/meter kubik, sekaligus dengan pengangkutan secara keseluruhan material dan galian fundasi.

Informasi yang dihimpun Floresa.co, Donatus kemudian menyepakati tawaran itu. Ia lalu mengajak empat orang anak buahnya.

Karena Donatus membutukan uang untuk membeli beras, ia pun meminta kepada Linus agar menyerahkan uang panjar.

Linus pun melapor hal tersebut kepada Leo Marpaung, yang kemudian mengirim uang Rp 1.000.000 untuk panjar.

Ketika pengerjaan proyek sedang berjalan, Donatus ingin meminta tambahan dana, demi membayar upah buruh yang bekerja bersamanya.

Namun, permintaan itu tidak direspon baik.

“Pengerjaan sudah hampir 100 %, saya minta uang untuk membayar buruh saya, tapi Pak Leo tidak beri upah. Menurut Pak Leo, selesai pekerjaan dulu baru dibayar semuanya,” kata Donatus.

Karena tidak menuruti kemauannya, akhirnya Donatus tidak mau melanjutkan pekerjaan tersebut.

Ia beralasan, rekan kerjanya membutuhkan uang untuk belanja Natal karena waktu itu tinggal beberapa hari lagi perayaan Natal.

“Terpaksa saya mengunakan uang pribadi untuk membayar buruh saya,” katanya.

Ancam Pakai Pistol

Donatus menjelaskan, Leo Marpaung pernah membanting Pistol dihadapan dirinya dan putranya, saat Februari lalu mereka bertemu di sebuah warung di Ruteng.

“Leo Marpaung ketemu saya di warung dekat lampu merah Wae Ces. Saya minta uang, dia malah mengancam. Dia bilang, ‘Saya akan tembak’, sambil banting pistol di atas meja,” ujar Donatus, menirukan ucapan oknum polisi itu.

Meski diancam demikian, namun Donatus mengaku tidak gentar dan berjanji akan tetap akan memperjuangkan haknya.

Sementara itu, saat dikonfirmasi Floresa.co, Leo Marpaung menjelaskan, dirinya sudah membayar secara keseluruhan upah untuk Donatus melalui anak buahnya Linus.

Ia berdalih, Linus sudah melarikan diri serta membawa sejumlah uang miliknya.

“Saya merasa rugi dengan pengerjaan tersebut. Utang linus di catatan saya sangat banyak. Saya sudah titip uang untuk Bapak Donatus melalui Linus itu,” katanya.

Ia menambahkan, “Silakan melapor ke kantor polisi kalau belum puas.”

Terkait keterlibatan anggota Polres Manggarai dalam pengerjaan proyek, Kapolres Manggarai AKBP M Ischaq Said yang ditemui saat mendampingi Wakil Ketua Komisi III DPR RI Benny K Harman di STKIP Ruteng Maret Lalu mengatakan kepada Floresa.co, dirinya tidak mengetahui hal tersebut.

Ia mengatakan akan menanyakan langsung kepada polisi tersebut.

“Saya tanyakan dulu kepada anggota yang bersangkutan,” pinta Ischaq.

Sebagaimana ketentuan sejumlah peraturan dan perundang-undangan, termasuk Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Polri, ada batasan-batasan tertentu terkait aktivitas anggota Polri, termasuk terkait kegiatan bisnis.

Pasal 5 huruf d PP itu mosalnya menegaskan, “anggota Polri dilarang bekerjasama dengan orang lain di dalam atau di luar lingkungan kerja dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain yang secara langsung atau tidak langsung merugikan kepentingan negara.”

PP itu juga mengatur bahwa anggota Polri dilarang bertindak selaku perantara atau calo bagi pengusaha atau golongan untuk mendapatkan pekerjaan atau pesanan di lingkungan kerja Polri dan dilarang memiliki saham/modal dalam perusahaan yang kegiatan usahanya berada dalam ruang lingkup kekuasaannya. (Satria/ARL/Floresa)

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini.

spot_img
spot_img

Artikel Terkini