Formappi Desak DPRD Matim Panggil Kadis PPO

Floresa.co – Lucius Karus, peneliti senior Forum Masyarakat Pemantau Parlemen Indonesia (Formappi) meminta lembaga DRRD Manggarai Timur (Matim) segera memanggil pejabat di Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Dinas PPO) terkait surat edaran pengumpulan dana untuk Provinsi Flores.

Ia menegaskan, merupakan tugas DPRD untuk mempertanyakan kebijakan dinas yang mengeluarkan perintah pengumpulan dana ini.

“DPRD melalui fungsi kontrolnya bisa menggunakan hak-hak konstitusional mereka untuk menyelidiki dugaan penyimpangan kebijakan Pemda Matim terkait pengumpulan dana ini,” katanya kepada Floresa.co, Jumat (9/5/2015).

“Jika DPRD tak bergerak, mereka hampir pasti telah berkomplot dengan Pemda yang mengeluarkan perintah pengumpulan dana ini,” tegas Lucius.

Sebagai dilaporkan sebelumnya, Dinas PPO Matim menerbitkan surat edaran yang memerintahkan pegawai di dinas tersebut untuk mengumpulkan uang dalam rangka pembentukan Provinsi Flores.

Dalam surat itu yang salinannya didapat Floresa.co, Minggu (3/5/2015), ditetapkan bahwa PNS wajib menyumbang Rp 100.000, – dan non PNS Rp 50.000,-

Dana tersebut diharuskan dikumpul paling lambat pada Selasa, 5 Mei mendatang.

Pada surat tersebut yang dikeluarkan pada 20 April lalu dan ditandatangani oleh Sekertaris Dinas PPO, Yosef Durahi dijelaskan bahwa, pengumpulan dana ini merupakan kesepakatan rapat di tingkat pimpinan SKPD lingkup Pemda Matim pada 9 Maret lalu.

Lucius menyebut, perintah pengumpulan uang tersebut tidak memiliki dasar hukum. Karena itu, ia menyebut, “ada penyimpangan serius yang menjurus ke praktik korupsi.”

“Korupsi tidak hanya terkait dengan perampasan uang negara atau daerah oleh seseorang atau sekelompok orang demi memperkaya diri atau kelompok. Korupsi juga bisa dikaitkan dengan kebijakan pemerintah yang merugikan pihak lain sekaligus memberikan keuntungan bagi seseorang atau sekelompok orang,” katanya .

Ia menjelaskan, pengumpulan dana dari pegawai yang dilakukan tanpa aturan yang jelas bakal rawan dengan penyimpangan.

“Bagaimana mekanisme pertanggungjawaban dana-dana yang terkumpul. Dengan dana APBD saja, para pejabat selalu saja berusaha menemukan celah untuk menggarong uang rakyat, apalagi dengan dana hasil pengumpulan yang tak perlu dipertanggungjawabkan secara resmi,” tegasnya.

Ia menambahkan, “motivasi pengumpulan dana ini hampir pasti adalah nafsu serakah elit lokal yang ingin tercatat dalam sejarah pembentukan Provinsi Flores.”

Mimpi di Siang Bolong

Meski banyak pihak yakin, Provinsi Flores bakal terbentuk, namun, tampaknya itu masih sekedar mimpi di siang bolong.

Floresa,co dalam salah satu artikel “Sorotan” bertajuk “Provinsi Flores: Ketika Para Elit Bertarung Melawan Kemustahilan”, pernah mengingatkan, pembentukan provinsi itu mustahil terwujud, apalagi dalam waktu dekat, yaitu tahun 2016 sebagaimana yang menjadi bahan propaganda para pengungsung Provinsi Flores.

Hal ini mengingat pemekaran Provinsi NTT tidak terdapat dalam Desain Besar Penataan Daerah (Desertada) sampai 2025, yang menjadi rujukan pemerintah melakukan pemekaran daerah baru.

Sebagaimana pernah disampaikan oleh pengamat Otonomi Daerah yang sekaligus Direktur Eksekutif Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng, di mana kata dia, pemekaran NTT  sangat mustahil, minimal untuk lima sampai sepuluh tahun ke depan.

Menurutnya, pemerintah pusat sedang berupaya mengerem laju pembentukkan DOB yang selama ini dinilai tidak berdampak positif terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Dia mengatakan, Kemendagri sudah membuat Desertada periode 2010 sampai 2025.

Dalam Desertada itu, Indonesia akan memiliki 44 provinsi dan 541 kabupaten atau kota hingga tahun 2025, meningkat dari keadaan saat ini, di mana hanya terdapat 34 provinsi dan 508 kabupaten atau kota.

Dan, NTT tidak termasuk dalam 44 provinsi yang dicanangkan itu.

Selain itu, Undang-Undang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah “mengerem” gelombang pembentukan daerah otonomi baru.

Sekali lagi menurut Endi Jaweng, semangat tersembunyi dengan pemberlakukan UU ini sebenarnya mengendalikan laju DOB  yang berdasarkan evaluasi pemerintah tidak terlalu berdampak positif untuk kesejahteraan rakyat. (Ari D/ARL/Floresa)

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini.

spot_img
spot_img

Artikel Terkini