Di Matim, PNS/Non PNS Diperintahkan Kumpul Dana untuk Provinsi Flores

Floresa.co – Sebuah surat resmi dari pimpinan Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (PPO) di Manggarai Timur (Matim)-Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT) memerintahkan agar semua pegawai di dinas itu mengumpul dana sumbangan untuk pembentukan Provinsi Flores.

Dalam surat itu yang salinannya didapat Floresa.co, Minggu (3/5/2015), ditetapkan bahwa PNS wajib menyumbang Rp 100.000, – dan non PNS Rp 50.000,-

Dana tersebut diharuskan dikumpul paling lambat pada Selasa, 5 Mei mendatang.

Pada surat tersebut yang dikeluarkan pada 20 April lalu dan ditandatangani oleh Sekertaris Dinas PPO, Yosef Durahi dijelaskan bahwa, pengumpulan dana ini merupakan kesepakatan rapat di tingkat pimpinan SKPD lingkup Pemda Matim pada 9 Maret lalu.

Floresa.co belum mendapat informasi terkait perintah serupa di dinas lain. Namun, menyimak penjelasan bahwa hal itu merupakan hasil kesepakatan pimpinan SKPD, perintah itu tampaknya ditujukan kepada semua pegawai di kabupaten yang dipimpin Bupati Yoseph Tote itu.

Perintah pengumpulan dana ini merupakan realisasi dari pernyataan Wakil Bupati Matim, Andreas Agas yang pernah dilansir Floresa.co, Selasa, 24 Maret lalu. (Baca: Pemda Matim Berambisi Jadikan Borong Ibukota Provinsi)

Kala itu, Agas menjelaskan, pengumpulan dana ini merupakan bagian dari upaya Pemkab Matim menjadikan Borong sebagai ibukota Provinsi Flores.

Selain pengimpulan dana, ia juga menegaskan saat itu, mereka sudah menyediakan lahan100 hektare di pesisir selatan Kecamatan Kota Komba untuk dijadikan lokasi pusat pemeritahan provinsi baru itu.

“Tanah sudah disediakan untuk perkantoran kelak, jikalau Matim terpilih menjadi ibukota Propinsi Flores,” kata Agas, tanpa menjelaskan lebih lanjut soal lokasi persis dan status tanah itu.

Sementara terkait pengumpulan dana, ia mengatakan saat itu, “Ada 4000 pegawai saya, jikalau mereka kumpul Rp 100.000,- per orang maka semuanya Rp 400 juta.”

Uang tersebut, kata Agas, akan digunakan untuk membiayai tim independen yang akan bekerja untuk memantau kelayakan Matim sebagai pusat Provinsi Flores.

Berdasarkan usaha-usaha tersebut, Agas berkeyakinan, Matim akan diterima sebagai pusat pemerintahan provinsi pecahan Nusa Tenggara Timur (NTT) ini.

Menurut dia, Matim sudah selangkah lebih maju dibandingkan kabupaten lain yang daerahnya juga masuk dalam usulan sebagai pusat pemerintahan Provinsi Flores.

“Kita juga tidak membebani APBD untuk membiayai tim independen. Saya yakin Matim tepilih menjadi Ibukota provinsi,” ujar Agas berulang-ulang di hadapan wartawan.

Pertemuan para penggagas Provinsi Flores di Mbay, Kabupaten Nagekeo pada 20 Maret 2015 lalu menyepakati beberapa ibukota kabupaten sebagai calon pusat pemerintahah Provinsi Kepulauan Flores.

Selain Borong, daerah lain yang masuk nominasi adalah Mbay, Ende, Maumere, dan Labuan Bajo.

Mimpi di Siang Bolong

Meski banyak pihak yakin, Provinsi Flores bakal terbentuk, namun, tampaknya itu masih sekedar mimpi di siang bolong.

Floresa,co dalam salah satu artikel “Sorotan” bertajuk “Provinsi Flores: Ketika Para Elit Bertarung Melawan Kemustahilan”, pernah mengingatkan, pembentukan provinsi itu mustahil terwujud, apalagi dalam waktu dekat, yaitu tahun 2016 sebagaimana yang menjadi bahan propaganda para pengungsung Provinsi Flores.

Hal ini mengingat pemekaran Provinsi NTT tidak terdapat dalam Desain Besar Penataan Daerah (Desertada) sampai 2025, yang menjadi rujukan pemerintah melakukan pemekaran daerah baru.

Sebagaimana pernah disampaikan oleh pengamat Otonomi Daerah yang sekaligus Direktur Eksekutif Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng, di mana kata dia, pemekaran NTT  sangat mustahil, minimal untuk lima sampai sepuluh tahun ke depan.

Menurutnya, pemerintah pusat sedang berupaya mengerem laju pembentukkan DOB yang selama ini dinilai tidak berdampak positif terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Dia mengatakan, Kemendagri sudah membuat Desertada periode 2010 sampai 2025.

Dalam Desertada itu, Indonesia akan memiliki 44 provinsi dan 541 kabupaten atau kota hingga tahun 2025, meningkat dari keadaan saat ini, di mana hanya terdapat 34 provinsi dan 508 kabupaten atau kota.

Dan, NTT tidak termasuk dalam 44 provinsi yang dicanangkan itu.

Selain itu, Undang-Undang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah “mengerem” gelombang pembentukan daerah otonomi baru.

Sekali lagi menurut Endi Jaweng, semangat tersembunyi dengan pemberlakukan UU ini sebenarnya mengendalikan laju DOB  yang berdasarkan evaluasi pemerintah tidak terlalu berdampak positif untuk kesejahteraan rakyat. (Ari D/ARL/Floresa)

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini.

spot_img
spot_img

Artikel Terkini