Anggota Suku Motu : Penyerahan Tanah untuk Bandara di Matim Belum Sah

Borong, Floresa.co – Sejumlah sub-klan suku Motu di Kecamatan Kota Komba Manggarai Timur masih mempersoalakan penyerahan tanah untuk pembangunan bandar udara (badara) di Tanjung Bendera.

Pemerintah Kabupaten Manggarai Timur sebelumnya menyatakan bahwa tujuh sub-klan suku Motu sudah menyerahakan 100 hektare tanah untuk pembangunan bandara pertama di Manggarai Timur itu.

Pemerintah berpegangan pada pertemuan pada 23 April 2014 lalu di kantor camat Kecamatan Kota Komba di Wae Lengga. Dalam pertemuan tersebut, menurut Kepala Dinas Perhubungan Manggarai Timur Yulius Diman tujuh sub-klan suku Motu sudah menandatangani berita acara penyerahan tanah secara cuma-cuma untuk kepentingan pembangunan bandara.

Namun, Ketua Paguyuban Motu Tujuh Bersaudara Irenius Lagung mengatakan pertemuan tersebut secara formal tidak mengundang  beberapa sub-klan Motu, seperti sub klan Motu Kaju di Leke, Motu Poso di Watunggong dan Leke, Motu Kaju di Wolomboro, Motu Pumbu di Leke, dan Motu Donggo di Sere. Dua sub-klan terakhir ini hanya menghadirkan utusan dari salah satu kerabat (panga).

Menurut Irenius pertemuan tersebut juga terkesan sudah di-setting (diatur) sedemikian rupa, sarat intimidasi dan konspiratif sehingga utusan yang ditugaskan sebagai pemantau pertemuan dari sub-klan Motu Kaju Leke, Motu Poso Watunggong dan Leke, dan Motu Kaju Wolomboro nyaris tak bisa mengemukakan gagasan secara bebas dan nyaman.

“Hemat kami, kesepakatan apapun dalam pertemuan itu terlalu dini untuk dikukuhkan dalam surat penyerahan tanah,”ujarnya dalam siaran pers yang diterima Floresa.co, Jumat (1/5/2015).

Alasannya, kata Irenius adalah pertama belum ada satu pun pertemuan internal ketujuh sub-klan Motu sebelum pertemuan penyerahan tanah di kantor camat Kota Komba dilaksanakan.

Kedua, peserta pertemuan dari tujuh sub-klan belum representatif karena fasilitator tidak mengundang semua sub-klan Motu dan Tuan Tanah Bangga Tanda, yang memahami semua batas-batas tanah antar suku di wilayah ulayatnya.

 Ketiga, para tetua adat yang mendapat legitimasi secara adat sebagai kepala suku dari setiap sub-klan Motu hampir tidak ada yang hadir.

 Keempat, penyerahan itu dilakukan oleh anak-anak muda dari beberapa sub klan Motu yang belum memiliki legitimasi secara adat sebagai decicion maker utama dalam setiap sub-klan.

 Kelima,  Pemerintah terkesan secara sengaja mengangkangi prosedur adat serta masuk/aspirasi dari beberapa sub-klan Motu yang sudah disampaikan sejak sosialisasi survei awal bandara tahun 2011 di Borong.

Keenam, baik langsung atau tidak langsung Pemda diduga sudah berupaya mengadu domba antar-sub klan Motu demi melanggengkan stigma perpecahan ketujuh sub-klan Motu yang sudah berlangsung berabad-abad. Padahal kerinduan untuk merajut kebersamaan di kalangan Motu adalah sebuah panggilan bagi siapa saja yang dilahirkan dari keluarga Motu.

“Karena itu, penyerahan ter tanggal 23 April 2015 batal demi hukum. Pemerintah mesti melakukan pendekatan ulang dan memberi waktu bagi ketujuh sub-klan Motu untuk membicarakan prihal tanah bandara secara internal,”ujar Irenius dalam siaran persnya.

Sebelumnya, Kepala Dinas Perhubungan Manggarai Timur Yulius Diman kepada Floesa.co mengatakan tujuh sub-klan suku Motu sudah menyerahakan tanah ulayat mereka untuk pembangunan bandara.

Diman mengatakan penyerahan tersebut dilakukan tanpa paksaan dan semua proses sudah dilakukan dengan transparan. Namun, dia menghargai bila masih ada pihak yang belum sepakat dengan penyerahan tanah tersbut.

“Saya berpikir itu hak mereka untuk ngomong seperti itu. Saya tidak suka omong pemerintah labrak saja, itu omong kosong,”ujarnya. (Petrus D/PTD/Floresa).

 

 

 

 

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini.

spot_img
spot_img

Artikel Terkini