Maria Mitak: Komunikasi dengan Pengalaman dan Keluarga

Kolom ini, disediakan khusus oleh Floresa.co untuk tempat berbagi pengalaman, cerita-cerita bagi anak muda, putera-puteri asal NTT . Isinya tak seserius – kalau boleh dikatakan demikian – dengan tulisan-tulisan lain yang dipublikasi Floresa.co. Di sini, kami membagi tulisan-tulisan santai, yang ringan untuk dicerna. Jika Anda tertarik menulis di sini, silahkan kirim artikel ke [email protected]   


Setelah tamat SMA, pergulatan biasanya tidak ringan. Menentukan masa depan bukanlah pekerjaan mudah. Konsultasi dengan orang-orang terdekat seperti keluarga dan teman-teman sangat perlu.

Maria Mitak (20), mahasiswi asal Karot, Ruteng yang kini kuliah di Universitas Pendidikan Nasional (Undiknas) Denpasar, Bali  juga mengalami hal yang sama.

Ia sempat bergulat saat memilih jurusan, di mana ia sendiri cenderung jatuh cinta pada jurusan hukum, namun orangtuanya lebih memilik akuntansi.

Meski kemudian, ia mengikuti pilihan orantua, namun, anak Sekda Kabupaten Manggarai, Mansetus Mitak ini, tak berkecil hati. Ia berusaha menggali hal positif dari pengalaman pergulatan itu.

Lantas, ia pun melangkah ke bangku kuliah dengan mantap. Pengalaman berorganisasi, serta pertemuan dengan sejumlah sahabatnya yang hebat saat ia menjadi duta anak mewakili Provinsi NTT membuatnya memiliki bekal yang cukup untuk menata hidup di bangku kuliah.

Berikut curahan hati gadis cantik yang kerap disapa Ria ini:

“Amin” hanyalah satu kata tapi punya beribu makna.

Tepatnya bulan mei 2012 saya menyelesaikan pendidikan di jenjang SMA. Seperti halnya kebanyakan anak yang mulai memikirkan ke mana langkah selanjutnya, saya pun demikian. Berbagai pertanyaan muncul di benak, salah satunya adalah “Apa yang harus saya lakukan setelah ini?”

Kemudian pertimbangan itu membawa pertentangan. Ada perbedaan pendapat dengan orangtua. Saya ingin belajar hukum. Saat itu, orang tua menginginkan saya mengambil jurusan akuntansi. Hal itu menguras pikiran. Tetapi saya berusaha  kelihatan tegar di depan orang tua.

Akan tetapi, apa mau dikata, meski saya pandai menyimpan sesuatu, alhasil orang tua pada akhirnya mengetahui juga.

Kami kemudian berdiskusi.  Pada saat itu, saya teringat pesan Bupati Manggarai, Christian Rotok pada saat persiapan mengikuti kegiatan Kongres Anak Nasional XX di Bandung, Jawa Barat.

Saat itu saya masih SMA kelas 2 dan terpilih sebagai Duta Anak NTT 2011, karenanya mewakili provinsi NTT.

Dia mengatakan, “seorang anak hanyalah anak dan dia belum pernah menjadi orangtua, sedangkan orangtua sudah pernah melewati masa menjadi anak dan lebih tahu segala sesuatu dari anak.”

Dengan begitu, saya sadar, jangan-jangan pertimbangan orang tua saya itu benar. Sebagai seorang anak, saya tentu saja selalu menghargai keputusan orangtua.

Lantas  kata “amin” saya ucapkan ketika kami sekeluarga melaksanakan upacara adat Manggarai (wu’at wa’i) yang biasa dilakukan ketika seorang anak hendak pergi merantau untuk melanjutkan pendidikan.

Persoalan selanjutnya, memang merantau bukanlah hal baru bagi saya,  tetapi kali ini dengan tujuan yang berbeda. Gelar “maha” di depan kata siswi bukanlah hal mudah untuk dijalankan. Berbagai pengalaman telah diceritakan mereka yang telah berhasil membawa gelar baru dari tanah rantau.

Pertama-tama, ada keraguan saat orang menasehati,  “Saat kuliah adalah saat kau jalani menjadi diri sendiri dan menentukan semuanya sendiri,”

Saya sadar bahwa mesti ada pengorbanan untuk suatu pencapaian.  Kali ini saya harus rela tinggal jauh untuk kesekian kalinya dari keluarga tersayang.

Di sini, kata “Amin” yang saya ucapkan diuji. Artinya, berjanji saja tidak akan cukup tanpa perbuatan (tindakan) yang nyata.

Pergulatan saya adalah bagaimana saya harus memutuskan untuk  mendahulukan yang lebih penting  serta merealisasikan kata “Amin”yang telah menjadi awal dalam perjuangan menjadi seorang sarjana.1383865_679124718778863_127204540_n

Untunglah penyesuaian awal selama kuliah, saya terbantu dengan pengalaman aktif di organisasi semasa SMA. Pengalaman mengikuti kongres memberikan pelajaran penting dalam hidup saya.

Pada kongres itu, saya dan teman-teman dari NTT bertemu dengan seluruh anak dari Sabang sampai Merauke yang mewakili provinsinya. Saya mengenal dan belajar budaya dari masing-masing daerah.

Saling bertukar pikiran tentang daerah masing-masing. Dan bahkan berjanji, kalau mungkin saya dapat mengunjungi mereka di daerahnya.

Satu hal yang saya pelajari selama hidup dalam lingkungan orang-orang yang berbeda saat itu, yakni bagaimana menghargai orang lain.

Pengalaman itu amat berharga pada masa awal kuliah. Menghargai dimulai dalam pergaulan  dalam kehidupan sehari-hari, bagaimana berkenalan dengan teman-teman di kos dan di kampus.

Tentu, semua juga punya kendalanya masing-masing ketika kita harus menyesuaikan diri dengan lingkungan di sekitar. Namun dalam bentuk apapun kita harus mampu menghargai dan berusaha menempatkan diri dengan baik. Dan, pengalaman selama kongres sangat membantu bagaimana saya harus bersikap berhadapan dengan orang lain.

Juga proses adaptasi bukanlah hal yang gampang pada awal masa kuliah. Tidaklah mudah untuk tinggal jauh dari orangtua.

Bagaimana tidak, dari yang biasanya segala sesuatu diatur dan diurus oleh orang tua, sekarang diatur oleh diri sendiri. Kadan saya menangis. Tetapi semua itu akan menjadikan kita lebih dewasa.

Saya sangat beruntung mendapatkan keluarga yang senantiasa memberikan semangat walaupun sebatas via telpon. Tak akan pernah terlewatkan seharipun tanpa komunikasi bersama orang di rumah.

Saya tidak menyangka karena besarnya perhatian dari keluarga, membuat saya tetap merasa berada di rumah dan selalu bersemangat.

Ini juga mengajarkan banyak hal bagi saya, yaitu keluarga adalah hal yang utama dan komunikasi merupakan hal penting ketika jauh. Karena komunikasi akan banyak membawa dampak positif bagi semua.

Bagi saya, komunikasi memberikan energi positif untuk selalu semangat berjuang di tanah rantau dan bagi orangtua mampu menjawab secara perlahan kekhawatiran mereka akan anaknya.

Sekarang, saya sangat menikmati pilihan kuliah yang ditawarkan orang tuasaya. Dukungan mereka selalu memberikan energi positif saat saya tinggal jauh dan mengembangkan tanggung jawab.

spot_img

Artikel Terkini