Erin Tamatur: Mungkin Saya Wanita Flores Pertama yang Jadi Satpam di Jakarta

Kolom ini, disediakan khusus oleh Floresa.co untuk tempat berbagi pengalaman, cerita-cerita bagi anak muda, putera-puteri asal NTT . Isinya tak seserius – kalau boleh dikatakan demikian – dengan tulisan-tulisan lain yang dipublikasi Floresa.co. Di sini, kami membagi tulisan-tulisan santai, yang ringan untuk dicerna. Jika Anda tertarik menulis di sini, silahkan kirim artikel ke [email protected].

 

Oktaviani Erin Tamatur
Oktaviani Erin Tamatur

Pernahkah Anda membayangkan seorang perempuan, asal Flores, masih muda, berparas cantik, lalu berani menjadi satpam atau security di Jakarta?

Agaknya mustahil, bukan? Tapi, ini bukan rekaan, ini bukan fiksi. Oktaviani Erin Tamatur yang biasa disapa Erin, seorang perempuan asal Labuan Bajo, Manggarai Barat justeru berani menjalani profesi itu.

Menjadi satpam, memang pekerjaan mulia, sama seperti jenis profesi lainnya. Namun, biasanya, di Jakarta, mayoritas satpam adalah laki-laki. Dan, dari Flores, mungkin Erin-lah satu-satunya perempuan yang pernah jadi security.

Pilihannya menjalani profesi itu, adalah bagian dari perjuangannya untuk bisa menikmati hidup yang lebih baik: bisa kuliah, bisa membiayai diri sendiri, pasca kepergian orang yang menjadi sandaran bagi keluarganya: sang ayah.

Ia datang ke Jakarta dengan bekal ijazah SMU. Dan, gadis kelahiran Kupang, 24 Oktober 1993 ini dengan mantap mengambil langkah menekuni apapun pekerjaan yang bisa segera ia peroleh, setelah menginjakkan kaki di Jakarta, kota yang memang selalu tidak ramah bagi mereka yang malas, lalu tak punya tekad untuk berjuang, di tengah kerasnya persaingan.

Semua perjuangan pasti ada berkahnya. Itu pulalah yang terjadi pada Erin. Kini, ia memiliki pekerjaan baru, yang membuatnya bisa membiayai sendiri kuliah.

Simak cerita Erin berikut ini:

 

Saya ingin kalian membaca cerita saya ini. Cerita ini bukan roman picisan. Ini adalah realita kehidupan yang saya jalani di tanah rantau, Jakarta.

Berawal dari Mimpi

Apa yang anda pikirkan tentang mimpi? Setiap orang pasti memiliki mimpi yang indah. Begitu pun saya. Dulu, saya mempunyai mimpi yang luar biasa. Namun, mimpi saya hilang bak ditelan bumi bersamaan dengan kepergian seorang yang sangat berarti dalam hidup saya yaitu ayah. Ayah saya pergi di saat saya masih kelas 3 SMP.

Sejak saat itu, saya tidak pernah merasakan kehangatan pelukan. Tidak pernah mendengar kalimat-kalimat manjaan, dan tidak pernah lagi ada kecupan kening sebelum berangkat sekolah dan sebelum tidur.

Besarnya kasih sayang yang beliau berikan begitu besar kepada saya, membuat hari-hari pasca kepergiannya, menjadi waktu yang sangat pahit untuk saya jalani. Hidup terasa tak bermakna lagi. Harapan untuk menjadi lebih baik di hari depan pun pupus. Yang ada adalah keputusasaan dan ketidakpercayaan diri.

Saya sempat berpikir, rasa putus asa yang saya alami mungkin karena tingginya ketergantungan saya kepada Ayah. Tetapi, itulah kenyataan yang tidak bisa saya pungkiri. Rasa itu tetaplah ada.

Ingin menjadi wanita mandiri sepertinya susah dan sangat tidak mungkin. Apalagi,  untuk seorang seorang perempuan, terlebih, anak sulung yang memiliki tiga orang adik. Beban tidak ringan.

Bulan berganti bulan, tahun berganti tahun, sampailah ketika saya menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Katolik St. Fransiskus Xaverius Ruteng. Saat itu, yang terlintas di benak saya adalah melanjutkan studi di perguruan tinggi di luar daerah Manggarai.

Pilihan saya untuk kuliah di daerah di luar Manggarai sepertinya bertepuk sebelah tangan. Ibu saya tidak mengizinkan saya. Beliau menganjurkan agar kuliah di salah satu perguruan tinggi di Manggarai. Dengan penuh rasa kecewa, saya pun mengiyakan tawaran Ibu. Tetapi, saya tangguhkan beberapa syarat kepada beliau.

Sebenarnya, syarat-syarat yang saya berikan itu adalah rasa tidak puas saya kepada keputusan Ibu. Saya ingin agar Ibu harus selalu memenuhi permintaan saya. Tanpa saya sadari, permintaan saya kepada beliau telah mengorbankan kepentingan ketiga adik saya.

Seperti bom waktu, setelah 4 bulan menjadi mahasiswa jurusan matematika di kampus tersebut, akhirnya saya memutuskan untuk berhenti kuliah.

Alasannya sederhana: saya merasa tidak nyaman dengan sikap buruk saya. Lebih dari itu, saya ingin agar kepentingan ketiga adik saya tidak dikorbankan dan ingin menjadi perempuan mandiri. Dengan doa dan restu ibu, saya memutuskan merantau ke Jakarta.

Sebulan setelah sampai di Jakarta, saya mulai mencari pekerjaan. Banyak tempat yang saya datangi. Sampai suatu saat, saya berkenalan dengan seorang wanita Jakarta.

Dia menawarkan saya pekerjaan sebagai security atau satpam. Menjadi security adalah pekerjaan yang sangat jarang dipilih wanita, tetapi kerasnya aroma ibu kota mengharuskan saya menerimanya. Tak ada lagi gengsi, yang ada hanyalah bagaimana caranya dapatkan sepiring nasi.

“Kamu bisa bayangkan, bagaiman seorang wanita Flores menjadi security?” Mungkin saya wanita Flores pertama yang menjadi securiy di Jakarta.

Saya adalah diri saya, saya bukan kamu dan mereka, saya bisa karena saya berpikir bisa. Pertanyaan selalu datang dari orang-orang dari luar diri saya. Dari keluarga, sahabat, kenalan dan lain-lainnya. Bagi saya, memulai pekerjaan ini adalah awal sebuah perjuangan. Saya yakin Tuhan ada di pihak saya.

Impian untuk kulaih walaupun sudah memiliki pekerjaan harus saya kurungi. Alasannya, kondisi keuangan saya belum cukup.

Kini, Erin (kanan) bekerja di SKK Migas, sambil menempuh studi S1 di Universitas Mercu Buana, Jakarta
Kini, Erin (kanan) bekerja di SKK Migas, sambil menempuh studi S1 di Universitas Mercu Buana, Jakarta

Delapan bulan saya menjadi security. Akhirnya, pada suatu saat, saya ditawarkan bekerja di SKK Migas, sebuah lembaga negara yang bertugas menjaga hulu migas.Setelah melewati berbagai ujian, akhirnya saya diterima dan menjadi staf di divisi accounting.

Tak lama setelahnya, saya langsung mendaftarkan diri di Universitas Mercubuana, Jakarta dan mengambil program studi s1-Akuntansi. Dengan keadaan yang sekarang, saya sangat bersyukur, karena tidak bergantung kepada orang tua. Bisa biaya kuliah dengan hasil keringat sendiri dan sesekali berbagi untuk kebutuhan adik-adik saya.

Melihat rejeki yang saya dapatkan, saya yakin, doa ayah (alm.) dan mama yang membuat semuanya terwujud. Saya sangat bersyukur atas semua ini. Saya persembahkan semua ini sebagai kado terindah kepada orang-orang tercinta dalam hidup saya, ayah (alm), mama dan ketiga adik saya.

“You can if you think you can”. Dengan doa dan ketabahan, saya pun bisa menjadi diri saya sendiri, menjadi apa yang saya impikan. Walaupun tak berharga di mata orang lain, tapi bagi saya adalah emas.

Kepada teman-teman sesama anak muda NTT, khususnya perempuan, Marilah kita bermimpi, yakinlah “kita bisa”. “Tidak ada keberhasilan tanpa derita dan air mata”.

 

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini.

spot_img
spot_img

Artikel Terkini