Pastor Lasarus Subagi OFM: Imam yang Hadirkan Altar di Sawah dan Kandang

Ilustrasi
Ilustrasi

Floresa.co – Di pinggiran kota Atambua, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur (NTT), tepatnya di Kuneru, di sebuah rumah tua yang jauh dari pemukiman penduduk, seorang imam sederhana tinggal dan berbaur dengan masyarakat sekitarnya. Dia-lah Pastor Lasarus Subagi OFM.

Pastor Subagi, begitu ia biasa disapa, memang dikenal sangat dekat dengan masyarakat sekitarnya.

Keakraban dan kehangatannya dengan umat membuatnya jatuh cinta dengan keadaan masyarakat sekitar.

Rendahnya pendapatan ekonomi masyarakat dan tingginya angka pengangguran mendorong Pastor Subagi mencari jalan keluar mengatasi permasalahan ekonomi masyarakat.

Tanpa ragu, Pastor Subagi mengajak masyarakat supaya turun ke sawah-sawah dan memelihara ternak babi dan sapi.

Tidak sampai di sini saja. Pastor yang sebelumnya bekerja di Paroki Laktutus, dekat perbatasan Atambua dan Timor Leste itu, bahkan ikut bekerja di sawah dan memelihara ternak babi.

“Hingga kini saya masih terus bertanya-tanya mengapa saya menjalani hidup selibat dengan cara yang unik seperti ini, bekerja di sawah dan memelihara ternak babi. Mungkin inilah cara saya membawa altar ke Sawah dan kandang,“ ungkap Pastor Subagi di kediamannya belum lama ini, sebagaimana dilansir Mirifica.net, situs milik Konferensi Waligereja Indonesia (KWI).

“Dari altar, imam mempersembahkan Misa bersama-sama dengan umat, mengalami kehadiran Kristus yang rela membagikan dirinya, kurban yang semestinya dihidupi setelah kita meninggalkan altar Kritus,” lanjutnya.

Pastor Lasarus Subagi OFM
Pastor Lasarus Subagi OFM

Sebagai bukti dari penghayatan hidup selibatnya itu, saat ini Pastor Subagi sukses membentuk kelompok pemberdayaan yang beranggotakan 69 kepala keluarga. Kepada masing-masing anggota dibagikan sepasang ekor babi untuk dipelihara dan dikembangkan.

Saat ini saja Pastor Subagi sedang memelihara 20 ekor babi, semuanya siap dijual ke pasar.

Beberapa anggota kelompok juga memelihara babi dalam jumlah yang banyak. Namun tidak bagi beberapa anggota kelompok yang sudah menjanda. Mereka pada umumnya mengalami kesulitan mencari makanan babi.

Menjalani pekerjaan seperti itu memang tidak lasim bagi seorang pastor. Tetapi, bagi Pastor Subagi, bekerja di sawah dan beternak babi sudah menjadi hal biasa, bahkan ia mengalaminya sebagai perwujudan nyata dari perjalanan panggilannya.

Pastor Subagi juga sempat membagikan kisah perjalanan panggilannya. Kepada tim Komsos KWI, ia menuturkan bahwa awalnya ia memilih menjadi seorang bruder dengan bersekolah di Seminari Bogor. Setelah itu ia diutus untuk bekerja di pedalaman Papua. Karena keterbatasan tenaga imam di Papua, akhirnya ia dithabiskan menjadi imam dari Ordo Fransiskan.

Selama 11 tahun bekerja sebagai imam di pedalaman Papua, membuat Pastor Subagi sungguh mengenal karakter dan adat kebiasaan masyarakat pedalaman Papua.

“Orang Papua itu jauh lebih natural, mereka juga sangat menjunjung tinggi adat kebiasaannya, tinggal kita mau masuk darimana dan dengan cara bagaimana, “ ungkap Pastor Suhardi, yang setiap paginya, setelah Misa, bergegas mencari makanan sisa di warung-warung dan pasar kota Atambua untuk ternak babi. (ARL/Floresa)

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini.