“Hati-Hati, Novanto Sedang Ganggu Gereja dan LSM Tolak Tambang di NTT”

Dari Kiri Ke Kanan: Umbu Paranggi (Direktur Kampanye Publik Jatam), Valens Dulmin (JPIC-OFM), Edo Rokman (Walhi) dan Arman Suparman (Inisiator Petisi Dalam Konferensi Pers Terkait Pernyataan Setya Novanto Tentang Tambang di NTT
Dari Kiri Ke Kanan: Umbu Paranggi (Direktur Kampanye Publik Jatam), Valens Dulmin (JPIC-OFM), Edo Rokman (Walhi) dan Arman Suparman (Inisiator Petisi) dalam Konferensi Pers Terkait Pernyataan Setya Novanto Tentang Tambang di NTT

Floresa.co – Peneliti dari Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Edo Rokman memperingatkan masyarakat NTT agar berhati-hati dengan manuver baru Ketua DPR RI Setya Novanto. Menurutnya, pernyataan Novanto yang menuduh Gereja dan LSM yang berlindung di bawah Gereja sebagai penyebab kegagalan di NTT merupakan upaya untuk mengganggu kekuatan Gereja dan LSM yang selama ini bergandeng tangan menolak tambang.

“Kami mencurigai, Novanto sengaja mengeluarkan pernyataan tersebut untuk mengganggu kekuatan LSM dan Gereja yang selama ini bergandengan tangan menolak kehadiran tambang,” ujar Edo saat konferensi pers dengan tema “Novanto Melukai Gereja dan Masyarakat NTT” di Kantor Jatam, Mampang, Prapatan, Jakarta, Minggu (8/3/2015).

Selain Edo, konferensi pers yang diselenggarakan oleh Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Tolak Tambang di NTT dihadiri juga oleh sejumlah pembicara, di antaranya Umbu Wulang T. Paranggi (Direktur Kampanye Publik Jatam), Yons Wilfirdus Ebit (Koordinator Divisi Kaderisasi Formadda NTT), Valens Dulmin (JPIC-OFM), dan Arman Suparman (Inisiator Petisi Desak Novanto Minta Maaf).

Sebelumnya, Novanto mengungkapkan bahwa “Daerah ini kaya mangan, marmer, emas, dan pasir besi. Namun saat investor hendak mengelola potensi sumber daya alam selalu ada penolakan dari LSM yang berlindung di bawah gereja. Karena itu, gereja sebagai elemen penting dalam pembangunan di NTT, harus memberi pencerahan kepada masyarakat termasuk LSM agar menerima investor yang memiliki niat baik membangun daerah ini” (Kupang, 26/2/2015).

Edo menilai pernyataan Novanto merupakan upaya mengacaukan kekuatan tolak tambang di NTT yang didalangi  oleh Gereja dan LSM yang getol tolak tambang. Kekacauan ini, katanya dapat mengganggu dan memperlemah perjuangan Gereja dan LSM.

“Jika gerakan tolak tambang lemah, maka Novanta akan mudah menggalakkan investasi tambang di NTT,” tuturnya.

Terkait hubungannya dengan tambang di NTT, Novanto memang ramai dibicarakan pada 2013 lalu, dalam kaitanya dengan perusahan tambang pasir besi PT Laki Tangguh yang masuk ke Riung, Kabupaten Ngada – Flores. Tabir yang mengarah pada keterlibatan Novanto dengan perusahan itu, terbuka setelah Forum Pemuda NTT Penggerak Keadilan dan Perdamaian (Formadda NTT) menyampaikan laporan ke Mabes Polri yang menangani Tindak Pidana Pertambangan pada 20 September 2013.

Informasi yang dihimpun Formadda menyebutkan, PT Laki Tangguh masuk pertama kali ke Riung dengan membawa nama bendera Novanto Center, lembaga milik Novanto yang berbasis di Kupang, dan memiliki kantor mewah di ibukota Provinsi NTT itu. Saat masuk ke Riung, Novanto Center membujuk masyarakat melalui pembagian sembako, beasiswa untuk beberapa anak, hand tractor, uang tunai, makanan tambahan dan sunatan masal.

Sementara Inisiator “Petisi Desak Novanto Minta Maaf” Arman Suparman menduga Novanto mengeluarkan pernyataan tersebut karena tidak menggunakan masa reses untuk mendengarkan aspirasi rakyat NTT sehingga tidak mengetahui kebutuhan riil rakyat NTT.

“Koalisi menduga Novanto menjadi DPR RI dari dapil NTT hanya untuk mendapat kepentingan politik dan ekonomi demi mengeksploitasi alam dan rakyat NTT,” tuturnya.

Arman juga  menilai Novanto tidak memahami kondisi di NTT serta bagaimana Gereja dan LSM berjuang menolak tambang di NTT. Novanto, tandasnya, harus mengetahui bahwa Gereja sudah ada sebelum bangsa Indonesia terbentuk dan telah melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan kesejateraan masyarakat NTT, seperti membangun rumah sakit, sekolah, dan kegiatan lainnya.

“Novanto tidak paham NTT, percuma menjadi wakil rakyat NTT hampir empat periode,” tegas alumnus magister Universitas Indonesia ini. (TIN/Floresa)

Artikel Sebelumnya
Artikel Berikut
spot_img

Artikel Terkini