JPIC-OFM: Uskup Kupang Memang Tidak Punya Rekam Jejak Tolak Tambang

Pastor Peter C Aman OFM
Pastor Peter C Aman OFM, Direktur JPIC-OFM Indonesia

Floresa.co – Sikap Uskup Kupang, Mgr Petrus Turang Pr yang memberi sinyal mendukung investasi pertambangan di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), di tengah upaya sejumlah lembaga Gereja Katolik di NTT menolak tambang menuai kontroversi.

Pastor Peter C. Aman OFM, Direktur Komisi Justice, Peace and Integrity of Creation-Ordo Fratrum Minorum (JPIC-OFM) Indonesia mengecam keras pernyataan Uskup Turang dan menyebut pernyataan uskup itu menunjukkan ketidakberpihakan pada perjuangan Gereja di NTT.

Dengan nada sinis, Pastor Peter menyebut, “mestinya pernyataan Uskup Turang tidak perlu diributkan”.

“Karena si Turang itu tidak punya rekam jejak tolak tambang”, katanya kepada Floresa.co, Minggu (1/3/2015).

Sebagaimana dilansir Pos Kupang edisi Sabtu (28/2/2015), Uskup Turang menyatakan, pengelolaan tambang harus sedemikian rupa, “agar tidak membawa dampak negatif yang merusak lingkungan dan tidak melecehkan, menghina masyarakat yang berada di sekitar pertambangan.”

“Ia mencontohkan, tambang emas, tembaga, mangan, pasir harus dilakukan dengan baik agar membawa dampak positif bagi masyarakat dalam meningkatkan taraf hidup mereka,” demikian dilansir Pos Kupang.

Pernyataan Turang, bagi Pastor Peter, persis sama dengan apa yang disampaikan investor tambang, hal yang menurutnya, berdasarkan pengalaman riil di wilayah lingkar tambang, sangatlah paradoks dengan klaim-klaim demikian.

Karena itulah, JPIC-OFM tegas menolak tambang, karena yang dijanjikan hanya surga semu, di mana masyarakat kemudian mengalami peminggiran.

Pastor Peter mengatakan, apa yang  disampaikan Uskup Turang adalah pernyataan sikap dan pendiriannya sebagai Uskup Agung Kupang.

“Pernyataannya sama sekali tidak sensitif dengan semangat umat dan uskup lainnya, terutama Uskup Atambua yang jelas-jelas tolak tambang,” katanya.

Ia menegaskan, pernyataan Uskup Turang, bisa saja karena uskup asal Manado itu tidak punya sensitivitas sosio kultural lokal dengan NTT.

“Karena itu, dia berpikir sebagaimana umumnya investor yang datang mengeruk kekayaan NTT dan kemudian meninggalkan NTT dalam kondisi ‘stigmatis’, yaitu miskin, melarat, tertinggal,” ujar Pastor Peter yang juga Dosen Teologi Moral di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta.

Ia pun menegaskan, dalam konteks tertentu, perjuangan tolak tambang mesti tetap dilakukan, meski kadang, rakyat memang seperti kehilangan dukungan, termasuk dari pejabat Gereja sendiri.

“Perjuangan tolak tambang mesti menjadi perlawanan rakyat pemilik kedaulatan dan berhak menentukan masa depan NTT, kendati elite politik dan religius tidak selalu mendukung,” katanya.

Pastor Peter menegaskan, dalam konteks persoalan tambang di NTT, Gereja seharusnya jelas berpihak pada kelompok yang dirugikan.

“Mereka itu yang menanggung akibat buruk dari kebijakan yang hanya menguntungkan pihak tertentu,” jelasnya.

JPIC-OFM, termasuk lembaga gereja yang getol melakukan advokasi terhadap masyarakat di sejumlah daerah di NTT, dalam melawan invansi perusahan tambang.

Lembaga ini, pernah terlibat dalam perjuangan rakyat di Kabupaten Lembata melawan perusahaan tambang emas.

Sejak 2008, JPIC-OFM, bersama JPIC SVD serta JPIC Keuskupan Ruteng juga mengadvokasi masyarakat di Manggarai Raya melawan tambang.

Selain di dua wilayah itu, JPIC-OFM juga terlibat dalam advokasi di Sumba dan di Pulau Timor, terutama di Keuskupan Atambua. (ARL/Floresa)

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini.

spot_img
spot_img

Artikel Terkini