Bahaya Perselingkuhan Investor dan Penguasa

Baca Juga

investorOleh: ROMO EDI MENORI PR

Kekuatan besar pengendali roda kehidupan berbangsa ada pada tangan penguasa dan pengusaha/investor. Masing-masing kekuatan ini punya power luar biasa, apalagi kalau keduanya berselingkuh. Tak terbayangkan lagi kehancuran yg dipicunya.

Mengapa kehancuran dan bukan kemajuan?

Kedua kekuatan ini saling mengandaikan untuk bisa mewujudkan kepentingan/ambisinya. Jenis kepentingannya ada dua yakni politik dan ekonomi.

Orientasi akhir dari dua kepentingan ini bermuara pada kemakmuran diri dan kelompok. Yang dikejar sangat jelas bukan “bonum commune” (rakyat) melainkan kepentingan politik dan ekonomi diri dan kelompok.

Penguasa cendrung mengamankan kedudukannya dengan sokongan duit. Pengusaha/investor meraih keuntungan ekonomis dengan jaminan regulasi dan kebijakan yang dibuat penguasa. Perselingkuhan dua kekuatan ini berciri simbiosis mutualisma.

Bisa dibayangkan kehancuran negeri ini kalau penguasa dan pengusaha (lalim) ada pada satu tangan/setubuh. Saya kuatir Tuhan pun bakal ditaklukan atau diusir ke sorga.

Saya tidak punya data tentang penguasa besar di negeri ini yang juga pengusaha/investor besar (yang lalim). Kalau penguasa dan pengusaha yang baik banyak .

Tetapi, hemat saya penguasa yang tahu kondisi NTT dengan mayoritas masyarakatnya bertani dan kontribusi tambang terhadap PAD sangat kecil untuk tidak mengatakan tidak menguntungkan rakyat, namun tetap memaksa agar NTT menjadi kawah tambang patut dicurigai juga adalah pengusaha/investor (tambang) yang lalim.

Sikap brutal penguasa merangkap investor seperti ini adalah upaya sengaja menghancurkan NTT. Penguasa seperti ini hanya menunggang jabatannya dan dukungan rakyat untuk memperkaya diri dan kelompoknya, selanjutnya untuk kepentingan kelanggengan kekuasaan.

Berhadapan dengan tipe ‘kepemimpinan kembar’ seperti ini perlu sikap berani dan radikal untuk membendung rancangan jahatnya.

Sikap radikal yang dimaksud kiranya tidak bersifat ambigu dan paradoks yang diekspresikan melalui formulasi, “yang penting penambangan yang ramah dan mensejahterkan rakyat,” sementara fakta membuktikan tambang tidak ramah lingkungan dan tidak mensejahterkan rakyat.

Penulis adalah Ketua Komisi Sosial Keuskupan Ruteng dan Moderator Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Ruteng.

 

Terkini