RSUD Ruteng dan Litani Kisah Memilukan

Tampak depan RSUD Ruteng. (Foto: Ardy Abba/Floresa)
Tampak depan RSUD Ruteng. (Foto: Ardy Abba/Floresa)

Floresa.co – Kabar terkait kasus yang menimpa keluarga miskin dari Wae Lengga, Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur (Matim) pada Senin (23/2/2015) lalu, membuka banyak cerita tentang persoalan serupa yang pernah terjadi di RSUD Ruteng.

Ibu Enik Nangge, petani miskin asal daerah ujung timur Matim itu mengalami peristiwa mengerikan, karena perutnya yang dibela setelah didiagnosis menderita kista akhirnya dijahit kembali, berhubung dokter mengaku tidak sanggup lagi menangani penyakit itu.

Memang, sebagaimana yang mencuat dalam klarifikasi sejumlah dokter pada Selasa, sehari setelahnya, persoalan itu, bagi mereka bukanlah masalah yang dipicu kesalahan pihak RSUD Ruteng.

Pemda Manggarai pun menegaskan, bahwa itu adalah masalah teknis belaka. “Ini persoalan teknis sekali. Tidak ada upaya pihak RSUD Ruteng menelantarkan pasien. Dan itu sudah dibicarakan dengan keluarga pasien,” begitu kata Sekda Manggarai, Manseltus Mitak saat dihubungi Floresa.co.

Namun, penuturan sejumlah pihak yang sampai kepada Floresa.co, mengungkap fakta bahwa pelayanan di RSUD Ruteng, memang bermasalah.

Kesimpulan ini bisa ditarik dari banyaknya keluhan pasien, meski tentu saja, sebagaimana tampak dalam kasus Ibu Enik, pihak RSUD selalu punya cara untuk membela diri berhadapan dengan pasien yang mempunyai kapasitas pengetahuan rendah tentang dunia medis.

Ditambah, sikap Pemkab Manggarai, yang selalu berada di pihak RSUD, bukan rakyat kecil, lalu  menganggap persoalan yang terjadi sebagai masalah biasa, hal yang kemudian menjauhkan mereka dari itikad membenahi pelayanan.

Cerita yang terungkap umumnya terkait keluhan adanya diskriminasi dan setengah hati dalam pelayanan.

Bahkan, sebagaimana terungkap dalam cerita-cerita berikut, pelayan di rumah sakit tega membentak pasien dari kelas masyarakat miskin.

Berikut kisah-kisah yang disampaikan sejumlah warga yang pernah mengalami peristiwa miris di RSUD Ruteng dan mereka ungkapkan kepada Floresa.co, juga yang diolah tim litbang kami dari pemberitaan media selama ini.

AS, misalnya, salah seorang ibu yang empat bulan lalu melahirkan di ruang VIP RSUD Ruteng, menuturkan kisah yang ia saksikan sendiri, tentang seorang pasien yang dirawat di kamar di sebelahnya.

“Sendirian saja saya dan anak saya di dalam kamar dan masih tidur-tiduran, seorang tenaga medis datang untuk mengecek adminitrasi pasien di kamar sebelah”, tutur AS, asal Kecamatan Poco Ranaka, Matim.

“Saya terbangun karena suaranya berteriak-teriak dan bilang, ‘Kalau miskin, jangan masuk rumah sakit!.’”.

Ibu AS yang sedang asyik bersama bayi mungilnya langsung tersentak mendengar bentakan tenaga medis itu.

“Jantung saya serasa mau copot mendengarnya. Tuhan dimanakah hati nurani orang ini, bisa-bisa dia bilang begitu. Semoga saja kamu tidak berasal dari orang seperti mereka”, demikian kata ibu itu mengenang.

Cerita lain datang dari gadis berinisial ELF, yang berasal dari Kecamatan Lamba Leda, Matim.

Tahun 2009, katanya, kakaknya bernama Florianus dirawat dua Minggu di RSUD Ruteng.

Kala itu, tutur ELF, dokter memvonis, bahwa Florianus mengalami sakit lambung dan usus.

“Namun, sama sekali tidak ada tindakan dari dokter. Mereka hanya berharap dengan infus.”

Akibat perhatian minimal itu, kata dia, kakaknya itu menghembuskan nafas terakhir di RSUD Ruteng.

“Saking kecewanya, kakak perempuan saya gila mendadak dalam rumah sakit. Ia tak bisa menahan rasa kecewa dengan pihak RSUD Ruteng. Ia gila sampai sekarang,” kata ELF kepada Floresa.co.

Ia mengaku, kala itu, dirinya mengamuk. “Tapi, bagaimana lagi, kakak saya meninggal”. (Lanjut ke halaman berikut…)

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini.

spot_img
spot_img

Artikel Terkini