Pasola, Atraksi Perang Sambil Berkuda di Sumba

Seorang petarung di medan laga Pasola. (Foto: Ist)
Seorang petarung di medan laga Pasola. (Foto: Ist)

Floresa.co – Atraksi Pasola di Sumba, Nusa Tenggara Timur (NTT) kembali digelar. Bertempat di Bondo Kawango, Desa Pero Batang, Kecamatan Kodi, Kabupaten Sumba Barat Daya (SBD), hari pertama acara ini pada Kamis lalu (13/2/2015) berlangsung meriah, disaksikan jajaran Pemda SBD, masyarakat luas dan turis dari dalam negeri maupun mancanegara.

Seperti dijelaskan kepala Seksi Promosi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata SBD Leonardus Dapa Loka, pelaksanaaan Pasola biasanya pada bulan Februari sampai Maret dengan hari-hari pelaksanaan yang ditentukan tetua adat yang disebut rato adat atau Rato Nyale.

Setelah Pasola tanggal 13 dan 14 Februari jelas Leo, masih akan ada Pasola pada 11 Maret mendatang di Maliti Bondo (Ratenggaro), Kecamatan Kodi Bangedo. Sementara pada 13 Maret akan digelar di Waiha, Kecamatan Kodi Blaghar dan 14 Maret di Wainyapu, Kecamatan Kodi Blaghar.

Atraksi Pasola dilakukan dua kelompok berkuda bersenjata lembing dengan diameter 1,5 cm. Setiap kelompok terdiri dari puluhan pemuda dengan lembing di tangan. Sambil menunggang kuda yang sedang berlari, kedua kelompok tersebut saling menyerang dengan lembing.

Sekretaris Dinas Kebudayaan dan Pariwisata SBD, Willy Woda Lado menjelaskan, para pemuda yang terlibat dalam atraksi tersebut menjunjung tinggi sportivitas. Peserta dan kuda yang jatuh tidak boleh diserang. Demikian pula peserta yang angkat tangan—sebagai pertanda menyerah—tidak boleh diserang.

“Ini nilai yang sangat adiluhung. Orang Sumba mengenal sikap ksatria,” jelas alumni Universitas Atma Jaya Yogyakarta ini.

Willy menjelaskan, sangat mungkin ada petarung yang cedera dalam atraksi tersebut. Namun dipercayai bahwa setiap darah yang keluar dapat menyuburkan tanah dan bermanfaat bagi panen tahun berikutnya.

“Tidak ada dendam di antara petarung. Semua selesai di medan laga,” tambah Leo.

Leonardus menambahkan, Pasola adalah warisan budaya yang bernilai sangat tinggi. Karena itu, Pemda dengan segala kemampuan yang ada akan terus menjaga dan mempromosikan kepada masyarakat dunia.

Leo berharap, Pasola bisa menjadi energi penggerak bagi masyarakat Sumba, termasuk dari sisi perekonomian.

“Pasola bukan rutinitas tahunan saat prajurit-prajurit pemberani dalam mempertontonkan keberanian dan keterampilan melesakkan lembing ke arah lawan tanding dari punggung kuda marapu. Pasola sebuah perhelatan budaya yang mengajarkan berbagai nilai kehidupan,” jelas alumni Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta ini.

Willy yakin Pasola bisa menjadi jembatan paling strategis menanamkan nilai ksatria dalam diri generasi muda, memicu perbaikan ekonomi dan membangun persaudaraan di antara masyarakat.

“Dalam konteks ini, Pemda akan melakukan pendampingan. Kami berharap masyarakat pro aktif membuka diri terhadap program pemerintah,” pungkas Willy. (ARL/Floresa)

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini.

spot_img
spot_img

Artikel Terkini