DPRD Tanya Soal Pantai Pede, Ini Penjelasan Pemprov NTT

Yeni VeronikaFloresa.co – Rapat penjelasan Pemerintah Provinsi NTT terkait aset-aset milik daerah itu dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) NTT pada Kamis (5/2/2015) lalu, salah satunya membahas status kepemilikan dan polemik di Pantai Pede, Manggarai Barat (Mabar).

Yeni Veronika, anggota DPRD NTT mengatakan kepada Floresa.co, Sabtu (7/2/2015), dalam rapat tersebut, ia menyampaikan dua pertanyaan untuk meminta penjelasan Pemprov terkait status aset dan polemik pembangunan houutel di Pantai Pede yang hingga kini hangat diwacanakan.

Pertama, kata Yeni, dirinya menanyakan alasan status kepemilikan Pantai Pede yang menjadi milik Provinsi NTT dan tidak mengikuti amanah UU Nomor 8 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Mabar, khususnya pasal 13 ayat (1) huruf b yang memuat ketentuan inventarisasi aset daerah.

“Mengapa saat itu aset Pantai Pede tidak diserahkan ke Pemkab Mabar?,” demikian kata Yeni dalam rapat di kantor DPRD NTT itu.

Kedua, lanjut Yeni, dirinya menanyakan Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding, MoU) dengan PT Sarana Investama Manggabar (SIM).

“Apakah masih ada atau tidak ruang publik sebagai tempat rekreasi masyarakat setempat, setelah membangun hotel?,” tanya Yeni.

Dalam kesempatan tersebut, jelasnya, pertanyaan itu dijawab oleh Pemprov NTT yang diwakili Asisten II Andreas Jelahu.

Menurut Jelahu, demikian Yeni, aset Pantai Pede berstatus milik Pemprov NTT.

Pantai Pede yang dahulunya menjadi milik Departemen Pariwisata Pos dan Telekomunikasi Dirjen Pariwisata wilayah NTT tahun 1999 Parpostel (Temkolsel) diserahkan ke Pemprov NTT.

Pemprov NTT kemudian sudah melakukan kontrak kerja sama pengelolahanya kepada pihak ketiga, yaitu PT SIM dengan pungutan biaya Rp 255 juta pertahunnya ke khas Pemprov.

Lahan di Pantai Pede sesuai dengan isi kontrak dengan PT SIM  kata Yeni, seluas 3,670 hektar.

“Jadi, menurut penjelasan Pemprov tetap ada ruang publiknya. Pemagaran keliling di Pantai Pede hanya untuk kepentingan saat pembangunan hotel saja. Kemudian, setelah hotel dibangun, sesuai maketnya akan tetap dibuka ruang publik untuk tempat rekreasi masyarakat,” ungkap Yeni mengulangi penjelasan Jelahu saat rapat.

Jelahu menjelaskan, penolakan muncul oleh masyarakat setempat lantaran mereka melihat ada pemagaran keliling yang hampir mencakup seluruh wilayah di Pantai Pede.

Padahal, kata dia, itu hanya untuk kepentingan pembangunan hotel saja.

Yeni pun menginginkan agar dalam keputusan terkait polemik Pantai Pede hendaknya Pemprov NTT mengakomodir apa yang menjadi keinginan masyarakat di Mabar.

Data yang dihimpun Floresa.co, penolakan warga Mabar sebetulnya bukan karena adanya pagar tersebut. (Baca juga: Tolak Pembangunan Hotel, Warga Mabar Tawarkan Solusi Pemanfaatan Pantai Pede)

Mereka meminta Pemprov agar tidak menjadikan Pantai Pede sebagai lahan untuk pembangunan hotel, tetapi dirancang untuk menjadi area publik dengan konsep pembanguan ruang terbuka hijau.Di garis pantai Labuan Bajo saat ini, memang sudah terdapat banyak hotel. (ADB/Floresa).

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini.

spot_img
spot_img

Artikel Terkini