Tidak Becus Tangani Kasus Perbudakan, Polres Sikka Didemo

Aksi unjuk rasa Truk-F dan sejumlah organisasi lain di Maumere, Senin (2/2/2015), mengecam polisi yang yang dianggap tidak becus tangani kasus perbudakan (Foto: Mario Sina)
Aksi unjuk rasa Truk-F dan sejumlah organisasi lain di Maumere, Senin (2/2/2015), mengecam polisi yang yang dianggap tidak becus tangani kasus perbudakan (Foto: Mario Sina)

Floresa.co – Aparat kepolisian di Polres Sikka – Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT) dinilai tidak becus dalam menangani perkara tindak pidana perdagangan orang dan kekerasan seksual yang dialami oleh 10 orang dengan pelaku  pemilik Toko Roti Kaigi di Maumere.

Polisi dianggap sudah “main mata” dengan pengusaha itu, sehingga penanganan kasus ini tidak mengalami kemajuan.

Hal ini mendorong para suster dan aktivis kemanusian di Maumere yang tergabung dalam Tim Relawan Untuk Kemanusaian-Flores (Truk-F) menggelar aksi protes di Markas Polres Sikka, Senin, (2/1/2015).

Selain dari TRUK-F, peserta aksi ini juga dari para suster kongregasi SSpS Provinsi Flores Bagian Timur, Wanita Katolik Republik Indonesia (WKRI),  Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Nusa Nipa, para frater dari Seminari Tinggi Ledalero dan Seminari Tinggi Ritapiret, aktivis LSM PBH Nusra, Sanres KIPER-HAM, Bapikir,  Himpunan Orang Timor (HOT) serta Remaja Mesjid Beru.

Kasus ini sudah dilaporkan ke Polres Sikka oleh Divisi Perempuan Truk-F pada 15 Januari lalu, diikuti laporan tentang pencabulan pada 17 Januari tentang pencabulan.

Namun, Polres Sikka baru sampai pada tahapan menetapkan tersangka suami istri majikan Toko Roti Kaigi.

Pantauan Floresa.co, aksi yang berlangsung damai ini dimulai dari halaman kantor Divisi Perempuan Truk – F.

Dengan berjalan kaki mengelilingi kota, para pendemo bergerak menuju Kantor Polres Sikka.

Dalam aksi ini, mereka juga membawa berbagai spanduk, meneriakkan yel-yel dan membagikan pernyataan sikap yang berisikan poin-poin tuntutan.

Salah seorang orator aksi, Viktorius Lado Wea mengatakan, bukti-bukti permulaan untuk tindak pidana perdagangan orang dan pencabulan sudah mencukupi, tetapi dalam perkembangan penyidikan ternyata pihak Polres Sikka tidak berani menangkap dan menahan kedua pelaku yang telah ditetapkan sebagai tersangka.

Aksi demo TRUK – F dan Jaringan ini mengajukan berbagai tuntutan yaitu meminta Polres Sikka untuk segera menangkap, menahan, dan memproses tersangka hari ini juga.

Mereka juga memberi ultimatum kepada Polres apabila dalam waktu 1×24 jam tidak memenuhi tuntutan tersebut maka TRUK F dan Jaringan akan melaporkan kasus ini ke Kapolda NTT.

Mereka akan meminta Polda untuk mengambil alih penanganan kasus ini.

Sebelumnya, Floresa.co memberitakan, 10 orang anak, mayoritas berusia di bawah umur yang berasal dari Soe dan Kefamenanu mengalami penyiksaan selama bekerja di Toko Kaigi.

Mereka yang bekerja antara dua bulan sampai satu tahun dilaporkan tidak pernah diberi upah.

“Setiap kali korban meminta gaji, pelaku selalu menjawab nanti dikasih saat pulang ke kampung, tetapi kenyataannya saat korban izin pulang kampung, pelaku tidak menghiraukannya,” demikian menurut Truk-F.

Jam istrirahat pun dibatasi, di mana untuk laki-laki istirahat malam antara pukul 23.00 atau 24.00 Wita, sedangkan untuk perempuan pada pukul 01.00 dini hari, karena sehabis mengerjakan roti, perempuan harus mengepel lantai rumah.

Pagi harinya, mereka harus bangun pagi pukul 05.00. Tetapi saat stok roti berkurang dan banyak pesanan, korban akan disuruh bekerja lembur dari jam 03.00 pagi sampai jam 01.00 malam, dengan demikian waktu kerja mereka mencapai 20 jam.

“Apabila bangun terlambat, pelaku menyiram korban memakai air es atau menaruh garam pada mulut korban,” tulis Truk-F.

Selain disiksa dengan jam kerja yang melampaui batas normal, anak-anak ini juga tidak mendapat tempat tidur yang layak, di mana mereka tidur di gudang penggilingan tepung dan pembakaran roti.

“Bahkan ada yang sering tidur hanya beralaskan lantai yang kotor penuh bekas gula dan tepung.” (Mario Sina, Kontributor di Maumere)

spot_img

Artikel Terkini