Muluskah Langkah Deno Menaiki Kursi Bupati?

Oleh: MELKY PANTUR

DPR RI baru saja mengesahkan Perppu No. 1 Tahun 2014 tentang Pilkada menjadi Undang-Undang. Pengesahan ini menjadi kabar gembira bagi  para bakal calon kepala daerah di seluruh Indonesia, termasuk di Kabupaten Manggarai.

Tentu, selama ini, para bakal calon, terutama yang sudah memasang baliho di setiap sudut jalan dan area publik,  menanti dalam  “harap-harap cemas” palu pengesahan Perppu itu oleh wakil rakyat di Senayan.

Salah satu dari mereka adalah Kamelus Deno, Wakil Bupati Manggarai, yang sudah setia menemani Bupati Cristian Rotok selama 2 periode pemerintahan. Pasangan yang dikenal dengan sebutan Credo ini akan mengakhiri kemesraan mereka pada 14 September mendatang.

Sudah menjadi rahasia publik, kalau Deno sudah pasti akan mencalonkan diri merebut kursi Bupati Manggarai.

Dari baliho-baliho yang sudah setahun belakangan ini  tersebar di seantero Manggarai, Deno bahkan sudah menentukan wakilnya, yaitu, Viktor Madur, Kepala Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan (BKPP) Manggarai.

Tentu saja, pasca penetepan UU Pilkada, di mana diatur bahwa Pilkada hanya memilih bupati, akan membuat Deno dan para calon lain yang selama ini memasang baliho bersama pasangan wakil mereka, mesti segera mencopot lagi baliho-baliho tersebut.

Bicara soal peluang atau kans Deno sebagai “incumbent”, apakah ia otomatis memiliki daya magis untuk menarik simpati rakyat Manggarai?

Saat ini, sama seperti menjelang berakhirnya Credo Jilid I , Deno bisa memanfaatkan jabatannya untuk memoles diri sehingga tampak “bening” di hadapan rakyat.  Perjalanan-perjalanan dinas bisa dikreasi sebagai cara “blusukan” alias sebuah upaya “gombalisasi”  terhadap rakyat yang masih haus dengan perhatian pemimpinnya selama ini.

Deno juga bisa mengkondisikan para eselon II, III, dan IV, untuk mendukung dirinya.

Namun, Deno perlu hati-hati. Saat ini memang para pejabat ini tunduk taat pada dirinya, tapi apakah mereka masih bisa dirangkul pasca berakhirnya jabatan Deno September mendatang.

Pelaksana Tugas (Plt) Bupati dan Sekda yang ditentukan Pemprov NTT, yang saat ini masih berada di bawah rezim PDIP tentu patut diwaspadai, karena toh birokrasi daerah tidak bisa lepas dari cengkeraman penguasa dan kepentingan politis. Para penjabat sementara ini bisa menggunakan kewenangannya untuk memobilisasi semua bawahannya untuk mendukung atau malah tidak mendukung Deno.

Selain itu, sepertinya Deno sudah merasa aman, karena katanya, dari rumor yang beredar, mantan dosen ini sudah mendapat kendaraan politik, yaitu Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Kesatuan dan Persatuan Indonesia (PKPI), Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Bulan Bintang (PBB).

Bahkan, katanya, Deno sudah mendaftarkan diri secara resmi ke PAN.  Deno mungkin menjadikan istrinya, Yeni Veronika, yang  merupakan anggota DPRD Propinsi NTT dari  Fraksi PAN, sebagai garansi untuk memantapkan pilihannya di partai yang dipimpin Hatta Rajasa ini.

Beberapa hari lalu, Ketua PAN Manggarai, Lorens Gabur berdiskusi dengan penulis. Dia mengatakan PAN memang telah menerima lamaran Deno tetapi tidak berarti PAN mengusung Deno. “Itu belum tentu”, demikian pengakuan Lorens.

Pengakuan ini menimbulkan tanda tanya besar tentang nasib Deno di Pilkada 2015. Sebab, partai-partai yang lain juga belum tentu dengan mudah menerima pinangan Deno yang tampaknya bernafsu untuk menjadi orang nomor satu di Manggarai.

Deno juga mungkin mengharapkan bantuan Rotok untuk memuluskan langkahnya.  Betapa tidak, pasangan ini tampil mesra selama dua periode. Bukan tidak mungkin, di akhir masa jabatannya, Rotok ingin tampil sebagai pahlawan dalam sejarah hidup Deno.

Penambahan volume “blusukan” kepada Deno akhir-akhir ini merupakan bukti kuat dukungan Rotok kepada sang wakil.

Tapi, dalam dunia politik, tidak ada yang abadi. Apalagi demi kepentingan politik tertentu, Rotok bisa menusuk Deno dari belakang, yang mungkin tidak dibayangkan Deno selama ini. Bisa saja!

Bagi rakyat Manggarai, dalam arti tertentu, Deno sudah berjasa bagi pembangunan Manggarai. Deno bisa saja menampilkan profil keberhasilannya selama dua periode sebagai penarik simpati rakyat.

Tapi, ingat, kesadaran politik rakyat Manggarai masih terfragmentasi dalam sekat-sekat primordial, terutama kesukuan atau tali kekerabatan yang terikat dengan wilayah administratif kecamatan atau desa.

“Com pili ata de ru kat” (Lebih baik pilih orang sendiri) adalah ungkapan yang sering muncul menjelang Pilkada. Ata de ru berarti, berasal dari dari satu garis keturunan atau dari satu wilayah tertentu. Ungkapan ini sudah menunjukkan bahwa  kualitas tidak dijadikan sebagai kriteria pemilihana calon. Kualitas urusan kedua, yang penting “ata de ru” yang lolos.

Kenyataan ini menjadi rintangan yang cukup berat bagi Deno mengingat banyak nama sudah beredar di kalangan masyarakat sebagai kompetitor Deno. Sebut saja Marsel Sudirman, Viktor Selamet, Maksi Ngkeros, Hery Nabit dan Sebastian Salang.

Tokoh-tokoh ini, tidak bisa dianggap sebelah mata oleh Deno, karena toh mereka tentu sudah menyiapkan strategi untuk memenangkan hati rakyat.  Meskipun kita belajar dari sejarah bahwa upaya pe-de-ka-te para bakal calon ini, hanya sebuah upaya gombalisasi terhadap rakyat.

Karena itu, diharapakan kepada seluruh masyarakat Manggarai untuk menilai secara kritis setiap bakal calon yang ingin maju dalam pilkada 2015, termasuk Deno, yang belakangan rajin mewakili Rotok untuk urusan apapun di Manggarai. Tentu bukan karena Rotok terlampau sibuk, tapi lebih layak diduga sebagai bagian dari upaya memberi panggung yang lebar untuk sang wakil.

Melky Pantur adalah jurnalis. Ia tinggal di Ruteng, Ibukota Kabupaten Manggarai.

spot_img
spot_img

Artikel Terkini