Guru di Matim Wacanakan Pemboikotan UN, Pemda Matim Pun Dicerca di Media Sosial

Baca Juga

UN-yang-Lebay-598x424

Floresa.co – Rencana para guru di Manggarai Timur (Matim) memboikot Ujian Nasional (UN) Tahun 2015 mendapat tanggapan beragam dari berbagai elemen masyarakat di media sosial Facebook.

Dari pantauan Floresa.co, di salah satu grub media sosial Facebook (FB), yaitu “Suara Rakyat Manggarai Timur”, berita terkait yang dibagikan oleh facebooker dengan nama akun “Ryan Dagur” menghadirkan komentar-komentar menarik. Ada yang pro terhadap wacana tersebut, tetapi ada juga yang berpihak kepada Pemda Matim.

Ryan Dagur, pada berita yang dibagikannya itu, meninggalkan komentar yang menyayangkan keputusan sepihak Pemda Matim memotong honor guru pengawas UN.

Kaco, uang pengawan UN pun ditilep, Guru di Matim Wacanakan Boikot UN 2015”, tulis Ryan.

Atas berita tersebut, Facebooker lain, dengan nama akun “Elvis Suman”, memberikan tanggapan yang mengamini komentar Ryan. “Benar sekali itu”, tulis Elvis.

Ada juga komentar lain, juga datang dari Elvis Suman dan Marsiano Rimun. Mereka menilai, apabila persoalan ini tidak segera diatasi, bukan tidak mungkin, guru-guru di Matim akan memboikot UN.

Kayaknya ga ada guru yang mau jadi pengawas UN 2015”, tulis Elvis.

Marsiano Rimun menyambung, “Kalau dinas tidak bisa mencari solusi, yang jelas, guru-guru tidak ada yang mau jadi pengawas UN 2015”.

Lain lagi komentar dari Andriy Jonathan Tulle dan Kornelya Agus. Mereka melihat ada indikasi korupsi dibalik berkurangnya honor guru-guru pengawas tersebut. Mereka heran dan sangsi atas hal tersebut.

525-175 = tanpa penjelasan, tulis Andiy. Agus pun melanjutkan, dengan menggunaka bahasa Manggarai menulis,  Mori, seng duat de guru pun masih ditilep”.

Lain lagi komentar dari Placidus Galla. Ia menghendaki guru-guru lebih mengutamakan kepentingan siswa tanpa harus memikirkan berapa jumlah honor yang diterima.

“Guru tuh seharusnya mikir untuk kepentingan siswa. Jangan sampai gara-gara kesalahan oknum pemda yang korupsi, lalu, siswa yang mereka didik bertahun-tahun dikorbankan”, tulis Placidus.

Komentar Placidisu pun dipertanyakan oleh Sam Congkar. Sam menulis, “Om Placidius guru atau oknum pemda? Kalau om guru, pasti akan berpikir untuk mogok. Kalau om oknum Pemda, saya tidak tahu om akan berpikir bagaimana”.

Dan, ditutup komentar Erik Jumpar. Erik menilai, Matim tidak pernah keluar dari berbagai persoalan. Dia pun mengharapkan perubahan di Matim.

Alasan tidak dibaginya pasti kendala administrasi. Sampai kapan Matim lancar urusannya?” tulis Erik.

Sebagaimana yang diberitakan sebelumnya, wacana mogoknya guru di Matim untuk mengawas UN dikarenakan keputusan sepihak Matim yang mengurangi honor pengawas UN tahun 2014.

Jika tahun sebelumnya (2013), seluruh guru pengawas mendapat honor Rp 525.000, di tahun 2014, Pemda Matim, memberikan honor sebesar Rp 175.000.

Apalagi, menurut salah seorang guru yang mengajar di SMA Negeri 1 Borong, Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (PPO) tidak memberikan penjelasan alasan dipotongnya uang honor tersebut.

“Tanpa penjelasan dari  PPO, makanya ada ide dari beberapa teman mau boikot UN 2015,” ujarnya.

Pengakuan guru di Borong itu juga sama dengan yang diutarakan oleh guru di SMP Negeri I Bealaing, Poco Ranaka.

Guru tersebut yang juga minta namanya tidak disebut mengatakan, bagaimana mungkin mereka mengambil dana Rp 175.000, sementara jumlah biaya yang mereka keluarkan dari kantong sendiri untuk transportasi selama mengawasi UN mencapai Rp150.000.

Saat UN kali lalu, guru ini mengawas di salah satu sekolah yang terpencil di Poco Ranaka, sehingga ia harus mengeluarkan biaya banyak selama bertugas.

Ia mengaku, tidak akan mau lagi menjadi pengawas untuk UN tahun ini.

Para guru yang dihubungi Floresa.co meminta nama mereka tidak disebut karena takut dengan atasan di lingkup Pemda Matim yang menurut mereka, kerap memanggil dan mengancam guru-guru yang kritis. (ARJ/Floresa).

 

Terkini