Soal TKI Tenggelam di Riau, Rotok: “TKI Ilegal, Susah Koordinasinya”

Bupati Manggarai Cristian Rotok
Bupati Manggarai Cristian Rotok

Floresa.co – Dua calon Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT) tewas ditelan ombak saat hendak berlayar ke Malaysia dari Pangkal Pinang, Riau, Selasa (30/12/2014).

Keduanya yang berasal dari Kampung Wae Nggeng, Desa Lando, Kecamtan Cibal bernama Lasarus Danggang dan Sumar. Jenasah mereka hingga kini masih berada di Rumah Sakit Umum Provinsi Kepulauan Riau di Pangkal Pinang. (Baca juga: TKI Asal Manggarai yang Jadi Korban Kecelakaan Kapal di Riau Dilaporkan Ilegal)

Selain kedua korban tersebut, masih ada lima korban lainnya yang dilaporkan selamat dan kini masih berada di kota Pangkal Pinang.

Bupati Manggarai, Christian Rotok, yang ditanya Floresa.co terkait apakah ada upaya dari pemerintah daerah untuk memulangkan jenasah korban, mengatakan hal itu sulit, karena persoalan status para TKI itu.

“TKI ilegal, susah koordinasinya,” ujar Bupati Rotok saat dihubungi, Minggu (4/1/2014).

Rotok mengaku sudah menghubungi keluarga salah satu korban, yaitu Yoakim Jehati, adik Lasarus Danggang.

“Mereka (keluarga) juga susah koordinasinya,” ujar Rotok.

Yohakim yang dihubungi terpisah membenarkan bahwa Rotok sudah menghubunginya. Ia mengatakan kepada Floresa.co, sudah menceritakan kepada Rotok kejadian yang menimpa kakaknya serta 6 TKI lainnya.

Selain itu, ia juga menceritakan kepada bupati bahwa para calon TKI tersebut berangkat ke Malaysia tidak dengan prosedur yang benar atau ilegal. (Baca juga: Dua Calon TKI Asal Cibal, Manggarai Dipastikan Meninggal Akibat Kecelakaan Kapal di Riau)

Namun,jelasnya, bupati tidak mau membantu pemulangan para korban.  “Kalau ilegal itu, sulit,” ujar Yohakhim, mengutip pernyataan Rotok.

Saat ini, kata dia, keluarga sedang mengurus pemulangan jenasah. “Kami sedang mengusahakan pemulang kedua jenasah, mudah-mudahan besok,” ujar Yohakim yang juga anggota DPRD Kabupaten Manggarai. (PTD/Floresa)

spot_img

Artikel Terkini