Tahun Ini, Lebih dari Satu Juta Buruh Migran Jadi Korban Kekerasan

Ilustrasi
Ilustrasi

Floresa.co – Lebih dari satu juta warga negara Indonesia yang menjadi buruh migran di berbagai negara menjadi korban berbagai tindakan kekerasan pada tahun 2014 ini. Mayoritas menjadi korban perbudakan.

Data Migrant Care mengungkapkan, ada 15.345 orang WNI yang menjadi korban pelanggaran HAM seperti penyiksaan, gaji tidak dibayar, perkosaan, pemutusan hubungan kerja dan sebainya.

Kemudian, ada 320.000 orang WNI yang terancam di razia, di tangkap, dan dideportasi di Malaysia. Tindak kekerasan yang paling banyak adalah dalam bentuk perbudakan yang mencapai 714.300 orang.

Selain itu, setidaknya ada 262 WNI di luar negeri yang terancam hukum mati dan 146 orang yang meninggal di lautan.

Dengan demikian, total WNI yang menjadi korban kekerasan di luar negeri pada tahun 2014 ini mencapai 1.050.053 orang.

“Hingga saat ini Migrant Care masih menginventarisasi data-data kematian buruh migran Indonesia di kawasan Timur Tengah dan Asia Pacific yang selama ini datanya sulit diakses karena ketertutupan informasi, baik dari otoritas setempat maupun dari perwakilan Republik Indonesia di negara tujuan,”ujar Anis Hidayah, Direktur Migrant Care, Kamis (18/12/2014).

Terkait kondisi tersebut, lembaga swadaya masyarakat yang aktif mengadvokasi buruh migran ini, mendesak pemerintah Indoensia segera menuntaskan revisi UU buruh migran yang selama ini menjadi payung hukum bagi terjadinya praktik eksploitatif bagi buruh migran.

Pemerintah juga didesak untuk meratifikasi konvensi ILO No 189 tentang Kerja Layak Bagi Pekerja Rumah Tangga dan Protocol 2014 dari konvensi ILO tentang Kerja Paksa. Selain itu, pemerintah juga diminta segera mensyahkan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga.

“Pemerintah Indonesia juga terbuka pada masyarakat sipil Indonesia dan masyarakat internasional untuk mewujudkan kesadaran public mengakhiri perbudakan modern dan mendesak pada sektor untuk menerapkan norma dan standar bisnis yang menghormati hak asasi manusia, keadilan dan kesetaraan gender serta kelestarian lingkungan,”ujar Anis.

Secara khusus, Migran Care juga mendesak pemerintahan Presiden Joko Widodo untuk membuat peta jalan (road map) mengakhiri praktik perbudakan modern terhadap buruh migran Indonesia.

Caranya adalah mengakhiri era penempatan buruh migran yang berbasis pada monopoli PPTKIS dan berbiaya tinggi dan menggantinya dengan tata kelola penempatan dan perlindungan buruh migran sebagai aktivitas pelayanan publik.

Selain itu,  mengimplementasikan ratifikasi Konvensi PBB tahun 1990 tentang Perlindungan Buruh Migran dan Anggota Keluarganya sebagai instrumen diplomasi, panduan pembaharuan legislasi dan panduan kerja institusi negara yang terkait masalah penempatan dan perlindungan buruh migran.

Migran Care juga menyoroti kasus Rudi Soik, penyidik Polda NTT yang membongkar adanya mafia perdagangan manusia di NTT.

Menurut mereka, salah satu cari mengakhiri perbudakan modern adalah dengan   mengakhiri praktek-praktek kriminalisasi terhadap semua pihak yang selama ini aktif dalam membela dan membongkar sindikat perdagangan orang, khususnya Brigpol Rudy Soik yang saat ini di tahan dan diadili. (PTD/Floresa)

spot_img

Artikel Terkini