Ini Alasan Pemkab Mabar Takluk Berhadapan Dengan Pemprov NTT Dalam Kasus Pantai Pede

 

Save Pede, adalah salah satu bentuk kampanye yang dilakukan sejumlah elemen sipil di Mabar, demi mempertahankan pantai itu sebagai ruang publik. (Foto: dok Floresa)
Save Pede, adalah salah satu bentuk kampanye yang dilakukan sejumlah elemen sipil di Mabar, demi mempertahankan pantai itu sebagai ruang publik. (Foto: dok Floresa)

Floresa.co – Polemik mengenai pengelolaan Pantai Pede di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat (Mabar)-Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT) hingga kini masih terus terjadi.

Pemerintah provinsi NTT bergeming bahwa itu adalah aset provinsi. Karena itu, mereka merasa berhak untuk menyerahkan pengelolaannya kepada investor swasta.

Bupati Agustinus Ch Dula yang sebelumnya sempat berjanji untuk bersama masyarakat menolak privatisasi Pantai Pede belakangan berubah sikap dan memilih mengikuti kemauan provinsi.

Mengapa pihak provinsi merasa berhak untuk menyerahkan pengelolaan pantai tersebut kepada investor? Dan mengapa pula Dulla yang menjadi penguasa wilayah Manggarai Barat menjadi tak berdaya?

Kepala Badan Perencaaan Pembanguan Daerah (Bappeda) Mabar Aleks Saryono mengakui  Pantai Pede memang  aset provinsi NTT.

“Tanah Pede itu destinasi wisata yang menjadi aset provinsi,”ujarnya ketika berbincang dengan Floresa.co, melalui sambungan telpon, Senin (15/12/2014).

Dia mengatakan sebelum menjadi aset provinsi, pantai tersebut dulunya adalah aset milik Kantor Wilayah Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi. Ini merupakan instansi vertikal dari Departamen Pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi pada era Orde Baru.

“Setelah UU No 32 tahun 2004 terbit, aset tersebut dialihkan ke Provinsi. Waktu itu Manggarai Barat belum dimekarkan,”ungkapnya.

Setelah Manggarai Barat menjadi kabupaten sendiri berpisah dengan Manggarai, pemerintah provinsi belum mengalihkan hak pengelolaan Pantai Pede ke Pemda Mabar

Itulah sebabnya, terang Aleks, pemerintah kabupaten di ujung barat Pulau Flores ini tidak berdaya ketika Frans Lebu Raya menandatangai  nota kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) dengan PT Sarana Investama Manggabar, milik politikus Golkar Setya Novanto.

Bahkan, kata Aleks, Pemda Mabar tidak pernah mengetahui kapan MoU itu. Mereka pun tidak mengetahui seperti apa model kerja sama yang akan dilakukan antara pemerintah provinsi dengan perusahaan swasta tersebut.

“Tetapi sebagai Pemda Kabupaten, kita tidak menutup mata terhadap apsirapasi masyarakat yang menolak. Pemerintah daerah ada dalam posisi dilema. Di satu sisi ini aset provinsi, tapi di sisi lain ada masyarakat yang menolak,”ujarnya.

Pemda Mabar, katanya, akan memfasilitasi aspirasi masyarakat yang menolak rencana pemerintah provinsi mengalihkan pengelolaan pantai Pede kepada investor swasta. Karena itu, menurut dia, sebaiknya memang agenda sosialisasi yang direncanakan pemerintah provinsi segera dilakukan.

“Dengan itu, bisa kelihatan apa untung dan ruginya bila aset itu dikelola swasta,”ujarnya.

Aleks menduga, rencana sosilisasi yang mengalami beberapa kali penundaan terjadi karena mempertimbangkan adanya situasi penolakan yang terjadi di masyarakat. (PTD/Floresa)

spot_img

Artikel Terkini