Korupsi Dana Pendidikan, Bupati Sabu Raijua Jadi Tersangka

Marthen Dira Tome, Bupati Sabu Raijua.
Marthen Dira Tome, Bupati Sabu Raijua.

Floresa.co – Komisi Pemberantasan Korupsi tampaknya sudah mulai memberi perhatian khusus pada kasus korupsi di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), yang selama disebut-sebut sebagai salah satu kabupaten terkorup di Indonesia.

Pejabat publik yang kena sasaran bidikan KPK adalah Marthen Dira Tome, Bupati Sabu Raijua. Ia sudah resmin jadi tersangka pada Senin (17/11/2014) terkait dugaan tindak pidana korupsi dana Pendidikan Luar Sekolah (PLS).

Johan Budi, Juru Bicara KPK mengatakan, penetapan Marthen dilakukan setelah dilakukan penyelidikan perkara yang merupakan hasil koordinasi supervisi antara KPK dengan Kejaksaan Tinggi NTT.

“Setelah dilakukan penyelidikan lebih lanjut maka ditetapkan tersangka terkait dengan dana pendidikan luar sekolah (PLS),” kata Johan di gedung KPK Jakarta, Senin.

Kasus yang menjerat Marthen terjadi saat ia masih menjabat sebagai Kepala Subdinas PLS Provinsi NTT MDT, di mana ia saat itu menjadi Pejabat Pembuat Komitmen.

Ada satu orang lain yang menurut Johan dapat dimintai pertangggungjawaban pidana, namun ia telah meninggal dunia yaitu John Manulangga, mantan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT.

Johan menjelaskan, PLS merupakan dana dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT pada 2007 yang diambil dari dana APBN.

“Pada 2007 ada dana yang disebut dekonsentrasi APBN sebesar Rp77,6 miliar yang terdiri atas program pendidikan formal dan informal, program Pendidikan Anak Usia Dasar (PAUD), program pengembangan budaya baca dan program manajemen pengembangan pendidikan,” tambah Johan.

Terhadap Marthen, KPK menyangkakan pasal 2 ayat (1) subsider pasal 3 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1.

Pasal tersebut mengatur mengenai setiap orang yang melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara, maupun setiap orang yang penyalahgunaan kewenangan karena jabatan yang dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara. Ancaman pelaku yang terbukti melanggar pasal tersebut adalah pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar. (ARL/Floresa)

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini.

spot_img
spot_img

Artikel Terkini