Di Lembata, Polisi Diduga Jadi Mafia Proyek

Ilustrasi
Ilustrasi

Floresa.co – Anggota kepolisian di Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT) diduga terlibat dalam mafia proyek.

Hal ini terungkap dalam penelusuran Floresbangkit.com, sebagaimana diberitakan pada Sabtu, (8/11/2014). Dalam laporannya, media tersebut mengutip pernyataan salah seorang perempuan paru baya asal Sulawesi yang mengaku datang ke Lembata karena dijanjikan kerja proyek oleh salah satu oknum perwira di Polres Lembata.

Perempuan tersebut, yang minta agar namanya tidak ditulis, menuturkan, sebelum ke Lembata dirinya bekerja di Larantuka, Kabupaten Flores Timur. Namun, katanya sang perwira memintanya untuk datang ke Lembata.

Kendati tidak punya perusahan, namun dia yakin, bisa mendapat pekerjaan proyek karena dijanjikan oleh oknum perwira. Sayangnya hingga kini, janji proyek itu belum terlaksana.

“Saya datang karena di minta beliau, katanya mau kerja proyek disini. Kami sempat bertemu konsultan, saya bilang, saya tidak punya bendera tetapi konsultan janji akan carikan untuk saya bendera di Kupang, Eh…taunya sampai sekarang saya tidak dikasih pekerjaan,” tutur perempuan itu yang tinggal di Wangatoa Utara.

Kendati belum mendapat pekerjaan, dia mengaku hingga sekarang dirinya masih menjalin hubungan baik dengan sang perwira.

Sebelumnya dugaan keterlibatan oknum Polres Lembata dalam proyek mencuat dalam kasus pemukulan oleh oknum polisi berinisial JM terhadap dua buruh bangunan yang mengerjakan proyek rehabilitasi ruang kelas SMA Negeri I Kecamatan Nubatukan.

Mereka dipukul lantara protes kepada kepala tukang yang juga bertindak sebagai pemborong, karena ada keanehan terkait laporan biaya makan mereka yang mencapai Rp 5 juta untuk lima orang pekerja selama tiga Minggu.

Mereka menganggap laporan itu tidak masuk akal, karena tidak sebanding dengan jenis makanan yang mereka dapat.

“Kepala tukang sampaikan ke kami bahwa selama tiga minggu kerja ini kami sudah habiskan uang sebesar 5 juta untuk biaya makan. Kami pikir itu tidak masuk akal, dan anehnya ada nota beras yang kami beli dengan harga 20 ribu tetapi tercatat dalam nota bon dengan harga 30 ribu”, kata mereka.

Keduanya lalu menulis ungkapan protes melalui di depan bangunan itu yang ditujukan untuk kepala tukang.

Tetapi anehnya, Jm yang mereka kenal sebagai orang yang selalu datang mengawasi pekerjaan malah kebakaran jenggot lalu menganiaya mereka.

”Dia tendang saya di perut satu kali, tetapi Vian kena tampar dan tendang berkali-kali,” kata Kus  diamini dua rekannya.

Tindakan Jm dilihat juga oleh guru-guru SMAN I Nubatukan. Penganiyaan itu baru berhenti setelah beberapa guru datang menegur JM.

“Kami lihat dia pukul dan tendang anak-anak kerja di situ, dia juga omong dengan suara keras dan sangat menggangu proses belajar yang saat itu sedang terjadi,” kata salah satu guru.

Terkait pemegang tender proyek itu, Kepala Sekolah SMA I Nubatukan Tubun Theodorus, mengaku, tidak tidak tahu dengan proses juga pagu dananya. Apalagi, di lokasi proyekpun tak terlihat papan nama.

Ketika dikonfirmsi, apakah pemukulan yang dilakukan JM terkait dengan aksi protes dua buruh kepada kepala tukang, ia menyangkal.

“Saya tidak ada urusan dengan proyek itu, memang sering datang ke situ karena yang kerja proyek itu adalah teman saya”, katanya.

Katanya, pemukulan itu berkaitan dengan hutang piutang pribadi antara dirinya dan salah satu pekerja proyek.

“Betul saya ada tampar dua anak yang kerja disitu, mereka itu saya sudah anggap sebagai adik sendiri. Saya kesal karena Vandi itu pernah kerja saya punya rumah, tetapi setelah saya kasi mereka uang 4 juta lalu mereka lari kasi tinggal pekerjaan dan sampai sekarang rumah saya belum selesai”, kata JM.

Ia menambahkan, saat saya datang ke sekolah tadi pagi, saya lihat dia itu yang membuat saya marah jadi saya tampar. Tidak benar kalau saya sampai tendang dan pukul berkali-kali. Saya tampar mereka dua itu satu kali,” kilah Jm.

Namun, masih ada pertanyaan tersisa, terkait siapa sebenarnya pemegang tender proyek itu. Meski JM menyangkal, namun ada pengakuan menarik dari Tubun.

“Tendernya di Dinas PPO jadi saya tidak tahu prosesnya bagaimana, dan pagunya berapa. Saya hanya tau, saat mau kerja pak Jm itu sempat bertemu saya dan dia bilang kalau dia yang dapat pekerjaan rehab ruang kelas di sini,” katanya. (ARL/Floresa)

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini.

spot_img
spot_img

Artikel Terkini