Kapolda NTT Bantah Polisi Beking Perusahan Tambang

Kapolda NTT Endang Sunjaya, usai bertatap muka dengan petinggi Polres Manggarai di depan Aula Missio STKIP Ruteng, Minggu (21/9/2014). (Foto: Floresa/Ardy Abba)
Kapolda NTT Endang Sunjaya, usai bertatap muka dengan petinggi Polres Manggarai di depan Aula Missio STKIP Ruteng, Minggu (21/9/2014). (Foto: Floresa/Ardy Abba)

Ruteng, Floresa.co – Menanggapi tudingan yang beredar saat ini bahwa polisi membekingi perusahan tambang dalam konflik dengan warga di Kabupaten Mangggarai Timur, Kapolda NTT, Endang Sunjaya dalam kesempatan kunjugan kerja ke Polres Manggarai membantah hal tersebut.

Kepada para wartawan, usai pertemuan dengan sejumlah petinggi Polres Manggarai di Aula Missio Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) St.Paulus Ruteng, Minggu (21/9/14), Endang menyatakan, dalam menjalankan tugasnya, polisi sebagai penegak keamanan tentu menjalankan tugas sesuai aturan yang berlaku.

“Sekarang pelanggarannya apa? Izin-izinnya sudah resmi. Yang tidak resmi apa? Kalau ada izinan tidak resmi dan aturan yang salah, tolong kasih tahu ke saya,” tegas Endang, menyinggung soal izin yang sudah dimiliki perusahan tambang.

Ketika ditanyai seputar komitmen Polda NTT terhadap permasalahan tambang di Manggarai Timur yang saat ini hangat, Endang menegaskan, polisi akan netral dan tidak memihak ke siapa pun.

Ia menegaskan, pihaknya akan tetap mempersilahkan masyarakat untuk menyampaikan pengaduan-pengaduan terkait masalah tambang di kabupaten yang sedang dipimpin Bupati Yosef Tote itu.

Jika ditemukan anggota polisi melakukan pelanggaran, kata dia, akan dilakukan penanganan ke proses hukum.

“Kita minta (polisi – red) jangan berpihak. Polisi akan lindungi dua sisi. Kita hanya memihak pada kebenaran. Siapa yang melanggar hukum, itu yang kita tindak,” kata Endang.

Ia juga memerintahkan Polres Manggarai untuk menangani masalah dengan bijaksana.

Sebagaimana diberitakan, akhir-akhir ini, netralitas polisi di Polres Manggarai memang dipertanyakan sejumlah pihak.

Pada Sabtu (13/9/2014), misalnya polisi dianggap membela kepentingan perusahan tambang PT Aditya Bumi Pertambangan saat insiden di Kampung Tumbak, Desa Satar Punda, Kecamatan Lamba Leda, di mana sejumlah warga dan Kordinator JPIC SVD Pastor Simon Suban Tukan SVD dilaporkan menjadi korban kekerasan.

Menanggapi insiden itu, sejumlah LSM dan Gereja Katolik di Keuskupan Ruteng menilai polisi sudah terang-terangan tidak pada posisi netral dalam persoalan pertambangan.

Vivat Indonesia dan sejumlah organisasi di Jakarta termasuk Human Rights Working Group (HRWG) rencananya hari ini melapor kasus ini ke Komnas HAM dan selanjutnya ke Irwasum Polri, Propam, Ombudsman dan Kompolnas.

 

spot_img

Artikel Terkini