Kemenangan Jokowi-JK di Manggarai dan Rontoknya Pengaruh Rotok

Floresa.co – Hasil Pilpres di Kabupaten Manggarai yang diumumkan Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD), Rabu (16/7/2014) menyisahkan catatan penting.

Sebelum Pilpres, cukup santer dibicarakan publik, Manggarai akan dimenangkan oleh pasangan Prabowo-Hatta, atau minimal di kabupaten tersebut, suara Prabowo-Hatta dan Jokowi-JK seri.

Ada alasan logis di balik asumsi itu, mengingat Bupati Manggarai Cristian Rotok adalah kader Gerindra. Ia juga merupakan Koordinator Pemenangan Prabowo-Hatta untuk Flores, Lembata dan Alor.

Pengaruh Rotok diperkirakan akan mampu menggaet simpati warga Manggarai pada Prabowo-Hatta, calon yang diusung Gerindra dan sejumlah partai anggota Koalisi Merah Putih.

Dalam banyak kesempatan, bahkan Rotok kerap sesumbar, pihaknya akan bisa meraih minimal 60 persen suara. Itu artinya, maksimal Jokowi-JK hanya bisa meraih 40 persen suara.

Ambisi Rotok sempat membuatnya mengeluarkan kata-kata pedas pada Jokowi-JK. “Jokowi-JK  itu suka mengingkari janji. Lebih baik mati daripada bergaul dengan orang kotor seperti mereka,” begitu kata Rotok, Jumat (27/6/2014) lalu.

Bahkan, ia sempat bersitegang dengan petingginya, Gubernur NTT Frans Lebu Raya yang merupakan Ketua Tim Pemenangan Jokowi-JK untuk NTT. Rotok pernah menuduh Lebu Raya menggunakan kesempatan kunjungan kerja untuk berkampanye.

Namun, data perhitungan KPUD terkait hasil Pilpres 9 Juli lalu benar-benar menjadi tamparan keras terhadap Rotok.

Tragisnya, perolehan suara Prabowo-Hatta di Manggarai terbilang kalah telak. Ia hanya meraih 25,90 persen suara. Sementara Jokowi-JK mendapat 74,10 persen.

Jumlah suara Prabowo-Hatta di Kabupaten Manggarai pun justeru menjadi paling sedikit  untuk Manggarai Raya, mengingat di Manggarai Timur, ia mendapat 26,41 persen dan di Manggarai Barat, ia meraih 27,34 persen suara.

Rontoknya Pengaruh Rotok

Mengamati fenomena kemenangan Jokowi-JK ini, pengamat politik Lucius Karus mengatakan, hal itu memperlihatkan masyarakat yang sudah cerdas, rasional dan menggunakan nurani dalam menentukan pilihan.

“Ketika rasio dan nurani yang terlepas dari kepentingan-kepentingan pragmatis menjadi panglima, maka rakyat tak peduli lagi dengan kampanye sekelas bupati yang sudah pasti hanya pepesan kosong,” tegasnya kepada Floresa, Kamis (17/7/2014).

Menurut Lucius, berbeda dengan Pemilihan Legislatif (Pileg), dimana kecenderungan masyarakat menggunakan emosi sebagai penentu keputusan sangat tinggi, pada saat Pilpres, dengan alternatif hanya ada dua pasangan calon, keputusan pemilih mulai sedikit lebih rasional.

“Ketika logika dan rasio menjadi dasar pertimbangan, maka emosi dan sentimen suku, agama, partai dan seterusnya hanya menjadi sesuatu yang komplementer atau pelengkap”.

Lebih lanjut ia menegaskan, fenomena ini juga memperlihatkan, sebenarnya Bupati Rotok tidak hebat-hebat amat dan juga sangat mungkin elektabilitasnya memang tak seberapa.

“Dia tak beda dengan pemimpin-pemimpin lain yang menikmati kursi kekuasaan sebagai penguasa, bukan sebagai pelayan”, katanya. “Itulah yang kemudian membuat apa yang keluar dari mulutnya tak lagi dianggap sebagai sesuatu yang kredibel. Rakyat lebih cerdas dari pemimpinnya.”

Sementara itu, Chelluz Pahun, Sekjen DPP Duta Joko Widodo mengatakan, kemenangan Jokowi-JK di Manggarai tak lepas dari kedekatan emosional masyarakat dengan gaya kepemimpinan Jokowi.

Ia menjelaskan, ketika mengenal Jokowi, orang-orang Manggarai mengenang kembali para pastor yang dulu menjadi misionaris dan kerap mengunjungi warga di kampung-kampung.

Gaya pastoral para pastor itu, kata dia, sama dengan pola kemimpinan Jokowi yang kerap blusukan. “Orang Manggarai sejak dulu sudah terbiasa dengan blusukan. Istilahnya saja yang beda”, katanya.

Menurut Chelluz, kebiasaan para pastor melakukan pelayanan dengan menyapa umat, memberi harapan bagi mereka yang kehilangan harapan, menghibur mereka yang berduka, sehingga terjalinlah dialog personal seolah mengalami reproduksi dalam diri Jokowi.

“Orang Manggarai sebenarnya merindukan pemimpin seperti itu. Dan, kerinduan mereka terjawab dengan kehadiran sosok seperti Jokowi”, ungkapnya.

Karena itu, kata dia, Rotok tentu tidak mampu membendung rasa simpati rakyat Manggarai pada Jokowi, dengan propaganda yang dititipkan dari kaki tangan Prabowo.

Bahan Evaluasi

Kata Chelluz, kemenangan Jokowi-JK juga harus dilihat lebih jauh sebagai kesempatan bagi Rotok untuk mengevaluasi kinerja selama ini. “Hilangnya pengaruh Rotok, menunjukkan bahwa suaranya tak lagi didengar oleh rakyat”, katanya.

Ia menjelaskan, logikanya, Rotok yang sudah 2 periode memimpin Manggarai seharusnya lebih didengar. “Tapi faktanya lain. Meski Jokowi tak pernah ke Manggarai, tapi rakyat lebih mencintai Jokowi ketimbang Rotok”, ungkap Chelluz. “Saatnya rotok berkaca diri dengan realitas ini. Saya anjurkan Rotok belajar pada Jokowi.”

Sementara itu, Cypri Jehan Paju Dale dari Sunspirit for Justice and Peace, sebuah LSM yang berbasis di Labuan Bajo mengatakan, dengan dipilihnya Jokowi, ini salah satu bukti masyarakat Manggarai menginginkan perubahan dalam cara kerja kepala daerah dan birokrasi.

“Mereka tahu rekam jejak Jokowi sebagai kepala daerah saat menjadi walikota dan gubernur. Masyarakat menghendaki mentalitas dan cara kerja kepala daerah di Manggarai Raya sama seperti Jokowi”, katanya.

Ia menjelaskan, karena itulah kendati Rotok aktif berkampanye untuk Prabowo, masyarakat tidak mau dengar.

“Tindakan akan bebicara lebih banyak dari sekedar-kata-kata. Tindakan Jokowi lebih menarik daripada kampanye manapun”, tegasnya.

Menurut dia, dari fakta, hal yang perlu dipelajari adalah, perlunya revolusi mental – sebagaimana digagas Jokowi – bagi pemimpin daerah dan birokrasi, karena itulah yang dikehendaki rakyat.

“Mereka menghendaki mental dan cara kerja seperti Jokowi, yang bersahaja, berpihak pada rakyat, anti korupsi dan lebih banyak kerja daripada bicara”, tegas Cypri.

“Ini harus jadi catatan untuk Bupati Rorok, seluruh birokrasi dan calon-calon bupati berikut.”

spot_img
spot_img

Artikel Terkini