Cabut Izin PT Nusa Lontar Resources!

Ini adalah foto kaki salah satu orang dewasa yang terkenan pernyakit kulit setelah mandi di kali Leowalu. (Foto: G-Prok)
Ini adalah foto kaki salah satu orang dewasa yang terkenan pernyakit kulit setelah mandi di kali Leowalu. (Foto: G-Prok)

Floresa.co – Organisasi pemuda dan pemerhati lingkungan mendesak Pemerintah Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur (NTT) mencabut izin PT Nusa Lontar Resources pasca ribuan warga ditemukan menderita penyakit kulit karena diduga terkontaminasi limbah perusahan tambang mangan itu.

Primus Marianto Nahak dari Forum Pemuda NTT Penggerak Keadilan dan Perdamaian (Penggerak) menjelaskan, kasus tambang di Belu yang menimpa masyarakat di Dusun Aitameak, dan tiga desa lainnya yakni Desa Ekin, Sisifatuberal dan Lutarato, Kecamatan Lamaknen Selatan mengindikasikan secara jelas bahwa aktivitas pertambangan sama sekali tidak mensejahterahkan masyarakat.

“Malah yang ada adalah kematian masa depan generasi muda. Pemerintah Belu harus segera mencabut izin yang sudah diberikan”, katanya kepada Floresa, Sabtu (17/5/2014).

Ia menilai, Pemkab Belu lamban menyikapi persoalan ini, padahal keluhan adanya warga yang menderita penyakit kulit sudah mencuat beberapa bulan lalu.

“Reaksi yang lamban dari pemerintah menunjukkan bahwa pemerintahan lebih mengutamakan investor daripada masyarakatnya”, ungkapnya.

Ia juga mengecam tindakan oknum yang mengancam pastor di Atambua, karena upaya sejumlah pastor memprotes perusahan itu.

“Polisi harus segera cari tahu yang SMS dan memberikan kepastian keamanan bagi pastor karena pastor berjuang untuk menyuarakan kebenaran demi masyarakat”, kata Primus merujuk pada ancaman yang diterima Romo Inosensius Nahak Pr, Pastor Paroki Nualain via SMS oleh orang tak dikenal pada Selasa (13/5/2014) lalu.

Yustinus Patris Paat, Sekjen Formadda menambahkan, mereka mendukung penuh gerakan tolak tambang kelompok Gerakan Pro-Kehidupan (G- Prok) yang terdiri dari para pastor dan suster di Belu.

“Korporasi tambang merupakan monster yang berdiri di atas dua kaki yang kokoh, yakni kapitalis dan pemerintah. Oleh karena itu, perlu ada konsolidasi gerakan yang melibatkan semua elemen masyaraakat” tandas Yustinus.

Ia mendukung konsolidasi gerakan yang dilakukan melalui unjuk rasa, wacana melalui media massa, kajian ilmiah, diskusi publik, seminar dan advokasi masyarakat lingkar tambang.

“Semuanya harus berjalan bersama dan berbagai elemen yang terlibat dalam gerakan ini harus terkonsolidasi dengan baik”, jelasnya

Sementara itu, Melky Nahar, Manager Kampanye Walhi NTT menegaskan, fakta hasil investigasi menunjukkan, PT Nusa Lontar Resources melakukan aktivitas penambangan di kawasan pemukiman warga.

“Hal ini jelas melanggar Undang-undang (UU) Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Pasal 134 ayat (2) dan UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara”, katanya.

Substansi UU tersebut, kata dia, hampir sama yakni perusahaan dilarang melakukan aktivitas pertambangan di lokasi yang dilarang menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

“Pemkab Kabupaten Belu harus segera mencabut IUP perusahan ini”, tegasnya. “Apabila Penjabat Bupati Belu masih ngotot dengan membiarkan perusahaan mengobrak-abrik pemukiman warga, itu berarti bahwa Bupati, DPRD, Dinas Pertambangan, Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Belu sudah menjadi mafia dan mendapatkan fee dari PT Nusa Lontar Resources”, lanjut Melky.

Ia menegaskan, Walhi NTT bersama puluhan elemen dan warga lingkar tambang akan menduduki lokasi tambang dan mengusir paksa PT Nusa Lontar Resources, jika tuntutan ini diabaikan.

 

spot_img

Artikel Terkini