Getrudis Naus: Perempuan Tangguh di Tanah Komodo

Getrudis Naus
Getrudis Naus

Meski hanya berbakal ijazah SMA, Getrudis Naus tak merasa rendah diri. Ia malah melihat itu sebagai hal membanggakan, mengingat kini, dirinya menjadi perempuan pengusaha biro perjalanan wisata yang terbilang sukses.

Berkomitmen pada pilihan pribadi dan bekerja keras menjadi kunci sukses bagi perempuan 43 tahun ini.

Awal keinginannya untuk terjun ke dunia pariwisata muncul kala ia tamat dari SMP Santo Vitalis Sita, Manggarai Timur.

Upaya mewujudkan hal itu tidaklah mulus, berhubung Getrudis harus melawan kedua orangtua yang memiliki rencana berbeda untuk masa depannya.

Orangtuanya bersikeras agar ia masuk ke SMAK Pancasila di Borong. ”Sementara saya ingin masuk Sekolah Menengah Industri Pariwisata (SMIP) Sadar Wisata Ruteng”, katannya ketika ditemui Floresa di kantornya di Labuan Bajo.

Tak ada titik temu antara dia dan orangtuanya. Lantas, ia memilih tidak melanjutkan sekolah, meski orangtuanya sudah mendaftar dia ke SMAK Pancasila.

Sehari-hari ia melewati waktu di rumah. Meski demikian, dalam dirinya, masih ada dorongan untuk sekolah. ”Yang pasti bukan ke sekolah lain, tapi ke SMIP”, katanya.

Beruntung kala itu, kakaknya Bonaventura Rumat yang baru datang dari Kupang membaca tekad kuat dalam`diri Getrudis.

”Ia meminta saya mendaftar dan mengikuti testing di SMIP. Saya dinyatakan lulus”, ujarnya. Di sekolah kejuruan tersebut, ia memilih jurusan perhotelan.

Di situlah, ia menanam tekad dalam hati, ”Saya harus menjadi obor dalam keluarga.”

Ia juga berjanji dengan dirinya sendiri, bahwa kelak, akan membiayai pendidikan adik-adiknya hingga ke perguruan tinggi.

Semasa di SMIP, ia sempat praktek di Hotel Golo Hiltop Labuan Bajo. Di hotel ini ia mendapat sejumah penghargaan, karena kemahirannya berbahasa Inggris.

Jadi Guide

Pada 1999, sebuah panggilan telepon dari seseorang di Negara Swedia ke Restaurant Philemon – dimana Getrudis bekerja usai tamat dari SMIP – menjadi awal perubahan perjalanan karirnya.

Setelah berkenalan via telpon, ternyata itu adalah seorang wartawan bernama Hans Arpan. Sebenarnya, Arpan mau menelepon pihak Balai Taman Nasional Komodo (BTNK) untuk meminta data dan informasi tentang binatang komodo. Namun, teleponnya nyasar ke Restaurant Philemon.

Komunikasinya dengan Arpan sangat lancar. Sehingga, ketika beberapa bulan kemudian, Arpan mengunjungi Labuan Bajo, ia langsung mencari Getrudis untuk memandunya.

Orang Swedia itulah yang kemudian menginspirasi dia membuka biro perjalanan dan meninggalkan pekerjaan di hotel.

”Getrudis, kamu perempuan yang sangat pintar. Coba kamu berani mengambil keputusan untuk membuka usaha perjalanan wisata”, begitu pujian dan usulan Arpan.

Hal itu membuatnya berpikir, tapi kemudian masih belum berani mengambil keputusan.

Dorongan untuk mengiyakan kata-kata Arpan menguat ketika dirinya mendengar, Arpan menulis namanya di koran di Swedia.

”Ia menulis, kalau mengunjungi Indonesia khususnya di kota Labuan Bajo untuk dipandu mengelilingi Taman Nasional Komodo, ada pemandu wisata perempuan yang sangat cerdas di sana”, katanya. ”Ia merekomendasikan saya kepada orang-orang di Swedia”.

Hal itu memang memberinya berkah. Ia makin terkenal. ”Tamu asing selalu meminta tenaga saya untuk memandu mereka”.

Biro Wisata

Tahun 2000 menjadi titik awal usahanya. Ia mulai membuka sebuah usaha biro perjalanan wisata dan mendapat akta notaris setahun kemudian.

Mula-mula, ia mengantar tamu lepas (walking guest). Hal itu ia kerjakan hingga 2003. Tahun 2004, ia memutuskan membuka secara resmi kantor Getrudis Tour and Travel Agency.

Berkat keuletannya bekerja yang dibantu seorang staf Alexander Belung, pada 2005, ia membeli sebidang tanah di Jalan Firdaus, dekat Bandara Komodo.

Melihat banyak tamu semakin mengenali biro perjalanannya, ia memberanikan diri ke Bali demi membangun kerjasama dengan agen lain di Pulau Dewata itu.

Tahun 2006, ia membeli fasilitas pendukung kantor berupa kapal laut berkapasitas 4-6 orang.

Setahun kemudian, ia juga bekerja sama dengan Swiss Contact untuk memperkenalkan obyek wisata lain di Flores.

Hal mengesankan dalam tugasnya sebagai guide terjadi pada 20007, dimana ia mampu mengantar 1000 orang tamu mengunjungi Manggarai Barat dan Pulau Flores. Lalu pada 2009, ia mampu menangani tamu-tamu kapal pesiar sebanyak enam kali masuk di BTNK dengan kapasitas satu kapal 1.500 orang.

Kepercayaan tamu asing dan domestik terhadap perusahaannya terus meningkat. Ia pun terus menambah fasilitas perusahaan dengan membeli kendaraan roda dua dan roda empat. Di samping usaha memandu wisata, ia juga membuka bisnis sewa kamar sebanyak delapan kamar.

Selama 2010-2012, perusahaannya semakin maju. Ia tidak hanya melayani wisatawan yang ke Manggarai Barat, tetapi juga ke seluruh Flores.

”Peningkatan keuntungan perusahaan terus maju sehingga 2013 saya mampu membangun rumah sendiri dan membeli tanah di wilayah Gorontalo,” tuturnya.

Untuk menambahkan pengetahuan dan membangun relasi, Getrudis selalu mengikuti kegiatan seminar dan lokakarya. Ia mengaku, dengan itu wawasannya semakin luas.

Melihat apa yang sudah dicapainya kini, Getrudis menegaskan, kaum perempuan bisa sukses dan berwiraswasta, asalkan punya keberanian.

Ia berharap, makin banyak kaum perempuan yang mau berwiraswasta, sehingga kesan bahwa perempuan Manggarai dan Flores umumnya terbelakang bisa segera hilang.

”Perempuan itu setara dengan kaum laki-laki, sebab antara kaum laki-laki dan kaum perempuan sama-sama dilahirkan dan dikandung dalam rahim seorang ibu,” ungkapnya.

Ia memang mengaku, selama ini banyak kaum perempuan sulit berkembang karena masih dianggap sebagai kelompok kelas dua dalam kehidupan keluarga dan dalam masyarakat.

”Anggapan demikian perlu ditinggalkan”, katanya yakin.

Hal itu memang sudah dibuktikan sendiri oleh Getrudis. Perpaduan antara keberanian, kecerdasan dan komitmennya untuk keluar dari zona nyaman membuatnya berani merintis usaha.

Dan, buahnya kini ia rasakan. Ia tak kuasa menyembunyikan rasa bangga di raut mukanya setelah seorang adiknya yang ia biayai bisa lulus master (S2) di salah satu Universitas di Malang.

Ia ingat janjinya dulu saat masuk SMIP, bahwa kelak ia akan membantu pendidikan adik-adiknya.***

Artikel ini sudah pernah dimuat di Majalah FLORESA, Edisi April

 

 

spot_img
spot_img

Artikel Terkini