Delapan Perusahaan yang Beroperasi Dalam Taman Nasional Komodo

Labuan Bajo, Floresa.co –  Terdapat sekitar depalan perusahaan yang sudah menginjakkan kakinya di kawasan Taman Nasional Komodo (TNK), wilayah konservasi binatang purba Komodo. Perusahaa-perusahaan tersebut mendapatkan izin dan proses lanjutannya dari otoritas terkait mulai sekitar tahun 2000 hingga 2018.

Dilansir dari sunspiritforjustice.org, 4 Agustus 2018, perusahaan pertama yang masuk ialah PT Putri Naga Komodo (PNK). PT PNK beroperasi  pada 2003, dengan mengantongi SK Kemenhut Nomor 195/Menhut – II/2004  tanggal 9 September 2003.

“PT PKN mendapatkan izin untuk Pengusahaan Pariwisata Alam (IPPA) selama 30 tahun terhitung sejak 2004 sampai dengan 2034,” demikian dilansir.

PT PNK merupakan joint-venture  atua perusahaan kerjasama antara PT Jayatsa Putrindo dan The Nature Conservancy.

“Namun setelah 10 tahun beroperasi, perusahaan ini kemudian bubar tanpa ada pertanggungjawaban publik yang jelas. Yang muncul ke publik justru konflik antara perusahaan dan departemen keuangan terkait dana konservasi sejumlah 16 miliar rupiah,” demikian dijelaskan.

Baca Juga: Konservasi vs Investasi

Setelah PT PNK bubar, muncul tujuh perusahan baru yang juga mengajukan permohonan Izin Pengusahaan Pariwisata Alam. Perusahaan-perusahaan itu antara lain: PT Komodo Wildlife Ecotourism dengan tanggal pengajuan,  25 April 2011; PT Kirana Satya Abadi dengan tanggal pengajuan, 25 Juni 2012; PT Perdana Surya Dinamika dengan tanggal pengajuan, 25 Juni 2012 serta PT Sinar Cahaya Kemuliaan, dengan tanggal pengajuan 25 Juni 2012.

Lalu, ada juga PT Segara Komodo Lestari dengan tanggal pengajuan,  24 Oktober 2012 serta PT Inti Selaras Abadi dengan tanggal pengajuan, 24 Oktober 2012; PT Karang Permai Propertindo pada 2013.

Dari tujuh perusahaan itu hingga Juli 2018, ada dua perusahaan sudah mendapat izin yakni PT Komodo Wildlife Ecotourism dengan SK Kemenhut No. 796/Menhut/II/2013. Perusahaan itu beroperasi di Pulau Padar dan Loh Liang, Pulau Komodo.

Sementara itu, PT Segara Komodo Lestari (SKL) dengan SK Kemenhut No. 5.557/Menhut/II/2013  tanggal 9  September 2013 beroperasi di Loh Buaya di Pulau Rinca.

Sumber: Sunspiritforjusticeandpeace.org.

Izin yang diberikan adalah Ijin Usaha Penyediaan Sarana Wisata Alam (IUPSWA). IUPSWA adalah izin usaha yang diberikan untuk penyediaan fasilitas sarana serta pelayanannya yang diperlukan dalam kegiatan pariwisata alam.

Proses perizinan UPSWA diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P. 1/ 2015  tentang Perubahan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P. 97/ Menhut-II/ 2014  tentang Pendelegasian Wewenang Pemberian Perizinan dan Non Perizinan di Bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam Rangka Pelaksanaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kepada Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal.

Peraturan Menteri tersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.7/2015 tentang Petunjuk Teknis Pemberian Perizinan dan Non Perizinan di Bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu.

Baca Juga: Polemik Pembangunan di TNK: DPRD Tegas Menolak, Bupati Tak Berdaya

“IUPSWA terdiri dari, pertama, usaha sarana wisata tirta; kedua, usaha sarana akomodasi; ketiga, Usaha sarana transportasi; keempat, usaha sarana wisata petualangan; lima, usaha sarana olahraga minat khusus.”

“IUPSWA diberikan untuk jangka waktu 55 tahun, dan dapat diajukan oleh BUMN/BUMD/BUMS dan Koperasi,” demikian dijelaskan.

Pada 2017, PT KWE merealisasikan proyeknya. Bersama pemerintah. PT KWE melakukan kerjasama pembangunan rumah Pembangkit Listrik Tenaga Hybrid PT PLN (Persero) di Pulau Komodo (koordinat S 8.58797ºdan E 119.49455º) dengan luas ±2.240 m².

“Bahkan ketika itu, tepatnya tanggal 12 Juni 2017 dilakukan penandatanganan naskah Perjanjian Kerjasama antara Kepala Balai Taman Nasional Komodo (BTNK) atas nama Direktur Jenderal KSDAE dengan General Manajer PT PLN (Persero) Wilayah NTT di Hotel La Prima, Labuan Bajo, Kab. Manggarai Barat, NTT,” demikian dilansir.

Sementara PT SKL baru mulai merealisasikan proyeknya terhitung sejak Juni 2018, setelah mendapat izin dari BKPBKPM No. 7/1/IUPSWA/PMDN/2015 dan SK BTNK No. 169/T.17/TU/KSA/04/2018 yang membangun fasilitas/ sarana wisata alam di Loh Buaya Pulau Rinca.

Baca Juga: Ini Alasan Warga Manggarai Barat Tolak Sarana Wisata di Habitat Komodo

Sampai dengan Juli 2018, kedua perusahaan di atas sudah merealisasikan proyeknya. Namun, hingga kini, belum ada kabar lanjutan apakah izin kedua perusahaan itu sudah atau belum dicabut.

Pada Agustus 2018, masyarakat sipil di Labuan Bajo, yang terdiri dari guide, pengusaha dan karyawan hotel dan kelompok-kelompok pelaku wisata lainnya  menggelar demonstrasi menolak kehadiran perusahaan tersebut hingga melakukan audiensi di Jakarta bersama Menteri KLHK, Siti Nurbaya Bakar.

ARJ/Floresa

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di bawah ini.

Baca Juga Artikel Lainnya

Masyarakat Adat di Nagekeo Laporkan Akun Facebook yang Dinilai Hina Mereka karena Tuntut Ganti Rugi Lahan Pembangunan Waduk Lambo

Akun Facebook Beccy Azi diduga milik seorang ASN yang bekerja di lingkup Pemda Nagekeo

Pelajar SMAS St. Klaus Kuwu Gelar Diskusi terkait Pengaruh Globalisasi terhadap Budaya Manggarai

Para pemateri menyoroti fenomena globalisasi yang kian mengancam eksistensi budaya lokal Manggarai dalam pelbagai aspek

Was-was Manipulasi Informasi Terkait Proyek Geotermal Poco Leok

Temuan Floresa mengungkapkan manipulasi informasi adalah salah satu dari berbagai “upaya paksa” meloloskan proyek tersebut.