Tulis Tentang “Susah Sinyal” di Elar, Markus Makur Dapat Penghargaan dari Kominfo

Baca Juga

Jakarta, Floresa.coMarkus Makur, wartawan lepas yang berbasis di Kabupaten Manggarai Timur mendapat penghargaan dari Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) atas artikelnya yang mengulas soal sulitnya mencari sinyal telepon seluler di wilayah Elar.

Artikelnya berjudul “Mencari Sinyal di Dinding Jendela Rumah” yang dipublikasi di Kompas.com pada 4 Februari 2018 meraih juara dua untuk kategori media online. Juara pertama dan ketiga untuk kategori yang sama diraih oleh jurnalis CNN Indonesia dan Republika.co.id.

Markus menerima penghargaan itu dalam acara “Anugerah Jurnalistik Kominfo 2018” yang digelar di Jakarta, Rabu, 28 November 2018. Ini merupakan penghargaan pertama yang diraihnya di level nasional.

Selain mendapat sertifikat, Markus yang mengenakan pakaian adat Manggarai, juga menerima hadiah uang tunai Rp 10 juta.

Ia menyebut penghargaan itu sebagai hal yang memacu dan memicunya “sebagai jurnalis di pelosok negeri Indonesia untuk mengangkat kisah-kisah ketertinggalan infrastruktur dan sarana telekomunikasi.”

“Saya berterima kasih kepada media Kompas.com yang memberikan kepercayaan kepada saya sebagai wartawan dan kontributor di pelosok Nusa Tenggara Timur,” katanya kepada Floresa.co.

Tulisan Markus mengupas soal sulitnya mencari sinyal telepon seluler di Kampung Kelok, Kelurahan Tiwu Kondo, Kecamatan Elar. Namun, di kampung itu, ada satu tempat yang dijangkau sinyal, yaitu di jendela rumah salah satu warga. Di tempat itulah biasanya orang mengoperasikan telepon seluler, baik untuk berkomunikasi maupun mengakses internet.

Elar termasuk daerah yang masih mengalami banyak ketertinggalan dalam hal infrastruktur. Jarak tempuh dari Borong, ibukota Matim ke kota kecamatan Elar sekitar 102 kilometer, belum termasuk ke kampung-kampung dan pelosok-pelosok. Kondisi jalan ke wilayah itu sangat buruk.

Markus menyatakan terima kasih kepada warga di Kecamatan Elar dan Elar Selatan, yang menjadi inspirasi dalam tulisannya.

“Penderitaan mereka menggugah kepekaan saya sebagai seorang jurnalis,” katanya.

Kepada rekan-rekannya, Markus berpesan, seorang wartawan yang berada di Tengah masyarakat yang masih tertinggal dari berbagai bidang harus memiliki kepekaan nurani dan hasrat mengangkat kondisi riil, “di samping isu-isu yang sedang berkembang dan menjadi perhatian publik.”

Markus, lulusan Akademi Bahasa Asing Atmajaya, Makassar mulai menekuni dunia jurnalistik pada 2004 dengan bergabung menjadi wartawan di Timika Pos biro Merauke Papua.

Ia tetap menekuni profesi yang sama saat pindah ke Matim pada tahun 2010, karena mengukuti istrinya, Maria Daflora Echo yang bekerja sebagai pegawai negeri sipil.

Selain di Kompas.com, tulisan-tulisan Markus juga dipublikasi sejumlah media lain, termasuk yang berbahasa Inggris, seperti The Jakarta Post yang berbasis di Jakarta dan Ucanews.com, media Katolik yang berbasis di Bangkok.

“Dalam kondisi serba terbatas di tempat saya tinggal, saya tetap teguh dalam panggilan nurani di profesi ini, sampai hembusan nafas terakhir,” kata Markus.

ARL/Floresa

Terkini