Pengacara Rensi Ambang: Denda Adat Kerbau Tidak Etis

Ruteng, Floresa.co – Meski memilih membayar denda adat yang dituntut pihak Melkior Merseden Sahamu alias Eki, pengacara Rensi Ambang, Plasidus Asis De Ornai menyebut denda seekor kerbau tidaklah etis.

Menurutnya, denda adat kerbau bukan untuk menyelesaikan kasus seperti itu, tetapi untuk mahar kawin.

“Itu kan permintaan pihak legal (pengacara) pihak sebelah, Yance dan kawan-kawan. Itu tidak etis (minta kerbau). Saya tidak melihat substasi adat Manggarai dari permintaan (kerbau) oleh pihak Eki. (Budaya Manggarai) telah bergeser,” kata Asis saat dihubungi Floresa.co, Sabtu, 27 Oktober 2018.

Sejumlah 35 juta rupiah uang dengan satu ekor kerbau diserahkan kepada Eki dan keluarga serta warga Golo Tado dan sekitarnya. Langsung oleh istri Rensi Ambang, Maria Karolina Alfa (44) kepada Tu’a Golo (kepala adat) Tado, Yosef Tote, yang mewakili Eki dan keluarganya.

BACA JUGA: Satu Ekor Kerbau dan Uang Rp 35 Juta: Denda yang Dibayar Rensi Ambang kepada Eki

Saat penyerahan denda yang dilaksanakan di kampung Eki di Golo Tado, Desa Nampar Macing, Kecamatan Sano Nggoang, Manggarai Barat (Mabar) itu, RA tidak hadir karena masih ditahan polisi sejak 26 September lalu.

Lebih jauh, Asis menjelaskan, denda yang dibayar kliennya atau yang disebut sebagai “Wunis Peheng” juga terlampau besar.

“Setahu saya, yang namanya “Wunis Peheng” itu paling besar uang 10 juta dan satu ekor babi saja,” jelas Asis.

Namun, ia memilih tidak terlalu jauh mengurus proses adat tersebut. Menurutnya, selagi keluarga RA mampu maka proses tersebut sah.

“Kalau klien saya bayar segitu, berarti mampu. Tidak jadi soal,” tutupnya.

ARJ/Floresa

spot_img

Artikel Terkini