Tiga orang korban persekusi karena dituding dukun santet di Elar: Ahmad Basri, Zakaria Hojon dan Abdul Huse. (Foto: Floresa)

Floresa.co – Senyap. Begitulah suasana bagian barat kampung Dupa, Desa Compang Soba, Kecamatan Elar, Manggarai Timur pada Selasa, 9 Oktober 2018 saat jarum jam sudah menunjuk pukul 23.00 Wita.

Penghuni beberapa rumah, termasuk keluarga Zakaria Hojon sudah tertidur pulas. Malam itu, pria 52 tahun itu ditemani Hajenang, istrinya bersama Any, putri sulungnya dan kedua cucunya.

Mereka terbangun ketika tiba-tiba tujuh orang pria menggebrak pintu rumah, masuk ke dalam kamar dan langsung menyeret Zakaria.

Zakaria mengaku mengenal ketujuh pria itu karena merupakan warga sekampungnya.

“Di antara mereka ada Kepala Dusun, Salman, dan Ketua RT, Tohir,” ujar ayah lima anak itu saat Floresa.co menyambangi rumahnya, Minggu, 14 Oktober 2018.

Ia kebingungan lalu bertanya, ‘Ada apa ini? Apa salah saya?’

Bukannya mendapat jawaban, ia malah dibentak.

“Tohir bilang, ‘Ayo ikut kami. Ternyata kau ini penjahat,’ sambil menarik lengan saya,” tutur Zakaria.

Tohir dan rekan-rekannya lalu menggeledah kamar-kamar di rumahnya sambil menyiram garam dan kacang hijau.

BACA: Dituduh Dukun Santet, Tiga Warga di Matim Dipersekusi

“Ini sisa-sisa kacang hijau yang mereka siram,” ujar Any, putrinya, sambil menunjuk butiran kacang yang masih terlihat di lantai rumah dan di atas kasur.

Dalam kebingungan, Zakaria pun akhirnya menuruti. Ia pergi bersama warga yang menggelandangnya.

Tak lama kemudian, tibalah mereka di rumah Ruslan Muda, tokoh masyarakat yang pernah menjabat Kepala Desa Compang Soba. Di rumah itu, ia melihat banyak orang sudah berkumpul.

Mereka berkumpul untuk menjalani pengobatan oleh seorang dukun sekaligus tukang pijat yang belakangan diketahui bernama Mas’ud. Pria asal Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat itu mengaku dirinya sebagai intel TNI.

Warga tak mengenalinya dengan baik. Orang-orang setempat, entah muda hingga orang-orang tua, menyapa ‘intel TNI’ itu sebagai Abang.

BACA: Kodim Manggarai Ungkap Identitas Pelaku Persekusi yang Mengaku Intel TNI

Saat memasuki rumah, Zakaria melihat Abang menatap dirinya dengan tajam. Caci-maki seakan menjadi sapaan untuk menyambut kedatangannya.

Zakaria Hojon: “Ada perempuan yang menyirami saya dengan air garam. lalu disiram lagi dengan air limbah dapur, air cuci piring sebanyak tujuh kali, hingga ayam berkokok menjelang pagi.”

Ia disoraki sebagai penjahat, dukun santet yang menjadi biang sakit dan meninggalnya beberapa warga di kampung itu. Tuduhan itu berdasarkan penglihatan Abang, si dukun sekaligus tukang pijat.

Zakaria berusaha membantah. Namun para pria dewasa memukulinya. Tangan dan kakinya diikat menggunakan benang kasur, sesuai perintah Abang. Ia terus meronta. Ikatan benang yang kuat membuat kaki dan tangannya kemudian terluka.

Dalam kondisi demikian, Zakaria dipaksa bangun dan melompat sambil jongkok menuju tempat cuci piring di samping dapur. Ia pun dipaksa tidur tanpa baju di atas lumpur saluran pembuangan limbah dapur.

“Kemudian ada perempuan yang menyirami saya dengan air garam,” katanya.

Tidak hanya itu, ia disirami lagi dengan air cuci piring dan limba dari dapur.

“(Saya disiriam) sebanyak tujuh kali, hingga ayam berkokok menjelang pagi,” tuturnya.

Zakaria tak sendirian mengalami perlakuan keji itu. Malam itu, ia merupakan orang kedua yang diikat dengan benang kasur karena dituduh sebagai dukun santet.

Abdul Huse: “Mereka juga ancam mau pukul dan bakar saya”

Sebelum mengikat Zakaria, warga terlebih dahulu mengikat Abdul Huse.

Kakek 64 tahun itu dituduh sebagai dukun santet setelah seorang pasien tiba-tiba kesurupan dan menyebut namanya. Abdul yang saat itu sedang istirahat di rumah tempat sang dukun menjalankan praktek, langsung ditangkap warga.

Atas perintah si Abang, warga mengikat kaki dan tangannya. Abdul berusaha membantah dengan menantang mereka untuk bersumpah di masjid dan di bawah kitab suci. Namun tak seorang pun yang mau mendengarkannya.

“Setelah kaki dan tangan saya diikat, mulut saya dicekoki dengan garam dapur hingga saya kesulitan bernapas. Kemudian, wajah saya diludahi. Mereka juga ancam mau pukul dan bakar saya,” tutur suami dari Siti Aminah (55) itu.

Namun Abdul tak dibaringkan di tempat cuci piring seperti Zakaria. Ia dibaringkan di dalam rumah, tempat praktek si dukun pijat itu.

“Sepanjang malam saya dzikir sambil menangis, merenungkan apa dosa saya sehingga diperlakukan seperti itu. Saya pasrahkan semuanya pada Allah,” ujar ayah empat anak dan  kakek empat cucu itu.

Ahmad Basri: “Saya merasa sudah tak punya harga diri lagi.”

Selain Zakaria dan Abdul, Mas’ud alias Abang juga menyuruh warga untuk menangkap Ahmad Basri.

Pria 51 tahun asal Landoasong, Desa Compang Lawi, Kecamatan Sambi Rampas itu kebetulan sedang berada di kampung Dupa. Ia datang mengunjungi beberapa saudaranya di kampung itu.

“Saya lama merantau di Kalimantan. Setelah kembali, saya datang kunjung keluarga di sini,” tutur Ahmad kepada Floresa.co.

Malam itu, ia sudah tidur nyenyak. Tiba-tiba, sekelompok warga mendatangi rumah saudaranya dan menggelandang dirinya menuju rumah Ruslan Muda.

Setiba di depan rumah itu, ia disambut beberapa pemuda yang memegang kayu kudung. Mereka menyambutnya dengan caci-maki dan pukulan.

“Mereka juga berteriak-teriak menyebut saya sebagai tukang santet, orang yang punya ilmu hitam, yang bikin orang jadi sakit dan mati,” tuturnya.

Ia mencoba untuk tak terpengaruh dengan teriakan itu. Saat hendak memasuki rumah, ia disambut si Abang yang langsung memukul wajah dan punggungnya dengan gagang senapan, lalu diikuti dengan pukulan yang dilakukan oleh Durahi, seorang pengikut si Abang.

Durahi memukul kepala bagian belakangnya dengan tongkat hingga membuatnya pusing dan hampir jatuh. Dalam kondisi lemah, pakaian Ahmad dilucuti lalu ia diikat dengan benang kasur.

Ibu jari tangan dan kaki, pergelangan tangan dan kaki, serta siku dan lututnya diikat sehingga membuat ia tak bisa bergerak untuk melindungi diri.

Dalam kondisi terikat, ia dipaksa melompat sambil jongkok untuk berbaring di samping Zakaria.

Di samping dapur, di bawah tempat cuci piring, Ahmad pun berbaring setelah terjatuh.

Ia berkali-kali dipukul, ditendang dan diinjak oleh warga, termasuk di selangkangannya, hingga kemaluannya membengkak.

“Saya merasa sudah tak punya harga diri lagi. Orang tua saya, leluhur saya, belum pernah ada yang mengalami penghinaan luar biasa seperti ini. Ini baru terjadi pada diri saya,” ujarnya.

Ketiga korban melewati malam hingga pagi dalam kondisi terikat dan tidur tanpa penutup badan. Rasa sakit dan penghinaan luar biasa seakan mengusir dingin sejak Selasa malam hingga Rabu pagi.

Sekitar pukul 09.00 Wita pada Rabu, 10 Oktober 2018, beberapa warga yang merasa iba meminta si Abang agar membebaskan ketiga korban. Meski sempat tak disetujuinya, beberapa warga pun melepaskan para korban.

Peristiwa ini baru diketahui setelah salah seorang keluarga korban menghubungi Kepala Desa Compang Soba, Gregorius Jaka pada Rabu siang. Gregorius yang saat itu sedang bertugas di Borong, ibukota Manggarai Timur segera kembali ke desa untuk memastikan terjadinya peristiwa itu.

“Setelah cek kejadian itu, saya langsung menghubungi Kapospol dan Babinsa Kecamatan Elar. Mereka datang ke TKP pada Kamis pagi dan mengamankan orang yang mengaku intel itu,” tutur Gregorius.

Pasca kejadian itu, kondisi kampung Dupa tak lagi kondusif. Ketegangan terjadi antara pihak pelaku dengan keluarga korban persekusi.

Namun polisi dari Pospol Elar membiarkan kasus tersebut. Seakan-akan masalah selesai setelah sang dukun pijat yang mengaku intel TNI itu diambil dari tengah-tengah warga.

BACA: Kasusnya Didiamkan Pospol Elar, Korban Persekusi Datangi Polres Manggarai

Kecewa dengan pembiaran yang dilakukan Pospol Elar, sepekan kemudian ketiga korban mendatangi Polres Manggarai. Laporan mereka kini ditangani oleh Satuan Reskrim Polres Manggarai.

Ketiga korban didampingi Fransiskus Ramli, advokat sekaligus direktur Lembaga Bantuan Hukum Manggarai Raya saat mendatangi Polres Manggarai, Senin, 15 Oktober 2018. (Foto: Floresa)

“Kami sudah diperlakukan seperti binatang. Kami cari keadilan. Kami berharap penegak hukum untuk usut masalah ini sampai tuntas,” ujar Zakaria.

NJM/Rosis Adir/Floresa