Pasca Jadi Tersangka, Bagaimana Dukungan Terhadap MS?

Floresa.co – Marianus Sae (MS) menjadi salah satu kandidat favorit untuk memenangkan pemilihan gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT).

Gambaran tentangnya yang disebut-disebut sebagai pemimpin merakyat, yang tidak mengambil jarak dengan semua kalangan serta upaya reformasi di bidang birokrasi dan anggaran membuat ia mampu merebut hati banyak pemilih.

Dimana-mana ia berkunjung, sambutan tentangnya berlangsung hangat. Di media sosial pun, tren positif dukungan terhadap MS terhitung tinggi. Ia dianggap sebagai harapan baru untuk NTT.

Namun, semuanya itu buyar sejak Minggu, 11 Februari 2012, di mana ia terjaring dalam operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK karena kasus dugaan suap, persis sehari sebelum ia ditetapkan secara resmi sebagai calon gubernur.

Terungkapnya fakta bahwa ia mendapat Rp 4,1 miliar dari kontraktor langganannya dan menjanjikan proyek Rp 54 miliar ke kontraktor itu membuat gambaran dirinya sebagai pemimpin bersih, juga kemajuan yang ia capai dipertanyakan.

Kasus ini, tentu membawa keuntungan bagi pesaingnya. Para pemilih yang sudah kehilangan kepercayaan kepada MS sudah pasti akan mengalihkan dukungan ke yang lain.

Wempy Hadir, pengamat sosial politik mengakui adanya dampak kasus ini bagi preferensi pemilih. Apalagi, ini menyangkut masalah korupsi, yang sudah sekian lama dianggap sebagai pemicu keterbelakangan NTT.

“Orang-orang yang selama ini melihat MS bersih, persepsi ini hilang, memudar ketika dia kena OTT,” katanya.

Ia menjelaskan, pemilih yang  mengidolakan MS, terutama untuk golongan nonpartisan, yang tidak terafiliasi dengan partai pendukung MS pasti mengalihkan dukungan ke kandidat lain.

Yang kemungkinan besar tidak terganggu, kata dia, adalah kelompok partisan, entah anggota partai pengusungnya PDI Perjuangan maupun Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), juga tentu saja orang-orang yang memiliki ikatan tertentu dengan MS.

“Terlepas dari pertimbangan salah dan benar calon yang diusung, kelompok ini cenderung mengabaikan pertimbangan tersebut, sebab mereka terikat oleh kepentingan,” katanya.

Lantas, ke mana arah dukungan kelompok yang meninggalkan MS?

Kata Wempy, hanya ada dua kandidat yang berpeluang besar mendapat limpahan dukungan, yakni Benny Kabur Harman (BKH) yang berpasangan dengan Benny Litelnoni, dengan sebutan populer Paket Harmoni dan pasangan Victor Bungtilu Laiskodat-Yosep Nai Soi (Victory-Jose).

Ia mengatakan, umumnya pertimbangan pemilih NTT adalah berdasarkan faktor kedaerahan dan suku.

Mengingat MS adalah representasi dari Flores, kata dia, maka peluang mereka mengarahkan dukungan ke BKH sangat besar.

“Soal keterwakilan wilayah, akan lari ke BKH,” katanya.

Namun, Wempy mengingatkan, yang akan beralih ke Victory-Joss juga bisa banyak.

“Ini faktor suku. Orang-orang Ngada dan Nagekeo, karena faktor Yosef Nai Soi yang berangkat dari sana,” katanya.

Khusus pemilih di dua kabupaten itu, kata dia, akan lari ke Victory-Joss.

Wempy menambahkan, selain faktor daerah dan suku, faktor agama juga menjadi pertimbangan pemilih.

“MS yang Katolik diprediksi membuat pemilih Katolik akan beralih ke pasangan Harmoni. Sebab, Benny Harman adalah Katolik,” katanya.

“Besar atau kecilnya pengaruh isu agama tergantung bagaimana tim sukses memainkannya,” kata Wempy.

Ia memberi catatan bahwa meski isu agama ini akan dimanfaatkan, untuk konteks NTT,  tidak akan menimbulkan konflik.

“Dari periode ke periode isu ini selalu ada,” katanya, tetapi menurut dia, tidak sampai menimbulkan benturan.

Sementara kemungkinan beralihnya pemilih MS ke pasangan Eston Foenay-Christian Rotok, menurut Wempy sangat kecil.

Pertimbangan dia adalah segmentasi pemilih dan pola pikir masyarakat yang lebih melihat faktor calon gubernur sebagai penentu pilihan.

Lantas, meski Rotok adalah orang Flores, kemungkinan untuk beralih ke pasangan mereka kecil.

“Mungkin agak sulit kalau ke sana (Esthon-Chris),” katanya.

Tiga Sektor Sentral

Terlepas dari berbagai aspek yang menjadi penentu kemenanan para kandidat, Wempy berharap, yang akan terpilih memberi fokus kepada tiga sektor yang ia sebut sebagai sektor kunci.

Pertama adalah infrastruktur, sebagai faktor penentu pembangunan ekonomi masyarakat, terutama dalam hal mempermudah mobilisasi dan konektvitas dari satu ke daerah ke daerah lain, juga dari kampung ke kota.

Kalau itu dioptimalkan, jelasnya, distribusi logistik, juga hasil bumi bisa terjamin.

Sektor kedua, kata dia, adalah ekonomi. Gubernur baru, jelasnya, harus bis menciptakan situasi dimana masyarakat menjadi subjek pembangunan.

Di sini, jelasnya, perlu upaya pemberdayaan. “Misalnya, pengadaan pupuk, ketersediaan benih dan lain sebagainya,” katanya.

Ketiga, kata dia, adalah pendidikan, mengingat setiap tahun, kualitas pendidikan NTT masih masuk kategori ketiga terendah.

“Yang terutama adalah fasilitas dan biaya pendidikan,” katanya.

ARJ/ARL/Floresa

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di bawah ini.

Baca Juga Artikel Lainnya

Bicara Tuntutan Nakes Non-ASN, Bupati Manggarai Singgung Soal Elektabilitas, Klaim Tidak Akan Teken Perpanjangan Kontrak

Herybertus G.L. Nabit bilang “saya lagi mau menaikkan elektabilitas dengan ‘ribut-ribut.’”

Apakah Paus Fransiskus akan Kunjungi Indonesia dan Rayakan Misa di Flores?

Kendati mengakui bahwa ada rencana kunjungan paus ke Indonesia, otoritas Gereja Katolik menyebut sejumlah informasi yang kini menyebar luas tentang kunjungan itu tidak benar

Buruh Bangunan di Manggarai Kaget Tabungan Belasan Juta Raib, Diklaim BRI Cabang Ruteng Dipotong Sejuta Per Bulan untuk Asuransi

Nasabah tersebut mengaku tak menggunakan satu pun produk asuransi, sementara BRI Cabang Ruteng terus-terusan jawab “sedang diurus pusat”

Masyarakat Adat di Nagekeo Laporkan Akun Facebook yang Dinilai Hina Mereka karena Tuntut Ganti Rugi Lahan Pembangunan Waduk Lambo

Akun Facebook Beccy Azi diduga milik seorang ASN yang bekerja di lingkup Pemda Nagekeo

Pelajar SMAS St. Klaus Kuwu Gelar Diskusi terkait Pengaruh Globalisasi terhadap Budaya Manggarai

Para pemateri menyoroti fenomena globalisasi yang kian mengancam eksistensi budaya lokal Manggarai dalam pelbagai aspek