Peran Broker di Balik Proposal Desa Gulung ke Kementerian Desa

Floresa.co – Organisasi Masyarakat Setempat (OMS) Desa Gulung, Kecamatan Satar Mese Utara, Kabupaten Manggarai melaporkan Bupati Manggarai, Deno Kamelus ke Komisi Pemerantasan Korupsi (KPK) di Jakarta.

Mereka menuduh Deno melakukan pengalihan sepihak proyek irigasi dari Wae Wakat, Desa Gulung ke Wae Wunut, Desa Rado di Kecamatan Cibal, kampung asal Deno.

Deno sudah membantah adanya pengalihan proyek ini dan mengatakan tidak ada proyek irigasi senilai Rp 2 miliar di Rakas, Desa Rado, sebagaimana disebut-sebut oleh pihak Desa Gulung.

Ia mengatakan, memang ada proyek irigasi di Wae Wunut, tetapi itu merupakan bagian dari proyek irigasi senilai Rp 959 juta di enam lokasi di Manggarai. Enam lokasi ini dibagi dalam tiga paket proyek, di mana Wae Wunut merupakan bagian dari paket bersama Wae Lega, yang anggarannya adalah Rp 285 juta.

“Kalau bagi dua, itu hanya Rp 140-an juta saja. Tidak ada proyek Rp 2 miliar di Rakas,” tegas Deno ketika menerima perwakilan pengunjuk rasa dari Desa Gulung, Selasa 15 Agustus 2017.

Deno mengakui, proyek irigas senilai Rp 959 juta di enam lokasi itu memang dananya berasal dari Kementerian Desa, Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. Tetapi menurutnya, proyek tersebut berdasarkan proposal yang diajukan oleh Dinas Pertanian Kabupaten Manggarai, bukan proposal yang diajukan oleh Desa Gulung.

Proposal Desa Gulung

Darius Perau, Kepala Desa Gulung menceritakan panjang lebar prihal proposal yang mereka ajukan ke Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi.

Menurutnya, proposal untuk irigasi dan jalan poros desa itu diajukan pertama kali pada tahun 2012, sewaktu kementerian itu masih bernama Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT). Jumlah anggaran yang diusulkan mencapai Rp 2 miliar.

Darius mengatakan, ia membuat proposal itu dengan meminta rekomendasi dari camat setempat dan Bupati Manggarai kala itu, Christian Rotok.

Setelah ada rekomendasi dari pemerintah daerah, proposal kemudian dibawa ke Kementerian PDT oleh Nikolaus Sampur dari LSM Institut Trasparansi Kebijakan. Niko ini bukan warga desa Gulung.

“Dia waktu itu ke Jakarta, tidak tahu untuk keperluan apa, sekaligus mengantar ini proposal,” ujar Darius kepada Floresa.co, Rabu 16 Agustus 2017.

Dihubungi terpisah, Niko mengonfirmasi sebagai orang yang membawa proposal itu. Ia menjelaskan, proposal itu sebenarnya sudah dibuat pada tahun 2011, tetapi baru mendapatkan rekomendasi dari Bupati Rotok pada 2012.

“Kalau menyangkut proposal Desa Gulung itu, dari A sampai Z, saya orang yang  berjuang untuk membangun Desa Gulung,” ujar Niko kepada Floresa.co, Jumat 18 Agustus 2017.

Ia menjelaskan, dirinyalah yang memberikan informasi ke pihak Desa Gulung bahwa ada program di Kementerian PDT untuk desa.

“Tahun 2010 saya sudah informasikan itu. Bagi keluarga, kepala desa dan kepala sekolah bisa ajukan proposal secara langsung. Saya beri informasi ke mereka,” tandas pria yang mengaku berasal dari Kecamatan Poco Ranaka, Kabupaten Manggarai Timur ini.

Menurut Niko, kepala desa Gulung-lah yang merespon informasi yang ia sampaikan.

Setelah rekomendasi dari bupati sudah ada, kata dia, proposal itu kemudian dibawa ke Kementerian,

“Yang terima proposal waktu itu, setelah rekomendasi bupati adalah Asisten Deputi Kementerian PDT, Pak Jhoni Simanjuntak. Saya beri langsung ke Pak Jhoni kemudian Pak Gusti dan Pak Sakir, itu stafnya, kepala Seksi dan kepala bidang,” ujarnya.

Menurut Niko, saat ini, jabatan Asisten Deputi itu sudah menjadi Direktur, setelah Kementerian PDT berubah nama menjadi Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi.

Setelah bertemu dengan Jhoni Simanjuntak, kata Niko, dirinya diarahkan untuk ketemu dengan Deputi II bernama Singgih Wiranto.

“Baru saja non job beliau itu. Saya bawa ke meja beliau proposal yang sama,” ujarnya.

Menurut Niko, proposal yang disampaikannya itu diterima oleh pihak Kementerian PDT dan dikategorikan sebagai “proposal tunggal” karena langsung dari kepala desa.

Setelah proposal disampaikan, tahun 2013, ungkapnya, ada permintaan titik koordinat lokasi Desa Gulung dari kementerian PDT.

Terkait hal ini,  menurut Kades Darius, ia bertemu dengan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bapeda) Kabupaten Manggarai, Feliks Kasman untuk mengajukan pembuatan titik koordinat Desa Gulung.

Feliks lantas memerintahkan anak buahnya bernama Aris untuk turun ke Desa Gulung dan  memetakan titik koordinat, yang kemudian dikirim ke Jakarta.

Menurut Niko, sebenarnya proyek yang diajukan Desa Gulung ini terealisasi tahun 2014, tetapi kemudian ditunda ke tahun 2015.

“Waktu tahun 2015 itu, saya ditelepon dari Kementerian, memberitahukan bahwa dana fisik irigasi Desa Gulung itu sudah final, dengan jalan. Jalan tetap Rp 5 miliar dan irigasi tetap Rp 2 miliar. Total, Rp 7 miliar,” ujarnya.

Karena itu, tahun 2015 itu, menurut Niko, pihak Kementerian mengundang Feliks Kasman untuk ikut  sosialiasi mengenai dana program itu di Kementerian. “Kalau tidak  salah, sosialisasinya itu bulan Mei 2015,”ujar Niko.

Namun, menurut Niko, karena Feliks Kasman meninggal dunia pada 24 Juli 2015, proyek itu pun akhirnya ditunda lagi ke tahun 2016.

Pengalihan Proyek Versi Kades Gulung dan Niko Sampur

Menurut Niko, pada Februari 2016, proyek irigasi dan jalan ini masih final ditujukan untuk Desa Gulung, tetapi dilakukan dua tahap, di mana per tahap Rp 1 miliar. Tahap kedua, katanya, pada tahun 2017.

Setelah final, kata Niko, dirinya dipanggil ke Jakarta oleh pihak Kementerian untuk mengambil sejumlah persyaratan terkait proses pencairan uang.

Persyaratan itu adalah sejumlah Surat Keputusan (SK) dari Bupati yaitu SK Lokasi, SK tim koordinasi, SK OMS dan surat pernyataan bersedia menerima bantuan.

Saat itu, ia juga diminta oleh pihak Kementerian Desa untuk menghadirkan kepala Desa Gulung ke Jakarta sebagai pihak penerima bantuan.

Karena itu, pada April 2016, Niko bersama Kades Gulung ke Jakarta.

“Saya balik ke sini (Manggarai) untuk  menjemput kepala desa Gulung untuk ke Jakarta menghadap Pal Syamsul Widodo, Kepala Biro Perencanaan, karena beliau yang minta kepada saya untuk hadirkan kepala desa sebagai penerima,” ujar Niko.

Keterangan senada disampaikan Kade Darius. Menurutnya, ia ke Jakarta karena ada telepon dari pihak Kementerian.

“Kami langsung ke Kalibata waktu itu, bertemu dengan Pak Syamsul Widodo,” ujarnya.

Masyarakat Desa Gulung berunjuk rasa di depan kantor Bupati Manggarai di Ruteng 15 Agustus 2017 (Foto:Ronald Tarsan/Floresa)

Syamsul ini, kata Darius, yang mendisposisi proposal yang mereka ajukan. Setelah mendapatkan disposisi dari Syamsul, lalu kemudian “kami berbelok ke ruangan yang di samping di kantor pemberdayaan masyarakat desa,” ujarnya.

Di sini, mereka bertemu dengan orang bernama Haji Lukman, Kepala  Bidang Sarana dan Prasarana.

Darius kemudian kembali ke Manggarai pada 20 April 2016.

Empat hari kemdudian, Haji Lukman turun langsung ke Desa Gulung untuk melakukan survei.

Niko mengatakan, Haji Lukman datang ke Manggarai bersama dirinya.

Setelah melakukan survei di Manggarai,  Haji Lukman kemudian melanjutkan perjalanan ke Nagakeo, juga untuk survei.

Tidak lama kemudian, menurut Niko, ia mendapat kabar bahwa akan ada tim survei kedua.

Orang yang datang survei kedua ini bernama Idar, Beatriks dan Yusuf. “Saya yang ditelepon pertama untuk siapkan fasilitas hotel, kemudian kendaraan untuk ke Desa Gulung,”ujar Niko.

Darius juga mengatakan, ia ditelpon Niko soal survei tahap kedua ini dan memintanya untuk menyiapkan penginapan. Karena itu, saat itu ia memerintakan salah satu warga bernama Vinsen yang kemudian menjadi ketua OMS untuk memesan sebuh kamar hotel di Hotel Sinda, Ruteng.

Tangal 18 Mei 2016, tim survei kedua ini tiba di Ruteng.

Menurut Niko, tim ini juga membawakan contoh SK penetapan lokasi. Selain dirinya dan Kades Gulung, tiga orang tim survei ini juga diterima oleh salah satu pegawai dari BPMPD Kabupaten Manggarai. Siprianus Harum.

Lalu, malamnya, kata Niko, ia ditelepon oleh  Wakil Bupati Manggarai, Victor Madur untuk mempertemukan tim survei itu dengannya di rumah jabatan.

”Akhirnya saya sampaikan ke Pak Idar, bahwa pak Wakil minta ketemu beliau di rujab (rumah jabatan),” ujar Niko.

Pertemuan pun digelar malam 18 Mei di rujab Wabub Victor.

Menurut Niko, hadir dalam pertemuan itu adalah dia sendiri, tiga tim survei dari Kementerian Desa, Kades Gulung dan Sipirianus Harum dari BPMPD.

Saat pertemuan itu, lanjut Niko, Victor menyarankan untuk bertemu dengan Deno keesokan harinya.

“Waktu itu, Pak Idar mengatakan, pak Wakil minta maaf, kami bukan tujuan untuk ketemu pa wakil atau pa bupati. Kami datang untuk ke lokasi Desa Gulung,” ujarnya Niko.

Selain itu, Idar juga menunjukkan contoh SK Penetapan Lokasi sehingga bisa segera dibuat oleh bupati demi kelancaran proses pencairan dana. Contoh SK itu, menurut Niko, kemudian diserahkan ke Wabub Victor. Niko sendiri juga mengaku mendapatkan contoh SK itu.

“Malam itu juga pa wakil melarang saya dan Kepala Desa Gulung untuk tidak boleh ikut serta ketemu dengan pak bupati. Alasannya, jangan sampai nanti pa bupati tersinggung kalau saya dan kepala desa ikut,” katanya.

Menurut Niko, dari situlah dia mulai menduga ada skenario pengalihan proyek ini. Malam itu, lanjut Niko, mereka pun kembali hotel dan berincang-bincang hingga jam 12 malam dan bersepakat agar esoknya ke Desa Gulung jam 09.00 pagi.

Kades Darius juga mengakui adanya pertemuan dengan Deno malam itu. Ia juga mengakui adanya larangan dari Wabub Victor agar dirinya tidak ikut serta ketika tim dari Kementerian bertemu dengan Deno.

“Alasannya, jangan sampai ada ketersinggungan dari pak bupati. Saya tidak tahu apa maksudnya,” ujar Darius.

Paginya, menurut Niko, sekitar jam 08.00, tim dari Kementerian  bertemu Bupati Deno, didamping Siprianus Harum dari BPMPD.

Niko mengaku ia dan Kades Gulung tunggu di hotel, tidak ikut dalam pertemuan pada pagi itu.

Tetapi, menurutnya, tim dari Kementerian itu tidak kembali ke hotel pada pagi itu. Padahal, mereka sudah menyediakan kendaraan untuk ke Desa Gulung.

“Ternyata mereka ke Wae Wunut di Rakas Desa Rado Kecamatan Cibal,” ujarnya.

Akhirnya, Niko meminta Kades Darius untuk kembali ke Gulung dan ia yang menunggu tim survei dari Kemnterian itu di hotel.

Malam harinya, tim dari Kemenerian itu pun kembali ke hotel.

“Malam itu juga sepakat di Hotel Sinda (bahwa) tanggal 20 Mei turun ke Desa Gulung,” ujar Niko.

Namun, sebelum ke Desa Gulung, jelasnya, mereka bertemu dulu dengan pihak  Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Kabupaten Manggarai.

Karena itu, paginya, sekitar jam 08.00, Niko mengaku ke hotel untuk menjemput tamunya agar sama-sama ke Dinas Pertanian.

Namun, menurutnya, setiba di hotel, resepsionis mengatakan tamunya itu sudah chek-out dan ke Labuan Bajo. Karena tidak yakin, menurut Niko, ia pun segera ke Dinas Pertanian.

“Sampai di sana, tidak ada orang. Kepala dinas tidak ada, akhirnya saya ketemu sekretaris dinas, pak Dima. Saya tanya pak Dima, pak Dima bilang, mereka sudah pulang ke Jakarta. Tadi pagi mereka sudah berangkat ke Labuan Bajo,” ujarnya.

Mendengar itu, Niko mengaku merasa kecewa. Ia kemudian menelepon Kades Dariusuntuk memberi informasi.

Kades Gulung mengaku, sorenya sekitar pukul 16.00, ia mendapat pesan singkat dari Idar bahwa tim sudah berada di Labuan Bajo dan bersiap kembali ke Jakarta.

“Pak Idar SMS saya dari Labuan Bajo, bunyi SMS-nya, ‘Aduh, pak Kades, salam, maaf kami ke Pak Kades dan seluruh masyarakat Desa Gulung. Mohon maaf pak Kades, kami sekarang sudah berada di Labuan Bajo. Dan besok take off untuk kembali ke Jakarta. Saya baru tau, kalau saja birokrasi di Kabupaten Manggarai, terlalu berkepanjangan. Demikian pak, terima kasih.”

Sementara Niko mengaku ditelepon Idar. Dalam pembicaraan via telepon itu, menurut Niko,  Idar mengaku kecewa dengan Vinsen Marung, Kepala Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Kabupaten Manggrai karena mengarahkan mereka ke Cibal.

”Itu pernyataan dia per telepon,” ujar Niko.

Namun, menurut Niko, saat itu Idar berpesan, agar SK lokasi yang diterbitkan bupati tetap ke Desa Gulung. Karena itu, ia dan Kades Darius tetap mengurus SK dari bupati.

Setelah diurus, akhirnya, mereka pun mendapatkan empat SK dari Bupati yaitu SK No. HK/281/2016 tentang penetapan Lokasi Irigasi di Desa Gulung, SK No.HK/282/2016 tentang penetapan  lokasi jalan, SK No.HK/283/2016 tentang OMS dan SK No.HK/284/2016 tentang Tim Pengendali Daerah. Empat SK ini diterbitkan pada 27 Juni 2016 dan ditandatangani oleh Bupati Manggarai Deno Kamelus dan kepala bagian hukum.

Niko mengaku setelah mendapatkan SK itu, kemudian membawakan salinannya ke Jakarta.

Ia mengaku menyerahkan ke kantor Kementerian Desa di Abdul Muis pada 11 Juli 2016.

“Yang menerima adalah Pa Idar sendiri,” ujarnya.

Namun, sayangnya, menurut Niko, salinan SK yang ia bawah itu ditolak oleh pihak Kementerian pada saat itu.

”Alasannya, paket proyeknya itu sudah dilelang. Yang menang tendernya waktu adalah CV Printis dari Manggarai yang (pemiliknya) namanya Aleks,” ujar Niko.

Ada tiga perusahaan yang ikut dalam pelelangan untuk proyek Rp 1 miliar itu, demikian menurut Niko.

Selain CV Perintis, perusahaan lainnya adalah CV Golo Langkok dan CV Wae Ces Murni.

Kata dia, okasi proyek yang dilelang itu, menurut pihak Kementerian di Wae Wunut Kecamatan Cibal.

“Pernyataan dari mereka, termasuk dari Ibu Beatriks itu, tidak ada proposal dari dinas (pertanian). Cuma satu proposal yaitu Desa Gulung. Tidak ada juga SK penetapan lokasi dari bupati Manggarai untuk irigasi Wae Wunut,” ujar Niko ketika ditanya apakah proyek yang dilelang itu dari proposal Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Kabupaten Manggarai.

Tetapi anehnya, meski salinan SK yang dibawakan Niko itu ditolak, menurutnya, pihak Kementerian malah meminta KadesDarius untuk ke Jakarta membawakan SK yang asli ke Jakarta.

Karena itu, Niko mengaku curiga sebenarnya saat itu proyek belum dilelang. Apalagi faktanya, kata dia, belakangan diketahui proyek baru ditenderkan pada September 2016 dan jangka waktu kerjanya baru mulai Oktober 2016.

Kads Darius mengaku ke Jakarta pada 21 Juli 2016 setelah mendapat telepon dari Niko.

Darius mengaku menyerahkan SK yang asli ke Kementerian Desa  pada 21 Juli 2016 . Saat itulah, kata Darius, ia diberitahu oleh Idar bahwa proyeknya sudah dilelang dan dimenangkan oleh Aleks dari Kabupaten Manggarai.

“Saya kaget,” ujar Darius.

Terkait adanya proposal lain selain dari Desa Gulung yaitu dari Dinas Peranian, menurut Niko, dirinya pernah bertanya ke pihak Kementerian Desa, tetapi tidak dijawab.

“Saya pernah minta ke Pak Idar dan Ibu Beatriks, mereka tidak menjawab. Muka merah mereka waktu saya tanya itu. Saya bilang (ke mereka), kamu berbohong,” ujarnya.

Karena itu, Niko menyimpulkan adanya permainan antara pihak Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Kabupaten Managgarai dengan tim survei yang kedua pada Mei 2016.

Niko  juga mengaku, di hadapannya, Idar menelepon Aleks saat ia membawakan salinan SK dari Bupati Manggarai pada 11 Juli 2016.

Idar, kata dia, memberitahukan kepada Aleks bahwa perusahaannya yang memenangkan tender proyek irigasi di Wae Wakat.

Niko mengaku, ia kemudian meminta nomor kontak Aleks ke Idar. Keesokannya, ia mengaku menghubungi Aleks. Aleks, menurut Niko, adalah konsultan di Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Kabupaten Manggarai.

Setelah bericara melalui telepon dengan Aleks, menurut Niko, Aleks kemudian mengirimkan SMS kepadanya yang isinya dalam Bahasa Manggarai, ”Ta Kae, kalau saya kalah, paling saya minta kembali saya punya produk.”

Menurut Niko, Aleks mengatakan demikian, karena dalam pembicaraan telepon sebelumnya, ia mengatakan bahwa bukan CV Perintis yang menang, tetapi perusahaan lain.

Nikol menduga “produk” yang dimaksdukan adalah sesuatu yang telah diberikan oleh Aleks ke pihak Kementerian.

Siapa Nikolaus?

Nikolaus Sampur mengaku memiliki peran kunci terkait proposal desa Gulung ke Kementerian Desa.

Dialah yang menjadi perantara atau broker antara pihak Kementerian dengan pihak Desa Gulung. Ia juga aktif mengantarkan proposal dari Desa Gulung ke Kementerian.

Nikolaus Sampur (Foto:Kabarnusantara)

Kepada Floresa.co ia mengaku berasal dari Poco Ranaka kini menetap di Ruteng.

Ia juga mengaku bergabung dengan sebuah LSM bernama Institut Transparansi Kebijakan. LSM ini menurutnya berkantor pusat di Jakarta dan ia bergabung sejak 2009.

Ia mengklaim mengenal sejumlah pejabat di Kementerian dari LSM itu. Tak hanya itu, menurutnya,  juga dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). “Saya mengenal mereka dari PKB,”ujarnya.

Kata Niko, ia memang bukan pengurus PKB di Manggarai, tetapi hanya simpatisan dan  akrab dengan seorang di DPP PKB.

Ia sempat menyebut nama Yusuf Majeni, yang menurut dia sebagai orang yang memberi petunjuk soal orang-orang yang bisa ditemui di Kementerian Desa.

“Dia hanya memberi petunjuk, saya sendiri yang ke sana dengan koordinator ITK (Institut Transpransi Kebijakan) Jakarta, Pak Herman Jurdis,” ujarnya.

Niko mengaku saat pertama kali berinteraksi dengan pihak Kementerian, mereka hanya menanyakan asalnya dan ia menjawab dari Manggarai, NTT.

Pihak Kementerian lalu bertanya, apa yang bisa kami bantu? Lalu, ia menjawab bahwa ia membawa proposal yang diajukan langsung oleh kepala desa.

Niko mengaku, meski ia bolak-balik ke Jakarta untuk mengurus berbagai proposal itu, semua biayanya ditanggung sendiri.

Kades Gulung, kata dia, tidak menjanjikan sesuatu kepadanya, bila nanti proposal yang diajukan gol.

”Tidak ada janji, pokoknya murni saya berjuang itu, demi masyarakat Manggrai,” ujarnya.

Lapor ke KPK

Darius Perau, kepala Desa Gulung tak mau berhenti memperjuangkan proposalnya. Pada Juli 2017 ia kembali ke Jakarta untuk menanyakan proposal yang pernah mereka sampaikan tahun 2012.

Namun, Darius mengaku kaget bukan kepalang. Pasalnya, saat tiba di Kementerian Desa, ia mengaku disodorkan berita acara penyelesaian pekerjaan oleh orang bernama Beatriks.

Tak hanya itu, ada juga yang menyampaikan proficiat kepadanya karena proyek sudah selesai dikerjakan.

Alih-alih senang, Darius saat itu terkejut. Ia bingung disodorkan berita acara penyelesaian pekerjaan itu. Karena menurutnya, tidak ada pekerjaan fisik di desanya. Karena itu, ia pun bertanya, ”Ini pekerjaan apa?”

Kemudian, dijawab, pekerjaan infrastruktur irigasi di Manggarai. “Saya kaget, pekerjaan apa bu?”

Lalu, diinformasikan bahwa pekerjaannya sudah selesai dan tidak ada lagi program irigasi untuk desa tahun ini.

Lantas Darius menanyakan proposal yang diajukannya dan dijawab bahwa pekerjaannya sudah selesai.

Pihak Kementerian, kata Darius, menyodorkan bukti berupa berita acara penyelesaian pekerjaan.

Ketika ditanya, proyeknya dimana? Menurut Darius, para pegawai itu menjawab bukan kewenangannya, karena urusan kepala daerah.

Namun, ketika diminta foto copy berita acara penyelesaian pekerjaan itu, pihak Kementerian kata dia tidak memberikannya, dengan alasan bahwa itu adalah rahasia negara.

Darius kemudian memutuskan untuk malaporkan masalah ini ke KPK.

Bersama Organisasi Masyarakat Setempat (OMS), pada 25 Juli 2017, ia mendatangi lembaga anti rasuah itu.

Yang mereka lapor adalah Bupati Deno, Mantan Kepala Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Kabupaten Manggarai, Vinsen Marung dan Idar dari Kementerian Desa.

Surat Bukti Laporan Organisasi Masyarakat Setempat (OMS) Desa Gulung, Kecamatan Satarmese Utara, ke KPK.

Darius kepada Floresa.co mengatakan laporan ke KPK itu menggunakan dokumen hasil investigasi Lembaga Anti Korupsi Republik Indonesia (LAKRI) Cabang Manggarai.

Menurutnya, Desa Gulung pernah bekerja sama dengan LAKRI Manggarai untuk melakukan investigasi dugaan pengalihan proyek ini.

Dalam kerja sama ini, kata Darius, pihaknya memberikan dana belasan juta ke Sekretaris LAKRI Manggarai, Gusti Sutardi untuk melakukan investigasi.

Namun, menurutnya, ia kemudian kecewa, saat dirinya melaporkan kasus ini ke KPK dengan menggunakan data LAKRI, Gusti Supardi dari LAKRI, justru mengatakan bahwa laporan ke KPK itu lemah.

“Saya kecewa dengan pernyataan Gusti, Sektraris LAKRI Daerah, karena yang kami lapor ke KPK itu copy dari investigasi LAKRI,” ujarnya.

Menurut dia, hasil investigasi LAKRI ini mengungkapkan bahwa, ”Staf Kemdes bersama Pemda Manggarai menjadikan kepala desa Gulung seperti bola pimpong. Dan tidak ada proposal dari Dinas Pertanian Kabupaten Manggarai,” ujar Darius.

Dokumen LAKRI ini, tambahnya, sudah dilaporkan ke Kejaksaan Agung dan tembusannya disampaikan ke Presiden RI, Ketua DPR RI, Kapolri, Menteri Keuangan, Menteri PU dan Bupati Manggarai, DPRD Manggarai dan Dinas PU dan ke Desa Gulung sendiri.

Dihubungi terpisah, Gusti Supardi mengakui melakukan investigasi kasus ini. Menurut Gusti, investigasi mereka berdasarkan pernyataan kepala desa bahwa diduga telah terjadi pengalihan lokasi proyek oleh Pemda Kabupaten Manggarai.

Gusti Supardi (Foto:Penanusantara)

Gusti juga mengaku bahwa hasil investigasi itu sudah mereka sampaikan ke Kejaksaan Agung. Namun, laporan itu tidak ditanggapi.

”Yang kami butuh waktu itu, benar tidak ada rekaman pengaliahan lokasi, ada win-win solution antara oknum di Pemda dalam hal ini Dinas Pertanian? Sampai saat ini, tidak ada rekaman itu,” ujarnya.

Menurut dia, ketika ia meminta rekaman itu, kepala desa mengatakan, “tidak usah saja”, karena Niko berbohong soal keberadaan rekaman itu.

Padahal menurut Gusti, rekaman itu penting sebagai bukti kuat bahwa terjadi pengalihan lokasi proyek.

Terkait proposal, menurut Gusti, memang ada dua proposal yang diajukan dari Manggarai ke Kementerian Desa, satu dari Desa Gulung melalui Dinas PU Kabupaten Manggarai yang diajukan sejak tahun 2012 dan satu lagi dari Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan diajukan sejak 2015.

“Jadi, ada dua proposal yang sama ke Kementerian Desa,”ujarnya.

Ia menambahkan, lembaganya tidak bisa memastikan apakah benar terjadi pengalihan proyek pada saat survei kedua, karena tim yang melakukan survei tidak memberikan surat perjalanan dinas.

“Benar tidak dari Kementerian ini targetnya ke Desa Gulung atau berdasarkan proposal dari Dinas Pertanian? Kita tidak bisa memastikan. Di situ letak kesalahannya,” ujar Gusti.

Terkait laporan ke KPK yang menggunakan data investigasi lembaganya, Gusti mengaku tidak diberitahu sebelumnya.

“Kalau masih menggunakan data LAKRI, menurut pandangan saya itu lemah. Kenapa? Karena data yang sama itu, kita ajukan ke Kejakasaan Agung itu,”ujarnya.

Menurut Gusti, kalau memang rekaman pembicaraan soal pengalihan proyek itu benar ada, lembaganya justru siap untuk kembali bersama-sama dengan Desa Gulung mengadovokasi masalah ini.

“Kalau memang ada indikasi pengalihan lokasi, kita kejarnya berdasarkan rekaman-rekaman itu. Bukan berarti saya tidak pro dengan pemerintah. Saya tidak punya kepentingan dengan pemerintah,” ujarnya.

Bantahan Pemkab Manggarai

Pada 15 Agustus 2017, sejumlah warga Desa Gulung menggelar unjuk rasa di depan Kantor Bupati Manggarai. Mereka menuntut pertanggungjawaban Bupati Deno soal pengalihan proyek itu dari Desa Gulung ke Desa Rado.

Saat itu, Deno bersedia berdialog dengan perwakilan pengunjuk rasa. Dari 15 orang yang diminta pihak pemerintah, hanya dua orang yang bersedia menemui Deno berserta jajarannya, yaitu Vinsensius Rundi dan Ardianus Antur.

Deno saat menerima perwakilan warga ditemani mantan Kepala Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Vinsen Marung, mantan Kepala Dinas PU Ketut Suastika dan Kepala Bagian Hukum  Maksi Bour. Hadir juga Wabub Victor dan Kapolres Manggara AKBP Marselis Sarimin.

Pada kesempatan itu Vinsen Marung menjelaskan bahwa hampir setiap tahun mereka mengajukan proposal ke Kementerian PDT dan Kementerian Pertanian.

Dan, saban tahun juga mereka mendapatkan program dari Kementerian itu. Tahun 2015, kata Vinsen pihaknya mengajukan proposal senilai Rp 23 miliar. “Di dalamnya ada irigasi, jalan usaha tani, alat dan mesin pertanian, bantuan benih dan lain-lain,” ujar Vinsen.

Namun, nilai proposal itu, dianggap terlalu besar. Atas permintaan Kementerian, mereka pun mengecilkan nilai usulan dengan fokus pada sejumlah program prioritas.

Hasilnya, ada enam lokasi proyek yang dibagi dalam tiga paket pekerjaan senilai Rp 959.663.500.

Enam proyek tersebut adalah Wae Racang dan Wae Dangkung Rp 339.092.600;  Wae Lega dan Wae Wunut Rp 285.372.000, Wae Redong dan Wae Woing Rp 335.198.900.

Tiga Tamu yang Diklaim Niko, Juga Diklaim Kadis Pertanian

Setelah semua dokumen yang dibutuhkan dilengkapi, yaitu titik koordinat lokasi proyek dan Surat Keputusan dari Bupati yaitu SK  No 240/2016 tentang tim pengendali  dan SK No 241 tentang penetapan Organisasi Masyarakat Setempat, tim dari Kementerian Desa kemudian menjanjikan untuk ke Ruteng.

Akhirnya, kata Vinsen, tamu dari Kementerian Desa datang ke Ruteng pada pada 18 Mei 2016.

Tiga tamu itu, kata dia, terdiri atas satu perempuan dan dua laki-laki. Mereka datang ke Kantor Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan pada 19 Mei 2016. ”Saya punya bukti semua,” ujarnya.

Sebelumnya, Niko juga mengklaim menerima tiga tamu dari Kementerian Desa itu pada 18 Mei. Tiga tamu itu, satu perempuan atas nama Beatriks dan dua pria yaitu Idar dan Yusuf.

Vinsen Marung, mantan Kadis Pertanian dan Tanaman Pangan Kabupaten Manggarai (Foto:Florespost)

Menurut Vinsen tiga tamu dari Kementerian Desa ini datang untuk mengambil dokumen yang sudah mereka siapkan dan mengecek salah satu titik lokasi proyek.

“Saya bawa mereka ke Wae Wunut. Dari Wae Wunit, kami ke Wae Woing. Dari Wae Woing kami ke Wae Redong, dari Wae Redong kemudian kami ke Wae Dangkung,” ujarnya.

Menurut Vinsen, selama satu hari penuh, dia dan tim dari Kementerian melakukan survei.

“Jam lima baru kami balik,” ujarnya.

Vinsen mengatakan, tiga tamu itu kemudian kembali ke Jakarta pada 20 Mei 2016 dan membawa dokumen-dokumen yang teleh disiapkan oleh dinas.

Menurutnya, tugas Dinas Pertanian hanya sampai di situ. Selanjutnya hal-hal teknis lainnya pihak Kementerian Desa sendiri yang tentukan, termasuk seluruh proses pengadaannya.

“Total anggaran yang kami ajukan Rp 1 miliar. Dan, Rp 1 miliar ini ditenderkan di Kementerian PDT, dan hasil lelangnya itu menjadi Rp 959.663.500. Ini hasil tendernya untuk mengerjakan enam titik lokasi yang tadi saya sampaikan,” ujar Vinsen.

Deno dalam pertemuan itu menegaskan tidak ada proyek Rp 1 miliar di kampugnya di Desa Rado.

Kata dia, proyek di kampung halamannya itu adalah bagian dari proyek senilai Rp 959 juta yang diajukan oleh Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan. Tidak ada pengalihan proyek, demikian penegasan Deno. (PT/Floresa)

spot_img
spot_img

Artikel Terkini