Kenakan Busana Adat Saat Upacara Kenegaraan, Jokowi, JK dan Kapolres Manggarai Diapresiasi

Jakarta, Floresa.co – Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus mengapresisi langkah presiden Jokowi, wakil Presiden Jusuf Kalla dan juga Kapolres Manggarai-Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT) AKBP Marsel Sarimin Karong yang mengenakan busana adat dalam upacara resmi kenegaraan. Pasalnya menurut Petrus, selama ini acara kenegaraan dimonopoli oleh busana formil-nasional yang monoton.

“Mereka menjadikan busana tradisional menjadi sesuatu yang prestisius karena dikenakan dalam upacara kenegaraan peringatan proklamasi 17 Agustus,” kata Petrus di Jakarta, Jumat 18 Agustus 2017.

Seperti diketahui, Kapolres Manggarai AKBP Marselis Sarimin Karong, mengenakan busana adat setempat saat upacara bendera di kampung tradisonal Wae Rebo-Satarmese pada 11 Agustus lalu. Sementara presiden Jokowi mengenakan baju adat Bugis serta busana adat Jawa oleh Wapres Jususf Kalla saat hadir di Gedung DPR RI dalam pidato RAPBN.

Langkah Kapolres Marsel kata Petrus telah mewujudkan amanat konstitusi pasal 18B ayat (2), 28C ayat (1), 28i ayat (3), pasal 31 ayat (5) dan pasal 32 ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945 ke dalam praktek bernegara secara riil.

Presiden Jokowi, Wapres Jufuf Kalla dan Kapolres Marsel, demikian Peterus, memiliki semangat Nawacita dalam melindungi, merawat dan menjunjung tinggi nilai kearifan lokal dan tradisi masyarakat yang ditumbuhkan pada tempat dan waktu yang tepat dalam menyongsong perayaan hari proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 2017.

Maka, lanjutnya, kepedulian yang mereka tunjukan telah menghadirkan nuansa bermakna kenusantaraan, mewujudkan rasa tanggung jawab sebagai bangsa yang beradab dan berbudaya tinggi.

“Karena segala aneka ragam tradisi masyarakat dan kearifan lokal merupakan peradaban yang harus dijaga, dirawat, dilindungi dan dihormati sesuai dengan semangat yang terkandung di dalam pasal 18B ayat (2), pasal 28C ayat (1), pasal 28i ayat (3), pasal 31 ayat (5) dan pasal 32 ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945,” jelasnya.

Lebih lanjut Petrus mengatakan, langkah ketiganya juga dinilai sebagai perwujudan sikap pengakuan dan penghormatan negara terhadap kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya yaitu mengembangkan dan menjunjung tinggi nilai agama, seni dan budaya serta bahasa daerah sebagai bagian dari kebudayaan nasional yang selama orde baru dan pada awal reformsi terpinggirkan dan nyaris punah.

Selama masa tersebut, katanya, pemerintah dinilai tidak memiliki kehendak untuk mengimplementasikan, apalagi membiayai berbagai usaha menjaga kearifan lokal.

“Padahal, sejak reformasi yang diawali dengan amandemen UUD 1945, persoalan budaya yang heterogen sudah mendapat perhatian dan jaminan yang proporsional dalam UUD 1945 hasil amandemen.”

“Pertanyaannya, mengapa negara abai dalam implementasi, mengapa negara sangat minim memberikan perhatian terhadap hak-hak tradisional dan kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat, padahal jaminan dan janji secara konstitusional dalam teks UUD 1945, sungguh luat dan menjadi kewajiban negara,” katanya

Oleh karena itu, advokat Peradi itu mengatakan, pemakaian busana tradisional dalam praktek kenegaraan sebagaimana telah ditunjukan ketiga tokoh tersebut harus dipandang sebagai momentum bangkit dan kembali hidupnya tradisi masyarakat dan kearifan lokal ke dalam kehidupan nyata sehara-hari di semua strata sosial.

Tujuannya, kata dia demi mewujudkan janji dan jaminan konstitusi terhadap kearifan lokal sebagai kekayaan budaya bangsa yang harus dipertahankan, dihormati dan dijunjung tinggi.

“Kita berharap kiranya apa yang dilakukan oleh Presiden Jokowi, Wapres Jusuf Kalla dan Kapolres Manggarai AKBP Marselis Sarimin Karong tetap dalam semangat dan itikad baik untuk mewujudkan penghormatan dan penghayatan terhadap keluhuran nilai budaya yang dimiliki oleh masyarakat tradisional yang jumlahnya puluhan bahkan ratusan ribu suku dengan adat dan tradisi yang beragam,” pungkasnya. (ARJ/Floresa).

 

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di bawah ini.

Baca Juga Artikel Lainnya

Masyarakat Adat di Nagekeo Laporkan Akun Facebook yang Dinilai Hina Mereka karena Tuntut Ganti Rugi Lahan Pembangunan Waduk Lambo

Akun Facebook Beccy Azi diduga milik seorang ASN yang bekerja di lingkup Pemda Nagekeo

Pelajar SMAS St. Klaus Kuwu Gelar Diskusi terkait Pengaruh Globalisasi terhadap Budaya Manggarai

Para pemateri menyoroti fenomena globalisasi yang kian mengancam eksistensi budaya lokal Manggarai dalam pelbagai aspek

Was-was Manipulasi Informasi Terkait Proyek Geotermal Poco Leok

Temuan Floresa mengungkapkan manipulasi informasi adalah salah satu dari berbagai “upaya paksa” meloloskan proyek tersebut.