Data BPS,NTT Masih Bertahan Sebagai Daerah Termiskin Ketiga di Indonesia

Kupang, Floresa.co – Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) masih bertahan sebagai daerah dengan tingkat kemiskinan ketiga di Indonesia.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) NTT yang diumumkan pada 17 Juli lalu, jumlah penduduk miskin di NTT pada Maret 2017 mencapai 1,15 juta orang atau 21,85 persen dari total jumlah penduduk.

Jumlah penduduk miskin di NTT ini tidak banyak berubah dibandingkan kondisi pada September 2016. Pada periode tersebut jumlah penduduk miskin di NTT juga sekitar 1,15 juta orang.

Data kemiskinan terbaru ini masih menempatkan provinsi kepulauan di timur Indonesia ini sebagai dareah dengan tingkat kemiskinan ketiga tertinggi di Indonesia setelah Papua dan Papua Barat. Papua memiliki tingkat kemiskinan sebesar 27,62 persen dan Papua Barat sebesar 25,1%.

BACA:NTT Termiskin Ketiga di Indonesia

Ignatius Iryanto, bakal calon gubernur/wakil gubernur NTT pada pilkada 2018 berpendapat pemerintah daerah di NTT baik pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten perlu berkolaborasi dengan sektor swasta dan institusi agama terutama gereja untuk membangun ekonomi masyarakat.

Swasta harus dilibatkan agar pembiayaan pembangunan tidak hanya mengandalkan APBD yang sebagian besar bersumber dari APBN. Pola yang sama terjadi di level pemerintah pusat di mana sektor swasta diundang pemerintah untuk ambil bagian dalam pembangunan infrastruktur dan sektor lainnya.

“Pemerintah di NTT menurut saya, sampai dengan hari ini belum terlalu kreatif untuk mengembangkan sumber-sumber pembiayaan di luar penerimaan resmi negara,”ujarnya kepada Floresa.co, Jumat 21 Juli 2017.

Sumber pembiayaan pihak ketiga itu, menurutnya bisa dalam bentuk investasi langsung sektor swasta dan juga dana-dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR). Dana CSR kata dia bisa digunakan untuk mebiayai program-program yang bisa mendorong terjadinya transformasi atau perubahan sosial di daerah.

“Jadi, tidak hanya sekedar, tip service, bagi-bagi duit, bikin turnamen sepak bola yang sebenarnya tidak punya pengaruh langsung terhadap  ekonomi. Tetepi CSR bisa dikemas, bisa dalam banyak bentuk seperti di Jakarta Ahok membangun taman-taman, lingkran Semanggi dengan manfaatkan dana CSR itu secara benar tanpa menggunakan dana APBD,”ujar pria yang bekerja di bidang CSR sebuah perusahaan energi di Jakarta ini.

Agar investasi swasta bisa mengalir, menurut Ignas, mental birokasi harus dibenahi. Menurutnya, kualitas dan etos birokrasi di banyak daerah termasuk di NTT masih kurang. Untuk itu, refomrasi birokrasi menjadi hal yang mendesak dilakukan oleh siapa pun yang menjadi kepala daerah di NTT.

Terkait peran institusi agama, terutama gereja, menurut Ignas selama ini belum terlalu optimal dalam mendongkrak ekonomi umat. Meskipun, menurunya di sektor pendidikan peran gereja sudah menonjol.

“Tetapi, dalam rangka mendongkrak ekonomi umat, menurt saya belum optimal. Ada beberpa tokoh dari gereja, tapi umumnya sangat tergantung dari pribadi-pribadi pastor yang bersangkutan,”ujar pria kelahiran Ende, Flores ini.

Selain kolaborasi antara pemerintah, swasta dan institusi agama, menurut Ignas tidak kalah penting adalah masyarakat itu sendiri. Menurtnya, masyarakat NTT harus memiliki mental untuk keluar dari kondisi kemiskinan.

“Motivasi daya juang untuk berubah, itu perlu ditanamkan,”tandasnya.

Menurut Ignas, kondisi alam NTT yang sebagian besar kering tidak bisa lagi dijadikan sebagai kambing hitam penyebab kemiskinan.

“Karena ada daerah lain yang jauh lebih kering dari kita, tetapi mereka mampu. Timur Tengah, Israel misalnya, jauh lebih kering dari kita. Tetapi, mereka mampu karena daya kreatif, daya juang mereka ada,”ujarnya. (Ario Jempau/PTD/Floresa)

 

spot_img

Artikel Terkini