Labuan Bajo: Masih Layak Dibanggakan?

Oleh: ANTON WESEL-B

Labuan Bajo, kota di ujung barat Pulau Flores itu tidak lagi elok. Banyak orang membanggakannya tetapi mereka tidak memilikinya lagi.

Ia diincar banyak orang, terutama mereka yang punya uang. Garis-garis pantai diperebutkan dengan membabi-buta seperti anjing kelaparan yang merebut makanan. Pulau-pulau diperjualbelikan seperti para germo yang menjual pelacur.

Tidak ada lagi rasa peduli pada kebaikan bersama. Cinta pada tanah kelahiran pun dibutakan oleh uang.

Mungkin kita sudah lupa falsafah hidup ini: mbaru bate ka’eng, natas bate labar, uma bate duat, wae bate teku, compang bate dari. Ini adalah Pancasila-nya kita orang Manggarai. Dasar eksistensi kita. Identitas ke-manggarai-an kita. Rumah, halaman, kebun, mata air, dan altar kurban adalah unsur-unsur konstitutif bagi hidup orang Manggarai. Kehilangan salah satu sila adalah kepincangan eksistensi kita.

Konkretnya, kehilangan tanah sejengkal pun adalah gangguan bagi harga diri kita. Tanah (lingko) adalah dasar eksistensi sekaligus identitas kita orang Manggarai.

Labuan Bajo seperti seorang gadis yang tidak tahu merawat diri. Giginya bau. Rambutnya kusut dan kusam. Mukanya bernoda. Bau badanya asem. Pakaiannya compang-camping. Telapak kakinya hitam dan keras. Tidak ada daya tarik sama sekali.

Kalau kalian ke Labuan Bajo kalian menjumpai jalanan yang berdebu karena tidak beraspal. Mobil-mobil tangki berjibaku karena air diperjualbelikan. Ruang-ruang publik sangat jarang. Para mafia tanah hilir-mudik seperti para pialang saham di bursa efek. Yang dicari adalah siapa yang menawarkan paling tinggi.

Labuan Bajo kian tidak terurus. Bau amis di mana-mana, mulai dari bau amis korupsi di kantor-kantor dinas sampai bau amis ikan yang membusuk di Kampung Ujung dan Pasar Wae Kesambi, au amis dari mafia-mafia proyek sampai bau amis dari mulut para calo tanah.

Lantas, siapa yang bertanggung jawab? Hahahahaha…..Tanyakan saja pada rumput yang bergoyang. Eh..sabar! Tanyakan juga pada Adinda: kenapa Kakanda gak bisa urus Labuan Bajo sihh… Apa dia mampunya cuma ngurus Adinda ya?

Mungkin karena tidak terurus, Labuan Bajo yang bak gadis cantik itu diperjual-belikan. Kita ingat yang lagi hangat kasus Pantai Pede. Labuan Bajo seperti pelacur yang bisa mendatangkan duit. Garis-garis pantai dan pulau-pulau dijual oleh para germo. Ada germo yang berbaju aktivis. Ada germo yang berbaju anggota dewan yang dipilih rakyat. Ada juga germo yang berbaju pejabat. Ada juga germo yang berbaju advokat.

Bahkan, ada juga germo yang berbaju religius. Germonya banyak sekali. Mereka juga sangat lihai dan cerdik.

Mulai saat ini Labuan Bajo bukan  lagi milik kita. Pancasila-nya orang Manggarai perlahan-lahan tergerus. Dasar eksistensi kita mulai rapuh. Identitas kita pun menjadi tak jelas.

Tanah tidak dihargai sebagai identitas tetapi dihargai sebagai uang. Air tidak lagi dihargai sebagai kehidupan tetapi sebagai komoditas. Satu per satu sila-sila itu menghilang. Kita perlahan-lahan menjadi orang asing di tanah sendiri.

Argumentasinya filosofisnya begini: porong neka ciri lonto’s ata long, ciri  long’s ata lonto. Artinya, jangan menjadikan ‘orang asing’ menjadi tuan atas kita. Kita adalah Tuan atas diri kita sendiri. Kita adalah Tuan atas identitas kita. Sebab, ‘orang asing’ tidak mengerti falsafah hidup kita. Orang asing tidak mengerti gendang one, lingko pe’ang.

Karena itu, mari kita merebut kembali identitas kita. Kita merebut kembali tanah kita. Jangan hanya diam dan pura-pura masa bodoh. Lawan para germo yang mencari uang dengan tidak halal.

Khusus untuk para anak muda; mari kita lawan para ‘orang Tua’. Hidup tidak akan berjalan mundur. Masa depan bukan milik para ‘orang tua’ yang duduk berpangku kaki sambil merancang mafia proyek di kantor pemerintahan. Masa depan adalah milik kita, bukan milik para ‘orang tua’ itu.

Biarkan para orang tua itu bersenang-senang dengan Adinda. Sebab, masa depan mereka akan berhenti di sini. Mari kita rebut masa depan kita dari tangan mereka.

Saya gak tau, Adinda usianya berapa? Apa Adinda masih sebagai anak muda atau sudah sama tuanya dengan Kakanda? Kalau ketemu Kakanda bilang sama dia ada salam dari Jakarta! Bilang sama dia: Jangan keseringan pakai kaca mata hitam. Jangan lihat Labuan Bajo dengan kaca mata hitam.

Kita bukan anak-anak malam (gelap). Kita adalah anak-anak siang (terang). Kasihan sekali, di tangan Kakanda Labuan Bajo tidak lagi menjadi kota kebanggaan. Saya kecewa.

Penulis tinggal di Jakarta

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di bawah ini.

Baca Juga Artikel Lainnya

Bicara Tuntutan Nakes Non-ASN, Bupati Manggarai Singgung Soal Elektabilitas, Klaim Tidak Akan Teken Perpanjangan Kontrak

Herybertus G.L. Nabit bilang “saya lagi mau menaikkan elektabilitas dengan ‘ribut-ribut.’”

Apakah Paus Fransiskus akan Kunjungi Indonesia dan Rayakan Misa di Flores?

Kendati mengakui bahwa ada rencana kunjungan paus ke Indonesia, otoritas Gereja Katolik menyebut sejumlah informasi yang kini menyebar luas tentang kunjungan itu tidak benar

Buruh Bangunan di Manggarai Kaget Tabungan Belasan Juta Raib, Diklaim BRI Cabang Ruteng Dipotong Sejuta Per Bulan untuk Asuransi

Nasabah tersebut mengaku tak menggunakan satu pun produk asuransi, sementara BRI Cabang Ruteng terus-terusan jawab “sedang diurus pusat”

Masyarakat Adat di Nagekeo Laporkan Akun Facebook yang Dinilai Hina Mereka karena Tuntut Ganti Rugi Lahan Pembangunan Waduk Lambo

Akun Facebook Beccy Azi diduga milik seorang ASN yang bekerja di lingkup Pemda Nagekeo

Pelajar SMAS St. Klaus Kuwu Gelar Diskusi terkait Pengaruh Globalisasi terhadap Budaya Manggarai

Para pemateri menyoroti fenomena globalisasi yang kian mengancam eksistensi budaya lokal Manggarai dalam pelbagai aspek