Tudingan Makar dan Ketidakjelasan Respon Aparat

Oleh: Petrus Selestinus

Akhir-akhir ini  kata “makar” semakin populer. Kata itu tidak kalah populer dengan kata “penistaan agama” yang dituduhkan kepada Basuki Tjahja Purnama atau Ahok dalam kasus Surat Al Maida 51.

Bahkan, dugaan adanya peristiwa makar telah dinyatakan oleh Kapolri Tito Karnavian dan Panglima TNI, Gatot Brahmantyo terkait motif di balik aksi unjuk rasa damai pada tanggal 4 November 2016 atau yang disebut peristiwa 411.

Publik tentu saja kaget dan bertanya-tanya, siapakah gerangan yang berada di balik aksi unjuk rasa 411 yang mencoba merancang perbuatan makar sebagai kejahatan yang mengganggu kemanan negara itu.

Di era Orde Baru, kata makar sangat menyeramkan. Pasalnya, ketika penguasa Orde Baru menyatakan adanya makar, maka serta merta mereka yang diduga sebagai otak/aktor intelektual dan fasilitator perbuatan makar ditangkap, ditahan dan diproses hukum.

Ada kekuatiran bahwa dampak yang ditimbulkan dari peristiwa makar itu luar biasa merugikan rakyat.

Namun, sekarang kata makar tidak lagi seram, karena meskipun peristiwa makar berkali-kali dinyatakan  oleh aparat penegak hukum, akan tetapi tidak serta-merta seseorang dieksekusi di dalam sel tahanan sebagaimana yang terjadi pada era Ordde Baru.

Di era reformasi, negara sering tidak jujur dalam persoalan makar.

Ketidakjujuran itu justru terhadap dirinya sendiri. Ketidakjujuran itu juga sering dibungkus dengan perbuatan tidak jujur lainnya agar kebenaran dan fakta-fakta yang sudah terungkap ke publik tersamarkan kembali tanpa tujuan yang jelas.

Dalam kasus aksi unjuk rasa 411, berkali-kali Panglima TNI dan Kapolri menyatakan adanya makar. Sayangnya, meskipun pernyataan tentang makar berkali-kali diucapkan ke publik, namun tidak disertai dengan tindakan kepolisian  untuk mengungkap kebenaran tentang siapa aktor intelektual di balik aksi 411.

Dalam unjuk rasa 411, sebetulnya elemen-elemen perbuatan makar sebagai tindak pidana untuk mengganggu keamanan negara telah ada.

Saat demo 411 terdapat upaya dari kelompok tertentu di balik aksi damai 411 untuk menekan istana melalui orasi-orasi yang bernada  menghina Presiden Jokowi, membawa bambu runcing, membakar mobil Brimob dan lain-lain.

Dengan demikian, seharusnya Bareskrim Mabes Polri tidak boleh lagi berwacana. Akan tetapi, sudah seharusnya melakukan tindakan kepolisian terhadap sejumlah orang atas apa yang sudah dikontastir oleh Kapolri mengenai rencana makar itu.

Di dalam pasal 110 ayat (1) KUHP dikatakan bawa: “permufakatan jahat untuk melakukan kejahatan menurut pasal 104, 106, 107 dan 108 diancam berdasarkan ancaman pidana dalam pasal-pasal tersebut”.

Kemudian di dalam pasal 110 ayat (2) KUHP, disitu dikatakan bahwa pidana yang sama diterapkan terhadap orang-orang yang dengan maksud berdasarkan pasal 104, 106, 108, mempersiapkan atau memperlancar kejahatan : berusaha menggerakan orang lain untuk melakukan agar memberi bantuan pada waktu melakukan atau memberi kesempatan, sarana atau keterangan untuk melakukan kejahatan, menyuruh melakukan atau turut serta melakukan dstnya……, berusaha memperoleh kesempatan, sarana atau keterangan dstnya……, memiliki persediaan barang-barang dstnya………, mempersiapkan atau memiliki rencana dstnya………, berusaha mencegah, merintangi dstnya…………mempersiapkan atau kemiliki rencana dstnya……..berusaha mencegah, merintangai, menggalkan dstnya.

Kemudian. pada pasal 110 ayat (5) disebutkan bahwa: “jika dalam salah satu hal seperti yang dimaksud dalam ayat 1 dan 2 pasal ini, kejahatan sungguh terjadi, pidananya dilipatkan dua kali.

Tindak pidana makar bukanlah delik materil, melainkan delik formil.

Artinya, meskipun tindakan itu tidak menimbulkan akibat berupa jatuhnya kekuasaan pemerintahan yang sah, akan tetapi dengan terpenuhinya unsur-unsur sesuai rumusan pasal-pasal di atas, hal itu sudah termasuk tindak pidana sebagaimana berkali-kali telah dikonstatir oleh Kapolri dan Panglima TNI.

Oleh karena itu, aparat penegak hukum tidak boleh hanya  berwacana tentang adanya dugaan makar, akan tetapi harus disertai dengan sejumlah tindakan kepolisian (penyelidikan dan penyidikan), agar perencanaan, persiapan dan peran keikutsertaan pihak lain dalam mewujudkan tindak pidana makar dapat dicegah atau dihentikan.

Karena, sekecil apapun terjadinya  tindak pidana makar sebagai “kejahatan terhadap keamanan negara” hal itu jelas berpotensi menimbulkan kepanikan di kalangan warga dan mengancam keamanan negara, eksistensi negara, eksistensi pemerintahan yang sah dan eksistensi dasar negara kita yaitu pancasila dan UUD 1945.

Pemerintah tidak boleh bersikap diskriminatif dalam menyikapi tindak pidana makar. Karena, di dalam beberapa kasus, baik yang terjadi di Maluku seperti pengibaran bendera RMS atau di Papua pengibaran bendera Papua Merdeka, serta merta aparat penegak hukum langsung menangkap, menahahan dan memproses hukum hingga ke pengadilan.

Mengapa dalam menghadapi kasus dugaan makar yang diduga memboncengi aksi demo 411 dan atau 212 yang akan datang, pemerintah hanya beretorika bahkan terkesan memberi kesempatan konsolidasi kepada pihak-pihak yang diduga berada di balik aksi demo 411 atau nanti pada 212, dengan dalil asal dilakukan secara damai. Atas nama HAM dan demokrasi, lantas membiarkan pihak ketiga memboncengi aksi dengan pernyataan turunkan presiden, ganti Pancasila dan lain-lain.

Sebagai negara hukum, aparat negara tidak boleh takut bertindak tegas dan adil terhadap siapapun yang diduga melakukan kejahatan terhadap keamanan negara.

Aparat negara tidak boleh bersikap diskriminatif terhadap anasir-anasir yang telah dideteksi dan dikonstatir keterlibatannya dalam kejahatan makar, namun tidak ada tindakan kepolisian terhadap mereka.

Urgensi dari tindakan kepolisian terhadap mereka yang diduga sebagai pelaku makar, selain demi mewujudkan prinsip negara hukum, juga sebagai langkah preventif untuk mencegah eskalasi tindakan makar meluas tanpa kendali dan mengganggu kenyamanan/ketentraman publik.

Penulis adalah advokat dan kordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI)

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di bawah ini.

Baca Juga Artikel Lainnya

Apakah Paus Fransiskus akan Kunjungi Indonesia dan Rayakan Misa di Flores?

Kendati mengakui bahwa ada rencana kunjungan paus ke Indonesia, otoritas Gereja Katolik menyebut sejumlah informasi yang kini menyebar luas tentang kunjungan itu tidak benar

Buruh Bangunan di Manggarai Kaget Tabungan Belasan Juta Raib, Diklaim BRI Cabang Ruteng Dipotong Sejuta Per Bulan untuk Asuransi

Nasabah tersebut mengaku tak menggunakan satu pun produk asuransi, sementara BRI Cabang Ruteng terus-terusan jawab “sedang diurus pusat”

Masyarakat Adat di Nagekeo Laporkan Akun Facebook yang Dinilai Hina Mereka karena Tuntut Ganti Rugi Lahan Pembangunan Waduk Lambo

Akun Facebook Beccy Azi diduga milik seorang ASN yang bekerja di lingkup Pemda Nagekeo

Pelajar SMAS St. Klaus Kuwu Gelar Diskusi terkait Pengaruh Globalisasi terhadap Budaya Manggarai

Para pemateri menyoroti fenomena globalisasi yang kian mengancam eksistensi budaya lokal Manggarai dalam pelbagai aspek