Stefanus Banus: 16 Tahun Kehilangan Hak Sebagai PNS

Borong, Floresa.co – Di sebuah pondok kecil, Stefanus Banus melewati hari-hari hidupnya seorang diri.

Pondok itu terletak di ladang miliknya di Kampung Wae Ruek, Desa Golo Munga, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai Timur.

Ditemui Floresa.co pekan lalu, kondisi Banus cukup memperihatinkan.

Ia berupaya hidup pas-pasan, dengan mengandalkan pemasukan dari hasil menjual sayur, kedelai, tomat dan nanas.

Katanya, seringkali ia tidak makan nasi, jika sedang krisis keuangan.

“Biasanya kalau habis beras, saya makan apa adanya. Makan ubi, pisang dan jagung,” kata pria 54 tahun itu.

Dari penampilannya kini, dengan jenggot tebal dan badan yang agak kurus, tidak banyak yang tahu bahwa Banus masih berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Ia berkisah, dirinya merupakan lulusan Akademi Pendidikan Katekis (APK) Santu Paulus Ruteng.

Pada tahun 1994, ia lulus tes PNS, lalu dikirim ke Timor Leste, yang sebelumnya bernama Timor Timur, saat masih bergabung dengan Indonesia.

Di sana, ia bertugas sebagai guru Pendidikan Agama di SMPN 1 Kecamatan Atauro, Desa Vila, Kabupaten Dili.

Kehidupan Banus mengalami goncangan, saat Timor Timur berada dalam gejolak dan desakan menuntut untuk pisah dari Indonesia kian menguat.

Tahun 1999 menjadi puncak dari pergolakan itu, di mana digelar referendum dan secara defenitif Timor Timur menjadi negara baru, setelah kelompok pro kemerdekaan meraih suara mayoritas.

Berbeda dengan kebanyakan rekan PNS dari Manggarai yang saat itu memilih kembali ke kampung halaman, Banus memilih bertahan.

Ia beralasan, dirinya ingin terus mengabdi di Timor Timur, karena melihat pekerjaan sebagai pendidik adalah panggilan hidupnya.

“Saya ini bukan hanya guru yang mengajar agama di sekolah, tetapi guru agama yang beriman. Tugas saya bukan hanya mengabdi di sekolah, melainkan juga mengabdi di gereja,” kata putra pertama dari pasangan Longginus Ubar dan Paulina Dewe ini.

“Saya datang bukan untuk berpolitik. tetapi untuk mengabdi.”

Hingg kini, Stefanus Banus memilih menetap di pondok di ladang miliknya. (Foto: Ronald Tarsan/Floresa)
Hingg kini, Stefanus Banus memilih menetap di pondok di ladang miliknya. (Foto: Ronald Tarsan/Floresa)

Namun, naas menimpah Banus ketika pada tahun 2000 ia menjadi korban pemukulan.

Peristiwa itu, kata dia, terjadi saat ia sedang berada di halaman salah satu gereja di Dili.

“Ada orang yang tidak saya kenal datang bergerombol untuk masuk ke halaman gereja. Saya melarang mereka,” katanya.

Menghadapi reaksi Banus demikian, gerombolan itu tidak menerimanya dan spontan memukuli Banus di bagian kepala dengan pentungan.

Hal itu menjadi mimpi buruk bagi Banus. “Sejak itu, saya mengalami gangguan mental,” kisah pria kelahiran Wae Ruek, 15 Februari 1962 itu.

Pasca kejadian itu, ia pun memutuskan kembali ke Manggarai.

Dalam keadaan masih sakit ia keluar dari Timor Timur, ditemani seorang pastor, yang kini ia hanya ingat nama depannya, Pastor Ansel.

Tiba di kampung halamannya di Wae Ruek, Banus memilih tinggal di pondoknya. Dan, itu berlangsung hingga kini.

Kepada Floresa.co, Banus yang sudah bisa berbicara dengan normal, namun tetap memilih tinggal terpisah dari warga kampungnya menyatakan harapan agar bisa kembali mendapat haknya sebagai PNS.

Dan, katanya, dirinya sudah pernah memperjuangkan hal itu.

“Saya pernah memberikan dokumen kepegawaian saya kepada Gabriel Kabut, salah satu guru PNS di SDI Wae Ruek untuk ditindaklanjuti. Katanya, dia mau kasih kepada Bernadus Daguk, salah satu anggota DPRD Manggarai Timur,” katanya.

Namun, belum ada kabar baik yang ia terima hingga kini.

“Saya berharap kepada Pemerintah Manggarai Timur agar menolong dan memperjuangkan hak saya sebagai PNS”, harapnya.

“Saya ini mengalami kecelakaan kerja. Tetapi, mengapa dan kenapa tidak diperhatikan oleh negara”, ungkapnya.

Kini, ia masih menyimpan dokumen kepegawaian dan SK penempatan di pondoknya, termasuk Nomor Induk Pegawai (NIP).

“Saya telah memberi sumbangsih baik negara maupun gereja. Namun, pada hari ini, tak seorang pun yang mau menolong saya,” kata Banus. (Ronald Tarsan/ARL/Floresa)

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di bawah ini.

Baca Juga Artikel Lainnya

Bicara Tuntutan Nakes Non-ASN, Bupati Manggarai Singgung Soal Elektabilitas, Klaim Tidak Akan Teken Perpanjangan Kontrak

Herybertus G.L. Nabit bilang “saya lagi mau menaikkan elektabilitas dengan ‘ribut-ribut.’”

Apakah Paus Fransiskus akan Kunjungi Indonesia dan Rayakan Misa di Flores?

Kendati mengakui bahwa ada rencana kunjungan paus ke Indonesia, otoritas Gereja Katolik menyebut sejumlah informasi yang kini menyebar luas tentang kunjungan itu tidak benar

Buruh Bangunan di Manggarai Kaget Tabungan Belasan Juta Raib, Diklaim BRI Cabang Ruteng Dipotong Sejuta Per Bulan untuk Asuransi

Nasabah tersebut mengaku tak menggunakan satu pun produk asuransi, sementara BRI Cabang Ruteng terus-terusan jawab “sedang diurus pusat”

Masyarakat Adat di Nagekeo Laporkan Akun Facebook yang Dinilai Hina Mereka karena Tuntut Ganti Rugi Lahan Pembangunan Waduk Lambo

Akun Facebook Beccy Azi diduga milik seorang ASN yang bekerja di lingkup Pemda Nagekeo

Pelajar SMAS St. Klaus Kuwu Gelar Diskusi terkait Pengaruh Globalisasi terhadap Budaya Manggarai

Para pemateri menyoroti fenomena globalisasi yang kian mengancam eksistensi budaya lokal Manggarai dalam pelbagai aspek