Demo di Kejaksaan Agung, Para Pemuda Desak Proses Hukum Oknum di Kejaksaan Tinggi NTT

Floresa.co – Merasa miris dengan penegakan hukum di Nusa Tenggara Timur (NTT) para pemuda dari sejumlah elemen menggelar aksi unjuk rasa di Kejaksaan Agung, Jakarta pada Rabu, 26 Oktober 2016.

Para pemuda ini merupakan aktivis Forum Pemuda NTT Penggerak Keadilan dan Perdamaian (Formadda NTT), Garda NTT dan Kommas Ngada Jakarta.

Mereka meminta pihak Kejaksaan Agung untuk mengatasi kebobrokan yang terjadi di Kejaksaan Tinggi NTT.

“Kejati NTT stop mengkriminalisasi masyarakat NTT dan bebaskan Paulus Watang dan Yohanes Sammy,”  kata Hendrikus Hali Atagoran dari Formadda NTT dalam orasinya.

Keduanya, menurut Hali, adalah korban mafia jual beli aset negara yang dilakukan oleh oknum Kejati NTT sendiri sejak tahun 2011.

Kasus ini menurut Hali direkayasa untuk menyasar beberapa orang yang harus dikorbankan untuk menutup kejahatan korupsi di lingkup Kejati NTT.

Sementara itu, Yons Ebit, Ketua Garda NTT meminta pihak Kejagung untuk memberhentikan dan memproses hukum Jhon W Purba, mantan Kepala Kejati NTT karena diduga kuat terlibat mafia jual beli aset negara.

Hali membeberkan tiga alasan mengapa JW Purba harus bertanggung jawab secara hukum atas tindak pidana korupsi jual beli aset PT Sagared.

Pertama, kata dia, pada 5 Mei 2015 ada pertemuan di ruang Kepala Kejati NTT antara JW Purba, Jaksa Gasper Kase (Aspidsus), dan pengusaha besi tua Paulus Watang yang kemudian menjadi terdakwa dalam kasus tersebut.

“Itu berarti, baik JW. Purba maupun Gasper Kase diduga mengetahui persis rencana bahkan merestui jual beli aset PT. Sagared,” jelasnya.

Fakta lain yang juga diungkapkan adalah pertemuan 6 Mei 2015, di mana  Kepala Kejati NTT mengeluarkan Surat Perintah Pengangkutan dan Pengamanan barang/aset negara dari lokasi pabrik dan membawanya ke Kejaksaan Tinggi NTT.

Surat perintah tersebut, kata dia, merupakan dasar hukum berpindahnya barang dari lokasi yang kemudian dijual oleh oknum jaksa kepada beberapa pengusaha.

“Sebagai pimpinan, JW Purba mestinya mengecek keberadaan barang-barang tersebut di gudang Kejati NTT. Jika tidak ada, Kepala Kejati mestinya bertanya kepada jaksa yang diberi perintah kemana barang-barang itu diangkut,” jelasnya.

Lanjut Hali, fungsi kontrol dan pengawasan tidak dijalankan oleh JW. Purba, maka tindak pidana korupsi sesungguhnya bisa dicegah.

“Tetap, mengapa tidak dilakukan JW. Purba?” tanyanya.

Fakta lain yang ia ungkap adalah bahwa sejak tahun 2011, barang/aset PT Sagared telah djual bebas oleh Kejati NTT.

“Jual beli barang/aset tersebut merupakan tindak lanjut dari Surat Perintah Pengamanan dan Pengangkutan yang dikeluarkan oleh Kepala Kejati NTT,” terang Hali.

“Surat tersebut pasti terdokumentasi dengan baik di Kejati NTT dan diketahui oleh JW Purba selaku pimpinan,” katanya.

“Nah, pertanyaannya adalah, apabila hendak membongkar korupsi jual beli aset PT Sagared, mengapa JW tidak mengecek dan mempertanyaan keberadaan barang/aset tersebut? Mengapa JW Purba justru mengeluarkan lagi surat perintah yang diduga menjadi modus Kejati untuk menjarah dan menjual aset milik negara?”

Dalam aksi kemarin, massa aksi juga mendesak Kejagung segera memanggil dan memeriksa Jaksa Gasper Kase dan Ridwan Ansar karena dinilai terlibat konflik kepentingan.

Jaksa Gasper Kase yang hadir dalam berbagai pertemuan, baik di Hotel Aston maupun di ruang kepala Kejati NTT dinilai harus bertanggung jawab atas persoalan ini.

Mereka menduga Jaksa Djemi Rotu Lede, Gaspar Kase diduga terlibat aktif membangun lobi-lobi termasuk membuat komitmen bersama dengan sejumlah pengusaha untuk jual beli aset.

“Gasper Kase hadir sebagai saksi dalam persidangan, tetapi dia juga hadir sebagai penyidik dan penuntut dalam kasus yang sama. Posisi macam ini sangat tidak etis, ada conflic of interest,” ungkap koordinator aksi, Asis Wayongnaen.

“Ridwan Angsar kenyataannya sebelum proses persidangan sudah ada persoalan pribadi dengan terdakwa Paulus Watang yakni tindakan pemukulan anak terdakwa dan pembohongan di media massa yang saat  ini sedang di proses di pihak kepolisian,” lanjutnya.

Selain itu, dalam proses persidangan, kata dia, sebagai JPU, Ridwan Ansar selalu menghadirkan keluarga dan sahabat kenalannya untuk  memenuhi ruang sidang, membuat keributan dan mengacaukan jalannya persidangan.

Kelakuan JPU semacam ini, jelasnya, sangat tidak sehat dan tidak etis untuk sebuah lembaga peradilan yang terhormat.

Karena alasan ini, elemen pemuda asal NTT ini mendesak agar kedua JPU tersebut harus dikeluarkan dari tim JPU untuk kasus yang sedang berlangsung.

Para pemuda juga berharap agar Kejaksaan Agung mengambil alih proses hukum tindak pidana korupsi jual beli aset negara PT Sagered yang saat ini sedang berlangsung di Kejati NTT.

Mereka menilai JPU merupakan bagian dari tindak pidana dan karena itu obyektivitas proses pengadilan dilecehkan sekaligus mencederai rasa keadilan.

Aksi yang awalnya berlangsung damai ini perlahan memanas ketika setelah beberapa lama berorasi, pihak Kejaksaan Agung tidak merespon.

Massa kemudian mulai menggoyang pagar masuk Kejagung. Namun pada akhirnya perwakilan massa aksi diterima oleh Kepala Bidang Hubungan Antar Lembaga Kejaksaan Agung, Ari Prioagung.

Di hadapan Ari, Ovan Wangkut mendesak agar pihak Kejagung memeriksa Gasper Kase dan JW Purba.

Selain perwakilan massa aksi juga menuntut agar Kejagung segera melakukan audit terhadap seluruh aset PT Sagared karena diduga kuat banyak yang sudah dijual.

Ari pun mengatakan, persoalan ini adalah persoalan serius yang harus ditindaklanjuti secara serius pula.

“Jangan anggap persoalan ini persoalan ringan, dan Pak Jaksa Agung pun sudah tahu persoalan ini,” katanya.

Kami sudah mengajukan untuk dilakukan supervisi terhadap oknum jaksa di Kejaksaan Tinggu NTT dan kami tidak main-main,” lanjut Ari.

Aksi yang berlangsung selama 3 jam ini berakhir sekira pukul 12.30 dan massa aksi mulai membubarkn diri.

Mereka mengancam, jika dalam satu minggu tidak ada progress lanjut, maka mereka akan menurunkan massa yang lebih besar. (ARL/Floresa)

spot_img

Artikel Terkini