Ketika Camat Komodo Restui Pembongkaran Rumah “Penjaga Kuburan” di Pantai Pede

Labuan Bajo, Floresa.co – Siang itu, hawa di Pantai Pede cukup panas. Selain karena terik matahari, juga karena tak ada lagi tempat berteduh di pantai berpasir putih itu.

Linawati, bersama dua anaknya, duduk-duduk santai sambil menikmati ikan bakar hasil tangkapan suaminya, Junaidi, di perairan di sekitar Pantai Pede. Tatapan matanya sekali-kali menerawang jauh ke tengah lautan. Tetapi wanita paruh baya itu lebih banyak menatap ke arah bekas sebuh rumah.

Rumah yang sudah lama dibangun itu, kini rata dengan tanah. Hanya tersisah bekas semen lantai dan beberapa material yang tersimpan di dalam karung.

Itulah rumah Linawati. Bersamaan dengan proyek pembangunan hotel dan resotoran milik PT Sarana Investama Manggabar (PT SIM), rumah yang mereka tempati itu dibongkar.

Bangunan rumah papan dan berlantai semen itu, berada tepat di samping hotel La Prima Labuan Bajo atau bagian timur tanah Pantai Pede.

Keluarga Linawati pun terpaksa mengungsi di salah satu rumah keluarga di kota Labuan Bajo, ibu kota Kabupaten Manggarai Barat – Flores.

Menurut penuturan Linawati, ia membangun rumah di tanah itu untuk menjaga pemakaman keluarga yang berada tepat di samping rumah yang kini sudah dibongkar itu.

“Ini tanah keluarga kami,”ujarnya.

“Di sini kami disuruh bangun rumah untuk menjaga pemakaman keluarga yang ada di samping,”ujarnya sambil melahap ikan bakar.

Kuburan di Pantai Pede (Foto: Ferdinand Ambo/Floresa)
Kuburan di Pantai Pede (Foto: Ferdinand Ambo/Floresa)

Ia mengatakan selama ini, untuk bertahan hidup, ia dan keluarganya melaut. “Sekarang sudah tidak ada tempat tinggal, hidup semakin susah,”ujarnya.

Linawati mengatakan pembongkaran rumah itu atas perintah Camat Komodo, Abdullah Nur.

”Pa Camat Komodo yang suruh bongkar, padahal rumah ini bukan rumah bantuan,”ujarnya.

Camat Komodo yang ditemui di kantornya,Rabu 14 September mengaku pembongkaran rumah yang ada di tanah Pantai Pede atas permintaan PT SIM.

”Pa Koce (Janggat) dari PT SIM minta bantuan saya,”ujar Abdullah Nur.

Menurutnya, pihak PT SIM mendatangi kantor camat, meminta bantuannya membongkar rumah milik nelayan itu.

”PT SIM sempat mau menyelesaikan dengan cara kekerasan lalu saya panggil pihak PT SIM datang ke kantor,”ujarnya.

Menurut Abdullah ketika Perwakilan PT SIM yakni Koce Janggat mendatangi Kantor Camat Komodo, mereka menunjukkan semua sertifikat dan dokumen.

“Setelah saya cek dokumen PT SIM, lalu saya minta ibu Linawati datang ke kantor dan menunjukan dokumen kepemilikan tanah yang mereka tempati. Setelah dicek, Linawati hanya menunjukkan surat jual beli tanah itu, bukan sertifikat kepemilikan,”tandasnya.

Rumah keluarga Linawati sebelum dibongkar (Foto: Gregorius Afioma/Floresa)
Rumah keluarga Linawati sebelum dibongkar (Foto: Gregorius Afioma/Floresa)

Kata Nur, ayah Linawati bernama Daeng Manguju sudah menjual tanah di bagian timur Pantai Pede itu ke Frans Mali. ”Mereka hanya menunjukkan dokumen jual beli ke Frans Mali,”ujarnya.

“Setelah Frans Mali membeli tanah itu,selanjutnya jual ke Menparpostel. Daeng Pabeta, kakak dari daeng Manguju pun mengakui tanah itu sudah dijual,”lanjutnya.

Abdullah Nur mengakui, menurut pengakuan Linawati, tanah itu tidak dijual semuanya ke Frans Mali. Namun, pengakuan itu tidak disertai bukti.

“Yang mereka tunjukkan hanya bukti jual beli dengan batas-batas. Setelah saya cek,tanah yang mereka klaim sudah terjual.”

Linawati, kata Abdullah, juga mengaku mendapat surat wasiat dari orang tuanya,sebelum mereka membangun rumah di Pantai Pede. Namun surat wasiat itu tidak ada.

”Setelah dicek surat itu tidak ada. Saya bilang, kalau kalian ada surat wasiat pasti menang. Saya arahkan proses hukum dan gugat ke pengadilan, kalau ada bukti dan saksi kuat,”ujarnya.

Namun, bila tak ada bukti, menurut Abdullah, ia menyarankan agar membongkar sendiri rumah itu.

Selanjutnya, menurut Abdulla, PT SIM dan Linawati bernegosiasi. Setelah itu, ruamah pun dibongkar.

Puing rumah Linawati yang sudah dibongkar demi memuluskan rencana PT SIM bangun hotel di Pantai Pede (Foto: Ferdinand Ambo/Floresa)
Puing rumah Linawati yang sudah dibongkar demi memuluskan rencana PT SIM bangun hotel di Pantai Pede (Foto: Ferdinand Ambo/Floresa)

Pantauan Floresa.co, di atas tanah bekas bangunan rumah milik keluarga Linawati, hanya tersisah lantai semen dan sisa material yang dibungkus dalam karung. Sementara puluhan kuburan yang berada tidak jauh dari lokasi bekas rumah masih terlihat bersih dan terawat.

Polemik pengolaan Pantai Pede di Labuan Bajo sudah berlangsung sejak beberapa tahun lalu. Pemerintah Provinsi NTT menyerahkan pengelolaan pantai yang sudah menjadi arena wisata masyarakat Labuan Bajo itu, ke PT Sarana Inevstama Manggabar (PT SIM).

Dalam bebereapa surat resmi, Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat, sejak era Fidelis Pranda hingga Agustinsu Ch Dulla, meinta agar pemerintah provinsi menyerahkan tanah itu ke Managgarai Barat, sesuai amanat UU No 8 tahun 2003.

Belakangan, Kementerian Dalam Negeri menyurati Gubernur NTT untuk menyerahkan Pantai Pede ke Kabupaten Manggarai Barat. Menteri Dalam Negeri dalam surat tertanggal 12 September 2016 juga meminta agar kerja sama dengan PT SIM ditinjau kembali.

Di sisi lain, sejumlah kalangan termasuk Gereja Keuskupan Ruteng, meminta agar Pantai Pede tetap menjadi tempat wisata umum, jangan dibangun hotel ataupun restorran di atasnya karena itu akan membatasi akses publik ke tempat itu. (Ferdinand Ambo/Floresa)

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini.

spot_img
spot_img

Artikel Terkini