Baba Iang Ajak Warga Jati Mediasi Terkait Konflik Lahan

Ruteng, Floresa.co – Pihak Anwardi Sumito alias Baba Iang mengajak warga di Jati, Kelurahan Baru, Kecamatan Reok, Kabupaten Manggarai yang terlibat konflik dengannya untuk menjalani proses mediasi.

Hal itu ia sampaikan melalui pengacaranya Fransiskus Ramli, yang adalah Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Manggarai.

“Karena menurut saya mediasi adalah langkah bijaksana dalam mendamaikan warga di Jati,” ujar Frans kepada Floresa.co di ruang kerjanya, Senin, 25 Juli 2016.

Frans menjelaskan, mereka sudah melayangkan surat undangan terbuka kepada warga termasuk sejumlah pejabat negara, seperti bupati, pimpinan Pengadilan Negeri Ruteng, Kejaksaan Negeri Ruteng, Kapolres Manggarai dan Camat Reok.

Fransiskus mengklaim, mediasi adalah pola penyelesaian masalah yang sudah disetujui kliennya.

“Oleh karena itu, kami berharap bahwa itikad baik dari klien kami dapat diterima dengan baik oleh segenap warga Jati” harap Frans, meski tanpa merinci apa saja persyaratan yang akan mereka ajukan dalam proses mediasi tersebut.

Sebagaimana dilaporkan Floresa.co sebelumnya, kasus tanah ini sudah berlangsung cukup lama dan sempat memanas pada April lalu, saat warga menduduki lahan konflik itu.

BACA: Konflik Lahan di Reo Memanas

Baba Iang mengklaim mendapat tanah tersebut sebagai hibah dari Tahir Marola, mertuanya. Tahir Marola menghibahkan ke anak perempuannya yang sekarang menjadi istri Baba Iang.

Klaim Baba Iang mengacu pada Surat Keputusan Pengadilan Negeri Ende di Ruteng lewat akte perdamaian Nomor 64 Tahun 1967.

Namun, warga Jati menentang hal itu. Mereka menilai dalil hukum keputusan Pengadilan Negeri Ende di Ruteng tahun 1967 silam itu tidak mereka ketahui, padahal mereka adalah pemilik ulayat.

“Kami di sini (ada) sejak tahun 1920. Lumpung (komunitas adat daerah pembagian) Jati sudah  merupakan daerah kekuasaan gendang Mahima dulu. Kami punya istilah gendang onen lingkon pe,ang ada di sini,’’ kata Fransiskus Baptista Eram, tua adat Kampung Jati kepada Floresa.co, Rabu 20 April.

Ia mengatakan, sebelumnya ia mendengar kabar bahwa obyek perkara di Pengadilan Negeri Ende di Ruteng tahun 1967 dan kekuatan hukum lainnya  menyebut tanah Baba Iang berlokasi di Desa Salama, bukan di Kelurahan Baru.

“Kami merasa selama ini tidak pernah terlibat perkara dengan siapapun. Kami sudah membayar pajak bertahun-tahun atas kampung dan tanah kami. Mereka itu dulu perkara dengan siapa dan obyek perkaranya di mana, kami sebagai pemilik ulayat tidak tahu,” tegas Fransiskus. (Ronald Tarsan/ARL/Floresa)

 

 

spot_img

Artikel Terkini