Megan Dawarja, Ukir Prestasi dalam Lomba Debat Internasional

Floresa.co – Seorang remaja berdarah Manggarai – Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT) ikut mengharumkan nama bangsa, setelah sukses meraih prestasi dalam ajang debat internasional World Scholar’s Cup di Praha, Republik Ceko.

Megan Dawarja, nama remaja 12 tahun itu merupakan putri dari Gusty Dawarja, advokat asal Manggarai Timur dan Ibu Maria Eugeny Ardiwinata.

Ajang debat ini digelar pada 22-26 Juli 2016 yang mengangkat tema “An Imperfect World.”

Tahun ini, tim dari Indonesia diwakili oleh para pelajar dari dua sekolah, yaitu SMP St Laurensia dan Bina Nusantara.

Megan bersama lima temannya dari SMP St Laurensia – yang terletak Serpong, Provinsi Banten  – dibagi ke dalam dua tim. Satu tim, di mana Megan salah satu anggota di dalamnya mendapat posisi ketiga, sedangkan satu tim lagi di posisi kedua.

Seperti dilansir Floresmuda.com, ajang ini diikuti oleh sekitar 500 sekolah dari puluhan negara. Ada lima topik yang dilombakan yaitu terkait masalah sosial, seni, sastra, hukum dan keadilan serta sejarah.

Dengan hasil yang didapat di Praha, maka Megan dan kawan-kawannya akan mendapat kesempatan emas untuk hadir di Yale University, Amerika Serikat pada November mendatang, dalam debat babak final.

Selama di Praha, selain debat, juga diselanggarakan pentas kebudayaan negara asal peserta serta pameran produk-produk unggulan.

Buah Kerja Keras

Mengetahui prestasi yang diraih anaknya, Gusty mengatakan, ini adalah buah dari kerja keras Megan dan dorongan yang ia berikan.

Ditanya, apa saja tipsnya dalam mendidik Megan, kata Gusty, “orangtua mesti sering mengajak anak berdiskusi, supaya logika mereka jalan.”

“Mereka juga harus tahu (bahwa) kerja keras itu penting,” ungkapnya kepada Floresa.co, Selasa, 26 Juli.

Ia menambahkan, peran sekolah juga sangatlah vital, terutama terkait dengan pembiasaan metode pengajaran berbentuk riset.

“Jadi, yang dibangun itu rasa ingin tahu dan percaya diri serta kemampuan anak untuk bekerja dalam kelompok,” katanya.

Di sekolah, kata Gusty, Megan juga tidak hanya diajarkan untuk mematangkan kemampuan akademik, tetapi juga kepekaan pada dunia sekitar.

Hal itu, jelasnya, tampak dalam program sekolah yang mewajibkan agar 60 jam dalam satu semester dialokasikan untuk kegiatan sosial.

“Jadi, Megan sempat mengajar Bahasa Inggris untuk anak-anak di kolong jembatan. Megan juga sempat mengepel Masjid selama dua minggu”, demikian kata Gusti.

Selain aktif menjadi anggota tim debat, di sekolahnya, remaja putri kelahiran Jakarta, 2 Januari 2002 ini juga terlibat aktif sebagai jurnalis sekolah, anti drug community, vollyball, dan ice keating. (ARL/Floresa)

 

spot_img

Artikel Terkini