Pemkab Matim Tanggapi Tudingan Warga Elar Terkait Jalan Rusak

Floresa.co – Pemerintah Kabupaten Manggarai Timur (Pemkab Matim), Nusa Tenggara Timur (NTT) menanggapi tudingan warga di wilayah Elar yang menilai pemerintah abai terhadap kerusakan jalan.

Agus Supratman, pejabat di bagian humas Pemkab Matim menyatakan, pemerintah bukannya abai, tetapi sedang berusaha memberi perhatian pada daerah itu, terutama dengan memaksimalkan pembangunan jalur alternatif menuju Kecamatan Elar dan Elar Selatan.

“Jalan alternatif itu bertujuan untuk menjawab kebutuhan transportasi darat yang mengalami kesulitan akibat kerusakan berat pada ruas jalan provinsi, yakni dari Bea Laing-Mukun-Mbazang sepanjang 36 kilometer, dari total 73 kilometer jalan berstatus provinsi di Kabupaten Matim,” jelas Agus kepada Floresa.co, Selasa 19 Juli 2016.

Ia mengatakan, jalan alternatif tersebut antara lain, jalur Elar-Lempang Paji-Wukir dengan pagu anggaran senilai 1,4 miliar, jalur Koit-Deruk senilai 2,5 miliar dan jalur Wae Lengga-Lete-Sopang Rajong senilai 2,5 miliar.

Semua akses alternatif itu, kata dia, akan meretas buruknya transportasi di kecamatan Elar dan Elar Selatan.

Di NTT, jalan provinsi terpanjang memang ada di Matim yaitu 73 kilometer, dari Bea Laing menuju Mukun hingga Mbazang, Elar Selatan.

Setiap tahun anggaran untuk perbaikan jalan itu dari dana APBD I hanya untuk 1 kilometer, kata Agus.

“Setiap tahun juga Pemda Matim melaporkan keadaan jalan itu ke pemda provinsi dan DPRD provinsi,” ungkapnya.

Dan, jelasnya, di sisi lain, Pemkab Matim tidak punya kewenangan untuk membangun jalan provinsi menggunakan APBD kabupaten.

“Hanya APBD provinsi yang bisa biayai  jalan berstatus provinsi,” kata Agus.

Sebelumnya, warga Elar menyatakan kecewa dengan pemerintah dan menyebut Bupati Matim, Yoseph Tote telah berbohong, berhubung dirinya sudah pernah berjanji akan memperbaiki kondisi jalan.

BACA: Warga Elar: Bupati Tote Pembohong

”Dia sudah janji mau perbaiki jalan ini. Bahkan, dia sempat minta doa masyarakat supaya (jalan) segera diperbaiki. Faktanya, rakyat tetap sengsara,” kata Paskalis, seorang warga di Elar.

“Setiap kali mau ke Borong, (kendaraan) selalu mogok di jalan,” lanjutnya.

Melkior Bat, warga lain, mengatakan, Pemda Matim sepertinya menutup mata pada situasi yang mereka alami.

”Saya berharap bupati dan wakil bupati segera membuka mata dan hati melihat derita kami,” ujarnya.

Akibat jalan yang rusak parah, sopir angkutan umum menuju wilayah Elar mengaku harus membawa serta 20-30 karung dedak untuk sekali jalan. Itu merupakan cara mereka untuk menyiasari kondisi jalan yang berlubang dan licin. Mereka pun terpaksa menaikkan tarif, demi mengganti biaya operasional membeli dedak dan mengganti peralatan kendaraan yang mudah rusak.

BACA: Kisah Sopir di Elar: Sekali Jalan, Kami Bawa 20-30 Karung Dedak

Kepada Floresa.co, Agus tidak menampik soal adanya janji Tote untuk memperbaiki jalan itu saat bertemu warga.

Namun, jelasnya, janji Tote itu terkait dengan intervensi untuk pembangunan jalan provinsi melalui pos dana APBN yang sedang diperjuangkan ke pusat.

Ia juga menyatakan, tuntutan masyarakat Elar merupakan hal yang wajar.

“(Namun), pemerintah tidak mungkin berbohong kepada rakyatnya. Pemkab Matim telah melakukan yang terbaik pada jalurnya serta sesuai ketentuan yang berlaku,” klaim Agus.

Ia memastikan, bahwa “semua jalan alternatif sudah dalam proses tender dan dalam waktu dekat akan direalisasikan.” (Ronald Tarsan/ARL/Floresa)

spot_img
spot_img

Artikel Terkini