Gerakan Buat Kolam

Oleh: ANTON BELE

Kita bangsa Indonesia sangat kurang peduli pada rahmat Tuhan yang dicurahkan secara gratis setiap tahun, hujan. Hujan tercurah pada musim hujan secara berlimpah-limpah. Kita malah mengeluh, hujan terlalu banyak. Tuhan, tolonglah kami, luputkanlah kami dari bahaya banjir, bencana longsor dan hujan yang terlalu deras dan berkepanjangan.

Doa yang konyol dari orang tolol. Hujan tercurah, terlalu deras disesali, terlalu kurang, dicomeli. Tuhan serba salah. Terlalu lebat langsung ada doa, Tuhan, curahkanlah hujan secukupnya saja. Kalau terlalu kurang, Tuhan, turunkanlah hujan segera, kami umatMu sangat membutuhkan.

Bayangkan, hujan itu entah terlalu banyak atau terlalu kurang, langsung banyak tangan tertadah, banyak wajah menengadah, banyak mulut komat-kamit, banyak dada ditepuk, banyak doa didaraskan, banyak lagu syahdu dikumandangkan, minta hujan.

Dikiranya Tuhan itu Pengatur hujan, Penakar hujan, Pembagi hujan, yang penting, Tuhan harus menurunkan hujan turut kemauan dan kebutuhan manusia Indonesia, pas-pas, tidak kurang tidak lebih. Terkesan manusia Indonesia itu manusia pendoa, termasuk hujan pun didoakan, pada musim kemarau didoakan agar segera turun, di musim hujan didoakan agar segera berhenti.

Kita harus manfaatkan curah hujan di Indonesia ini, entah banyak atau sedikit. Pokoknya hujan yang tercurah kita tampung. Dengan cara apa? Mudah sekali, dengan buat kolam. Semua serentak buat kolam.

Maka, judul tulisan ini penulis rumuskan, Gerakan Buat Kolam, disingkat, GBK. Di mana-mana ramai-ramai buat kolam. Sederhana, mudah dan murah. Gotong-royong buat kolam. Macam-macam kolam dibuat dalam berbagai ukuran memakai teknologi mulai dari yang paling sederhana sampai yang paling canggih.

Paling sederhana itu dengan cara gali di tanah, misalnya ukuran panjang dan lebar lima meter, dalam dua meter. Bisa lebih. Kalau hujan turun, biarlah air hujan tertampung di kolam yang sederhana ini. Tahun pertama mungkin sedikit saja air yang tergenang, tahun kedua sudah bisa tertampung lebih banyak air. Kalau perlu, dasar dan sisi-sisi kolam ini dialas dengan terpal berbagai jenis.

Kalau ada dana, dasar dan sisi-sisi kolam ini bisa diperkuat dengan semen. Ada juga cara lain. Relung-relung di sela-sela perbukitan diempang dengan susunan batu supaya air hujan ditahan dan jadilah genangan dalam bentuk kolam buatan. Batu-batu yang disusun sebagai pematang ini bisa diperkokoh dengan semen agar lebih tahan menampung air hujan.

Bayangkan, kalau setiap lekukan atau celah di antara bukit-bukit dijadikan kolam buatan dengan pematang-pematang, setiap wilayah dusun, desa, kelurahan akan memiliki ratusan kolam yang menampung air hujan dalam jumlah yang besar. Setiap tahun ditambah jumlah kolam dalam bentuk empangan atau galian, maka wilayah satu desa atau kelurahan akan kaya dengan kolam buatan. Inilah yang penulis maksudkan dengan GBK, Gerakan Buat Kolam.

Ada lagi cara lain untuk buat kolam. Air hujan yang membuat sumber-sumber air menjadi sumber air hidup sepanjang tahun, dialirkan ke tanah-tanah sekitar dengan membuat kolam baru.

Air dari sumber air tidak mengalir percuma ke sungai-sungai dan terus ke laut. Tampunglah air dari sumber air ini dalam kolam-kolam baru, kolam buatan, entah kolam tanah atau kolam permanen dalam bentuk bak-bak semen. Pokoknya lebih banyak wilayah digenangi air, dan kolam akan melahirkan mata air baru, air lahirkan air.

Ada juga upaya yang lebih canggih, buat kolam di puncak-puncak bukit, entah dalam bentuk permanen, bak semen, atau kolam galian. Air dari mana? Yah, sedikit dari air hujan, tapi lebih banyak dipompakan dari sumber air yang dekat. Pakai akal untuk menggunakan pompa entah dengan tenaga listrik atau dengan tenaga air, air dipancarkan ke atas bukit dan di sana ada kolam buatan. Ada juga cara yang lain.

Sungai yang ada airnya sepanjang tahun, air sungai itu dialirkan ke kolam-kolam buatan sepanjang tepi sungai. Kolam muncul di mana-mana dan air ini akan menghijaukan daerah aliran sungai yang tadinya terbatas, meluas dengan adanya kolam-kolam baru.

Tinggal sekarang pemanfaatan kolam buatan ini. Rupa-rupa. Mulai dari tanam rumputan, sayuran sampai pepohonan. Kolam bisa dijadikan tambak untuk ikan air tawar. Hewan kecil seperti bebek dan itik akan mudah dikembangkan.

Hewan besar seperti sapi, kerbau dan kuda tidak akan kehausan dan akan kelimpahan pakan karena kolam-kolam menyuburkan tumbuhnya pakan ternak mulai dari rumput-rumputan sampai kepada pohon-pohon yang daunnya dapat dijadikan pakan ternak.

Kehidupan akan menjadi lain dengan berlimpahnya air. Tanaman akan mekar, hewan akan segar dan manusia akan bugar. Lingkungan hidup di dusun-dusun yang tadinya gersang akan berubah menjadi rindang, margasatwa yang lunglai akan girang berlompatan dan bersuara riuh. Alam jadi hidup.

Gerakan Buat Kolam membutuhkan pemikiran, penyadaran dan pelaksanaan oleh semua unsur masyarakat. Mulai dari rakyat jelata, pejabat pemerintah, anggota TNI, POLRI, pemerhati lingkungan, pembela hak azasi manusia, aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat, pengusaha, pemuka agama, pemuka adat, siswa, guru, mahasiswa, dosen, pensiunan, buruh, tani, nelayan.

Semua unsur masyarakat ini harus bersatu-padu menjadi barisan pembuat kolam buatan. Tumbuhan, hewan dan manusia butuh air. Maka air yang tercurah dengan cuma-cuma dalam bentuk hujan selama musim hujan, ditangkap, ditampung, dibendung di kolam-kolam buatan.

Dana Desa yang sedang diluncurkan ke Desa-desa dalam jumlah ratusan juta rupiah malah milyaran rupiah, diarahkan untuk bangun kolam buatan ini. Jangan hanya dipakai untuk membangun jalan dan jembatan serta bangun kantor desa.  Bangun Air. Maksudnya, bangun, buat kolam-kolam tampung air hujan.

Bangunan seperti embung-embung, cekdam, bendungan, waduk yang membutuhkan dana puluhan, ratusan malah milyaran rupiah tetap dibangun dalam bentuk proyek-proyek yang dikontrakkan. Tetapi kolam buatan jangan dilupakan. Kolam buatan bukan proyek. Tidak perlu kontraktor.

Yang dibutuhkan adalah kenekadan masyarakat dalam bentuk gerakan. Kepala Desa pikir, rencanakan dan putuskan bersama masyarakat desa, buat kolam. Tidak sukar. Kalau mau, pasti bisa. Kita buat kolam ramai-ramai.

Harap diingat, untuk buat kolam ini tidak dibutuhkan seminar berhari-hari. Tidak dibutuhkan Sarjana Teknik. Yang dibutuhkan ialah niat bulat dari penduduk di dusun-dusun dan juga di kota-kota. Dari pada setiap tahun mengeluh kekurangan air, kekeringan, gagal tanam, gagal panen, kebakaran hutan dan belukar karena air tidak ada, yah, adakan air. Itu solusinya.

Orang di Israel sana memang mencukupi diri dengan ‘desalinisasi’ atau menyuling air laut menjadi air tawar, kita di Indonesia cukup dengan tampung air hujan sebanyak-banyaknya dalam kolam-kolam buatan.

Alat yang kita butuhkan, cukup linggis, pacul dan sekop. Kalau bisa, yah, sewa alat berat untuk gali tanah atau urug tanah. Beli semen dan besi beton secukupnya untuk memperkuat kolam yang dibuat. Ini semua tidak mahal semahal membangun waduk atau bendungan.

Tidak perlu mendatangkan perencana dari kota atau Universitas. Cukup para tua-tua di desa bersama muda-mudi di desa berkumpul dan berembug semalam dan besoknya ayoh rama-ramai garuk tanah di mana yang dianggap tampan. Tidak perlu upacara ‘ground breaking’ atau ‘peletakan batu pertama’. Tidak perlu pidato Kepala Desa, tidak perlu undang Bapak Camat, apalagi Bapak Bupati atau Walikota. Cukup Ibu ketua Penggerak PKK Desa menggerakkan Ibu-ibu untuk siapkan makanan dan minuman bagi para pembuat kolam buatan agar mereka tidak kelaparan dan kehausan.

Kalau tidak selesai dalam sehari, lanjutkan pada hari berikut, minggu berikut, bulan berikut. Yang penting selesai. Kalau tahun berikut sudah sempat tampung air, waktu itulah baru buat laporan kepada Bapak Camat dan Bapak Bupati atau Walikota. Buatlah lomba dusun dalam Desa, dusun mana yang buat kolam berapa, dan tampung air atau tidak.

Tingkatkan dengan lomba Desa, Desa mana yang kolamnya paling banyak dan paling mampu tampung air, entah air hujan atau dari sumber air atau dari sungai. Pokoknya kolam buatan. Bisa sekali ditingkatkan jadi lomba antar Kabupaten dan Kota dalam satu Provinsi. Silahkan siap rekor MURI.

Boleh sekali dipikirkan untuk diberikan hadiah Kalpataru kepada Desa mana yang paling sukses membuat Kolam buatan baik dalam jumlah maupun mutu. Pakai teknologi sederhana, teknologi tepat guna, gali dan tampung.

Gerakan Buat Kolam harus dijadikan pemikiran bersama oleh masyarakat Indonesia. Kita-kita ini. Pikir, rembug, rencanakan, putuskan, buat dan evaluasi. Jangan hemat dan kikir untuk hal yang satu ini, buat kolam. Ini menyangkut hajat hidup kita orang banyak, di desa dan kota, di gubuk dan gedung, rakyat dan pejabat, bayi dan lansia, murid dan guru, pasien dan dokter.

Ini demi tumbuhnya berbagai tanaman, ini demi berbiaknya berbagai jenis hewan, ini demi berlanjutnya hidup manusia. Air atau mati. Ada air, ada hidup. Tidak ada air, berarti mati. Pada masa sebelum Masehi, bangsa Romawi pertama-tama merebut sumber-sumber air baru menaklukkan musuh-musuh. Bangsa Mesir bangga dengan Sungai Nil, bangsa Iran dan Irak bangga dengan dua sungai Eufrat dan Tigris. Kita bangsa Indonesia?

Bengawan Solo di Jawa, Benanai di Timor, Kapuas di Kalimantan, Musi di Sumatera, sering dilihat sebagai pembawa malapetaka, banjir. Harus berbangga dengan sungai-sungai ini sambil memelihara dan mengendalikan aliran airnya. Ini upaya besar. Upaya yang kecil-kecilan tetapi sangat bermanfaat, yaitu buat kolam ini. Gerakan Buat Kolam, air ditampung di mana-mana.

Ide ini mungkin dianggap ide gila, konyol, tetapi itulah ide untuk mempertahankan dan melanjutkan kehidupan di bumi Nusantara ini atas cara yang mudah, mudah dan sederhana. Adakan gerakan, berarti tidak ada instruksi.

Ada kesadaran akan kebutuhan yang vital, lalu tampung air, bukan cari air. Kesadaran di tingkat masyarakat paling bawah, di dusun dan desa. Nyiur hijau melambai akan terwujud, burung-burung berkicau akan kembali terdengar, loncatan gembira orang utan di Kalimatan akan kembali terlihat, deretan komodo berjemur di Pulau Komodo, NTT, akan kembali dinikmati oleh para pengagum dalam udara yang sejuk dari kolam-kolam buatan di semua Pulau di Indonesia.

Yah, segera kita mulai laksanakan beramai-ramai.

Penulis adalah anggota Ketua Komisi II DPR-D Provinsi NTT, membidangi dinas-dinas Kemakmuran: pertanian, peternakan, kelautan dan pariwisata.

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini.

spot_img
spot_img

Artikel Terkini