Pulang Studi Banding, DPRD Dorong Pemda Manggarai Kembangkan PLTA dan Pertanian Organik

Ruteng, Floresa.co – Tiga Komisi yang ada di Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) Manggarai-Flores, NTT baru saja pulang melakukan studi banding.

Pada tanggal 17 hingga 21 Mei, Komisi A DPRD Manggarai melakukan studi banding di Balai Latihan Kerja (BLK) di Surabaya. Selanjutnya, pada 23 hingga 27 Mei Komisi B melakukan studi banding tentang Pertanian organik di Bandung-Jawa Barat.

Terakhir, Komisi C pada 24 hingga 28 Mei 2016 telah melakukan studi banding di pusat Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dan Pengembangan pertanian organik di daerah Cisarua-Bogor.

Usai melakukan studi banding di tiga tempat yang berbeda ini, DPRD mendorong pemerintah daerah (Pemda) Manggarai mengembangkan pembangunan PLTA dan pertanian organik.

Paulus Peos, Wakil I Pimpinan DPRD Manggarai mengatakan, setelah melihat kondisi di tempat mereka melakukan studi banding lembaganya berkomitmen untuk mendorong Pemda agar segera mengembangkan PLTA dan Pertanian organik.

Menurutnya, pengembangan PLTA dan Pertanian organik bisa dimasukan ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) lima tahun ke depan.

Dikatakan, saat ini di Manggarai selalu mengalami mati hidup listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Ulumbu.

Menurutnya, persoalan mati hidup listrik di Manggarai akan bisa teratasi jika saja pemerintah membangun PLTA di sejumlah tempat. Tentu saja, nantinya tidak hanya mengandalkan listrik yang bersumber dari PLTP Ulumbu.

“Di Cisarua itu luas areal Pembangkit Listrik Tenaga Air 15 hektar. Menurut saya debit air di sana lebih kecil ketimbang di Manggarai yang besar,” jelas Peos kepada Floresa.co di ruang kerjanya, Kamis, 2 Juni 2016.

Anggota PDI-Perjuangan itu mengatakan, selain karena biaya produksi rendah PLTA juga sangat bagus sesuai potensi daerah Manggarai yang banyak air.

Selain mendorong pembangunan PLTA untuk menjawabi persoalan kelistrikan, Peos juga meminta Pemda Manggarai agar segera mengembangkan pertanian organik.

Berdasarkan studinya di Yayasan Bina Sarana Bhakti Orgnic Development Center, pendapatan masyarakat dari pengembangan pertanian organik cukup menjanjikan ketimbang pertanian berbasis kimia.

“Di sana itu pendapatan mereka mencapi 80 juta rupiah per bulan. Mereka punya pelanggan tetap sebanyak 400 KK untuk pasokan sayur dan mereka sudah dapat sertifikat internasional,” ujar anggota DPRD dari Dapil Langke Rembong itu.

Apalagi, kata dia, selain biaya produksinya rendah hasil pertanian organik juga saat ini sangat dibutuhkan pasar atau konsumen, sebab efek residu pestisida sangat rendah ketimbang pertanian berbasis bahan kimia.

“Di Manggarai lagi gencar-gencar bicara pengembangan holtikultura. Potensi di Manggarai untuk ini luar biasa. Kalau saja pemerintah mendidik para petani, saya pikir itu lebih membantu,” kata Peos.

Pemda Harus Gandengi LSM

Untuk mengembangkan pertanian organik di Manggarai, Peos meminta Pemda diminta untuk segera bermitra dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau NGO yang selama ini konsen dengan bidang tersebut.

Menurutnya, bermitra dengan LSM akan sangat membantu Pemda untuk mendamping petani dalam pengembangan pertanian berbasis organik.

Misalnya, ia menyebut di Manggarai telah hadir Eko Pastoral yang berpusat di Pagal- Kecamatan Cibal. Eko Pastoral ini merupakan salah devisi JPIC-OFM yang bergerak di bidang pengembangan pertanian organik dan lingkungan.

BACA JUGA:

Selain itu, kata dia, di Manggarai juga sudah ada Komisi Pemberdayaan Sosial Ekonomi (KPSE) salah satu devisi di Keuskupan Ruteng yang konsen terhadap pemberdayaan petani.

“Masih ada LSM lain yang bergerak di bidang pengembangan pertanian organik ini. Silakan pemerintah bangun mitra dengan mereka,”ujar Peos.

Dalam APBD Kabupaten Manggarai tahun 2016, anggaran untuk studi banding anggota dewan ini sebanyak Rp 500 juta. (Ardy Abba/Floresa).

spot_img

Artikel Terkini