Konflik Lahan di Reo Memanas

Reo, Floresa.co – Warga Dusun Jati, Kelurahan Baru, Kecamatan Reo, Kabupaten Manggarai terlibat konflik lahan dengan Anwardi Sumito alias Baba Iang.

Konflik ini memanas selama beberapa pekan terakhir. Kedua belah pihak masing-masing mengklaim sebagai pemilik lahan puluhan hektar itu.

Sebagaimana disaksikan Floresa.co, pada, Rabu 20 April 2016, hampir terjadi bentrok fisik saat Badan Pertanahan Nasional (BPN) cabang  Ruteng hendak mengukur lahan tersebut untuk membuat sertifikat atas nama Anwardi Sumito. Camat Reo, Kanis Tonga; Kapolsek Reo; utusan Danramil Reo dan lurah setempat juga berada di lokasi.

Saat BPN hendak memulai proses pengukuran, puluhan warga Kampung Jati yang siaga di lokasi mencegat dan menolak kehadiran BPN karena mereka juga mengklaim sebagai pemegang hak ulayat di lahan itu.

Do lokasi itu, juga hadir puluhan orang dari keluarga besar Baba Iang menyaksikan proses pengukuran oleh BPN.

Warga marah dan berteriak saat BPN dan Baba Iang mencoba memaksa melakukan pengukuran.

Beruntung, situasi meredah setelah Kapolrek Reo meminta agar proses pengukuran diberhentikan.

Wili, pegawai dari BPN Ruteng yang datang ke lokasi tersebut mengatakan, pihaknya melakukan pegukuran berdasarkan pengajuan Baba Iang.

Ia menjelaskan, Baba Iang mengklaim mendapat tanah tersebut sebagai hibah dari Tahir Marola, mertuanya. Tahir Marola menghibahkan ke anak perempuannya yang sekarang menjadi istri Baba Iang.

Kata Wili, klaim Baba Iang mengacu pada Surat Keputusan Pengadilan Negeri Ende di Ruteng lewat akte perdamaian Nomor 64 Tahun 1967.

Namun, klaim Baba Iang ditentang warga Kampung Jati. Mereka menilai dalil hukum keputusan Pengadilan Negeri Ende di Ruteng tahun 1967 silam itu tidak mereka ketahui, padahal mereka adalah pemilik ulayat.

Penolakan warga tidak saja karena BPN melakukan pengukuran di lahan yang diklaim Baba Iang, tetapi juga semua wilayah kampung mereka diklaim sebagai milik Baba Iang.

Seorang warga mengatakan kepada Floresa.co, mereka yang menempati Kampung Jati dilaporkan ke Polsek Reo oleh Baba Iang dengan tuduhan telah melakukan penyerobotan tanahnya dengan membangun rumah di tempat itu.

“Kami di sini (ada) sejak tahun 1920. Lumpung (komunitas adat daerah pembagian) Jati sudah  merupakan daerah kekuasaan gendang Mahima dulu. Kami punya istilah gendang onen lingkon pe,ang ada di sini. Mereka itu keturunan Mori Reo dulu yang bukan juga warga Lumpung Jati,’’ kata Fransiskus Baptista Eram, tua adat Kampung Jati kepada Floresa.co, Rabu 20 April.

Ia mengatakan, sebelumnya ia mendengar kabar bahwa obyek perkara di Pengadilan Negeri Ende di Ruteng tahun 1967 dan kekuatan hukum lainnya  menyebut tanah Baba Iang berlokasi di Desa Salama, bukan di Kelurahan Baru.

“Kami merasa selama ini tidak pernah terlibat perkara dengan siapapun. Kami sudah membayar pajak bertahun-tahun atas kampung dan tanah kami. Mereka itu dulu perkara dengan siapa dan obyek perkaranya di mana, kami sebagai pemilik ulayat tidak tahu,” tegas Fransiskus.

Sementara itu, Camat Kanis Tonga mempersilakan warga Kampung Jati melakukan gugatan terhadap Surat Keputusan Pengadilan Negeri Ende di Ruteng tahun 1967 yang sudah menjadi kekuatan hukum Baba Iang.

“Aparatur tidak berpihak pada siapapun dalam masalah ini. Camat tidak punya kepentingan apa-apa, mengayomi sifatnya. Silakan melakukan gugatan secepatnya,’’ ujar Kanis di depan puluhan warga Jati dan keluarga besar Baba Iang.

Baba Iang mengatakan kepada Floresa.co di lokasi tersebut bahwa pihaknya akan memberikan penjelasan versinya.

Ia beralasan sedang sibuk dan belum bisa melayani pertanyaan Floresa.co. (Ardy Abba/ARL/Floresa)

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini.

spot_img
spot_img

Artikel Terkini