Kemiskinan Perkotaan dan Penataan Ruang

Baca Juga

Oleh: MARSELINUS NIRWAN LURU

Kemiskinan bertalian dengan penataan ruang. Siapapun membutuhkan ruang yang cukup untuk kelangsungan hidup layak. Kekalahan yang berujung pada ketidakberdayaan memperoleh ruang yang “cukup” dan layak dinamakan kemiskinan.

Penataan ruang sudah dikenal sejak manusia meninggalkan pola hidup mengembara dan mulai menetap. Pada saat itu, penataan ruang disesuaikan dengan problem cuaca dan ancaman musuh. Orientasi itulah menjadi pembeda dengan esensi penataan ruang saat ini yakni menyelamatkan ruang dari kerakusan dan tipu daya manusia sendiri (Mumford, 1963).

Relevansi Mumford pada saat ini adalah ruang hidup kita—darat, laut, udara—dikuasai  oleh segelintir orang untuk kepentingan pribadi atau kelompok. Kaum miskin yang tergolong kelompok kalah dalam perebutan ruang kota—menyitir Dieter Evers (1986)— semakin terpuruk. Akibatnya orang kaya semakin kaya, orang miskin semakin miskin. Tak pelak, ketimpangan perkotaan semakin lebar. Tercatat, per September 2015 rasio gini perkotaan sebesar 0,47, meningkat dari tahun sebelumnya sebesar 0,43. Bahkan lebih buruk dari rata-rata rasio gini nasional sebesar 0,41 (Kompas, 5 dan 6/2/2016).

Jikalau ruang kota masih dikonsepkan sebagai komoditas yang harus direbut, sangat dikuatirkan tahun 2025, dimana lebih dari separuh penduduk Indonesia akan menghuni perkotaan menjadi kenyataan buruk, mengancam eksistensi kota. Laju pesat urbanisasi akan menjadi pupuk kemiskinan yang sudah dan bahkan bisa jadi benih kemiskinan baru.

Tata Ruang

Seyogianya, tata ruang mempunyai peran sentral dalam pengentasan kemiskinan perkotaan. Tata ruang berperan dalam alokasi ruang yang menjadi kebutuhan pokok setiap individu perkotaan sekaligus menjadi pilar dalam mensiasati keterbatasan lahan. Dengan demikian, siapa dan kapanpun, warga kota masih leluasa berekpresi di atas lahan atau ruang kota itu.

Kondisi kemiskinan perkotaan yang berujung pada lebarnya kesenjangan kaum kaya dan kaum miskin (Kompas, 5/6/2016) menjadi catatan penting bagi paradigma tata ruang kota kita. Akses warga kota, khususnya kaum miskin terhadap ruang kota turut berpengaruh dalam penghidupan perkotaan.  Tata ruang yang tidak mengedepankan konsep keadilan dan akomodatif berpotensi menilmbulkan kantong-kantong kemiskinan baru, kriminalitas serta berkontribusi terhadap percepatan kemunduran kota.

Terkini