Eston Foenay Ditantang Buktikan Omongannya Terkait Pantai Pede

Floresa.co – Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Provinsi NTT, Eston Foenay ditantang untuk membuktikan pernyataannya terkait penolakan privatisasi Pantai Pede di Labuan Bajo, Manggarai Barat – Flores.

“Sabda harus menjadi daging. Kata-kata harus dapat diwujudkan dalam tindakan nyata. Atau, seperti kata penyair dan dramawan terkenal WS Rendra, ‘Perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata,”demikian disampaikan praktisi hukum, Edi Danggur kepada Floresa.co, Senin (22/2/2016) menanggapi Eston.

BACA: Eston Foenay Tolak Rencana Privatisasi Pantai Pede

Sebelumnya, pada Minggu (21/2), di Labuan Bajo, Eston mengungkapkan menolak dengan tegas rencana pemerintah provinsi NTT untuk menyerahkan pengelolaan Pantai Pede kepada investor swasta.

“Lokasi ini satu-satunya kawasan wisata yang melakat dengan masyarakat, jadi pemerintah jangan memberikan tanah ini untuk pembangunan hotel,”ujar Eston yang sudah mendeklrasikan diri sebagai bakal calon gubernur NTT.

Agar pernyataan Eston Foenay ini tidak sekedar pidato kecap jelang pilgub NTT, Edi Danggur menyarankan dua langkah konkret kepada mantan wakil gubernur NTT itu.

Pertama, sebagai partai, Gerindra seyogyanya mengajukan surat protes agar Gubernur NTT mencabut atau membatalkan Perjanjian Kerjasama Build Operate Transfer (BOT) dengan PT Sarana Investama Manggabar (SIM). Lengkap dengan argumentasinya agar publik NTT mengerti jalan pikiran Gerindra.

Kedua, Gerindra menginstruksikan semua anggota DPRD NTT asal Partai Gerindra agar menjadi pelopor untuk mendorong semua anggota DPRD NTT mencabut kembali persetujuan mereka atas perjanjian kerjasama BOT antara Gubernur NTT dan PT SIM. Jika itu benar sebagai kebijakan partai, maka anggota DPRD yang tidak mentaati instruksi partai harus diganti (PAW).

“Kedua hal itu dimaksudkan untuk meyakinkan publik di NTT bahwa kata-kata Eston Foenay itu adalah sesuatu yang sangat serius, wujud keberpihakan Gerindra, bukan sekedar pencitraan guna menarik simpati rakyat NTT jelang pilgub NTT,”ujar Edi yang juga pengajar ilmu hukum di Universitas Atmajaya, Jakarta. (Petrus/PTD/Floresa)

spot_img

Artikel Terkini