Rhino Valentino: Menelanjangi Wanita dalam Lukisan

Floresa.co – Di lantai dua Restoran Tree Top di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat (Mabat), dua lukisan perempuan telanjang menarik perhatian pengunjung pada pembukaan pameran, Rabu, 28 Oktober lalu.

Di salah satu lukisan, seorang perempuan terlihat duduk menyamping, wajahnya ditutupi rambut.

Lukisan lain berbentuk multidimensi. Terlihat dua orang perempuan termanifestasi dalam satu tubuh tanpa kepala. Keduanya duduk bersila menyamping dan berlawanan arah.

Dua lukisan itu hanya beberapa koleksi karya Jovially Satriano Valentino yang ditampilakan di pameran dalam rangka hari Sumpah Pemuda itu.

Dua lukisan tersebut masih akan dipamerkan hinggal tanggal 10 November mendatang.

Berbekal Hobi

Nama Rinho – pelukis muda itu memang belum terlalu dikenal banyak orang.

Ketika ditemui Floresa.co di Labuan Bajo pekan lalu, pemuda kelahiran 12 Mei 1987 ini mengatakan, melukis adalah hobinya sejak kecil.

Di usia dini, ia sudah terbiasa menggambar. Dan, buah mangga adalah gambar pertamanya saat di taman kanak-kanak.

Anak semata wayang ini percaya bahwa hobinya itu adalah warisan dari bakat sang ayah.

“Ayah saya jago melukis,” aku alumnus SMAN I Ruteng ini.

Di masa sekolah dasar dan menengah, ia terus menekuni dunia menggambar.

Guna menggali lebih dalam potensinya itu, setelah tamat sekolah menengah tahun 2005, ia melanjutkan kuliah di Yogyakarta.

Awalnya, ia mendaftar di Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer (STMIK) AMIKOM. Namun, pada saat itu, ia kemudian menyadari pentingnya komunikasi visual melalui desain grafis.

“Komunikasi visual adalah alat tipu paling handal. Siapa yang menguasai ini, dia bisa mempengaruhi orang lain” akunya.

Oleh karena itu, pada saat bersamaan ia juga mengambil kuliah design grafis pada Modern School of Design, hingga tamat 2010.

“Pada saat itu saya kuliah di dua kampus,” katanya.

Sejak lulus kuliah, ia membuka usaha distro di Labuan Bajo, tepatnya di Jalan Pantai Pede.

Di tempat yang ia namakan “Chomabee” itu, ia menjual baju kaus, hasil design-nya sendiri dan memajangkan hasil lukisannya.

Di luar itu, ia juga melayani permintaan melukis dan pesanan logo serta pemotretan.

“Dari semua usaha itu, pendapatan saya bisa mencapai kisaran 4-5 juta per bulan,” ujarnya.

Melampaui Lukisan

Dalam semua karya seninya, terutama lukisan, design baju, dan logo, Rinho selalu menyelipkan nilai kultural.

Menurutnya, lukisan tidak boleh berhenti hanya untuk kepentingan seni itu sendiri, melainkan harus memuat nilai-nilai tertentu yang diperjuangkan.

“Dalam semua karya saya, saya selipkan nilai ke-Manggarai-an.”

Budaya Manggarai dalam pandangannya selalu memuat pesan moral yang tinggi.

Nilai kolektivitas dan keseimbangan sangat dijunjung tinggi daripada kepentingan-kepentingan privat, kata Rinho.

“Saya mengetahuinya karena saya suka mendengar lagu-lagu Manggarai dan nenggo,

Nenggo adalah seni komunikasi dalam adat Manggarai dimana pesan-pesan penting disampaikan melalui nyanyian.

“Karena itulah dalam hampir setiap karya saya, ada simbol-simbol adat.” katanya.

Mengapa Harus Telanjang?

Soal lukisan perempuan telanjang, apa yang Rinho hendak sampaikan?

Ia ternyata sedang berupaya mengkritisi budaya Manggarai.

Semula, ketika melukis wanita telanjang, ia menerima berbagai kritikan. Ia dinilai terlalu mengeksplor tubuh wanita dalam lukisan. Seringkali hal itu dianggap tabu.

Karya lain dari Rhino (Foto: Gregorius Afioma/Floresa)
Karya lain dari Rhino (Foto: Gregorius Afioma/Floresa)

Akan tetapi, justru itulah yang menjadi sasaran kritikannya. Menurutnya, kehidupan orang Manggarai, sebenarnya paling sering menelanjangi wanita.

“Wanita biasanya diberikan beban yang terlampau sering dalam kehidupan keluarga.”

Dalam lukisan Thinker Woman, misalnya, ia menggambarkan wanita yang selalu memikirkan banyak hal pada saat bersamaan.

“Perempuan sebenarnya orang yang paling banyak pikiran. Saya mengagumi itu.”

Kini, dengan cara yang sama, melalui lukisan-lukisan dan desain-desain, ia sering mengungkapkan kritikan sosial. Salah satunya terlihat dalam perjuangan melawan privatisasi Pantai Pede.

Di atas semuanya itu, mimpi terbesarnya adalah bagaimana seni lukis suatu saat mendapat perhatian serius dalam kehidupan orang Manggarai. (Gregorius Afioma/ARL/Floresa)

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini.

spot_img
spot_img

Artikel Terkini