“Fair Trade Coffee” untuk Kesejahteraan Petani Kopi

Oleh: MAKSIMILIANUS THUNDANG

Beberapa tahun saya terjun di dalam dunia Coffee Shop, menjadi barista. Mengolah kopi untuk dinikmati oleh para pelanggan dan dalam sehari membuat puluhan hingga ratusan cangkir kopi berbagai rasa untuk ratusan orang.

Dari sini saya dapat melanjutkan pendidikan Sarjana, menikmati kesehatan dan membantu orang lain. Tetapi di dalam hati ada perasaan yang kurang. Lahir dan besar di antara pohon kopi di Colol, Waling, Elar dan Kumba membuat saya selalu melihat kembali bahwa hampir sebagian besar petani kopi yang saya kenal tidak mendapatkan kesejahteraan yang seharusnya setara dengan secangkir kopi yang dijual di Coffee Shop di kota besar.

Beberapa bulan terakhir berita di TV dihiasi kebakaran hutan yang menyebabkan kerusakan lingkungan, kerugian besar dan sangat merugikan kesehatan. Kebakaran hutan ini disebabkan oleh beberapa perusahaan besar yang ingin membuat lahan perusahaan dengan cara cepat yaitu dengan membakar. Nantinya perusahaan akan menggunakan hutan yang telah dibakar untuk dijadikan lahan yang luasnya ratusan hektar, dari sini kita dapat melihat sebuah sistem kapitalis yang buruk dimulai. Dan mungkin saja hutan yang dibakar akan dijadikan perkebunan kopi.Sekali lagi: mungkin.

Berawal dari Hugh Jackman

Saya sangat mengidolakan Hugh Jackman, memiliki karakter yang khas dan juga kepribadian yang sangat menarik membuatnya menjadi salah seorang artis holliwood yang dianggap pantas menjadi tokoh utama beberapa film seperti X-Men, Les Miserabeles,Real Steel dan beberapa film besar lainnya.

Ia hadir pada acara Climate Weeek NYC tahun 2009 di Copenhagen yang juga dihadiri oleh Sekjen PBB Ban Ki Moon, Tony Blair, Paus Fransiskus dan beberapa tokoh bisnis lainnya. Acara ini bertujuan untuk menghasilkan keputusan Internasional tentang perubahan Iklim dan bersifat mengikat terutama kepada semua perusahaan raksasa dan seluruh negara serta berimbas kepada pengambilan kebijakan perusahaan dan negara.

Pada kesempatan tersebut Hugh Jackman mengangkat sebuah kisah tentang perjalannnya mengunjugi petani kopi Ethiopia:

“Pada bulan juli 2009 saat saya mengunjungi Etiopia dalam Kapasitas saya sebagai Ambasador World Vision, saya melihat sebuah hubungan yang sangat menarik antara Profit/keuntungan dan Perubahan Iklim dimana kedua hal ini saling mempengaruhi satu sama lain.

Dan dalam program ini saya tinggal dan hidup bersama petani kopi yang hidup amat sangat sederhana. Saya berkenalan dengan seorang petani kopi miskin bernama Dukale yang akan menjadi pahlawan dalam kisah saya. Saya tinggal di rumah Dukale yang hidup bersama keluarga dengan istrinya yang sedang hamil. Mereka telah memiliki lima orang anak dan hidup pada masa krisis yang sangat parah di Etiopia.

Namun, sekalipun demikian Dukale telah membuat sebuah perubahan yang berpengaruh terhadap kita semua dengan caranya yang sangat sederhana. Dukale memiliki dua buah kandang sapi yang kotorannya dijadikan biogas yang dapat digunakan untuk memasak, mengolah kopi dan juga sebagai penerangan untuk belajar saat malam hari.

Dukale tidak dapat membaca. Tetapi, ia merupakan seorang yang visioner dan sangat cerdas. Hal ini mungkin kedengaran remeh bagi kita tetapi dia telah melakukan bagiannnya dalam menjaga lingkugan.

Jadi, saya katakan kepada Dukale, saya akan menggunakan senjata yang saya miliki, bukan senjata mutan atau wolvrine, seperti dalam film yang saya bintangi. Tetapi saya akan menggunakan suara saya untuk mengatakan kepada semua orang di seluruh dunia apa yang telah terjadi disini.

Untuk menceritakan bahwa kita dapat berkontribusi bagi perubahan Iklim melalui cara kita masing-masing. Kita tidak boleh melupakan orang miskin karena mereka membutuhkan biaya untuk hidup seerti halnya Dukale dan kita disini juga ingin menjaga lingkungan dan iklim dunia.

Dalam pertemua ini marilah kita menjembatani kedua hal ini. Melalui suara-suara orang-orang hebat yang hadir disini mari kita lakukan sebuah perubahan dalam bentuk yang nyata sebuah keputusan yang mendatangkan keuntungan sekaligus manfaat bagi kita semua.”

Dalam wawancara setelah acara Climate Week di Copenhagen Hugh Jackman menyatakan: Jika kita membeli kopi Fair Trade dari petani seperti halnya Dukale, Anda telah menjamin kehidupan, pendidikan anak dan juga kesehatan dari petani seperti Dukale. Dan di saat yang sama Anda telah melakukan bagian Anda dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup dan tidak ada yang tereksploitasi. Sebuah langkah yang kecil tetapi membawa perubahan yang sangat besar bagi kita semua.

Fair Trade Coffee

Banyak yang tidak mengenal apa itu konsep fair trade coffee. Saya pun demikian.

Konsep fair trade coffee lahir dari keprihatinan bahwa para petani Kopi tidak mendapat kesejahteraan yang layak dan setara dengan harga kopi yang dijual di gerai kopi.

Selain itu konsumen kopi mengalami kesulitan dalam mendapatkan dan menikmati kopi yang berkualitas. Atas dasar itulah konsep ini kemudian lahir menjembatani kebutuhan kedua belah pihak dan mencegah adanya kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh eksploitasi besar-besaran yang dilakukan oleh perusahaan raksasa. Konsep ini telah disepakati oleh seluruh negara di dunia.

Inti dari konsep fair trade coffee:
– Adanya transparasi antara petani kopi dan perusahaan-perusahaan yang menggunakan kopi sebagai bahan baku, semisal Coffee Shop, Kosmetik, Parfum, dan bahan baku makanan.
– Harga Kopi berlabel fair trade coffee yang dijual sedikit lebih mahal dari pada kopi di pasaran. Hal ini wajar karena adanya pembagian keuntungan yang adil antara penjual dan pembeli.
– Kopi Fair Trade harus memenuhi standar kopi Internasional mulai dari penanaman sampai pengolahan dalam hal ini dapat dikatakan bahwa kopi fair trade merupakan kopi yang berkualitas.
– Penanaman dan pengolahan fair trade coffee harus ramah lingkungan (organik) ini merupakan salah satu inti dari fair trade coffee.
– Para petani merupakan petani kecil yang menjadi pemasok tetap bagi perusahaan produsen berbahan baku kopi.

Saat ini kesadaran akan kualitas dan konsep ramah lingkungan menjadi salah satu hal yang diperhatikan oleh para konsumen. Jika kita berbicara tentang kopi khususnya kopi Flores maka yang dimaksud adalah kopi dari Bajawa. Hal ini menjadi pengetahuan umum di kalangan para Barista (Pembuat Kopi pada coffeeshop).

Pada kenyataannya penghasil kopi di Flores bukanlah semata-mata dari Bajawa. Kopi Manggarai sebenarnya memiliki ciri khasnnya sendiri yang membuatnya berbeda dengan kopi Bajawa. Namun yang membedakan mengapa konsumen bersedia mengantri untuk membeli kopi Bajawa dan rela membayar dengan harga mahal karena para petani Bajawa menerapkan konsep Fair Trade serta sistem marketing yang baik membuat kopi Flores Bajawa menjadi terkenal.

Beberapa negara pengimpor kopi dari Indonesia khususnya negara Eropa dan Amerika sudah menerapkan sistem Fair trade coffee dalam menilai produk apa yang akan mereka beli. Terlebih dengan semakin meningkatnya permintaan pasar akan kopi yang berkualitas dan ramah lingkungan membuat pengimpor kopi semakin gencar dalam mengimpor kopi dari Indonesia.

Flores dalam hal ini para petani kopi Bajawa sudah memulainya sejak beberap tahun silam. Saya sendiri tidak pernah mendengar adanya kopi Flores selain Bajawa (dalam hal ini Single Origins) di jual di Coffeeshop.

Ada beberapa jawaban yang selalu saya berikan kepada teman-teman sesama barista tentang kopi Manggarai yang menurut mereka “Seunik Komodonya”: antara lain tidak adanya pengolahan konsep fair trade, pemasaran yang kurang, pemerintah yang tidak mendukung, dan petani yang kurang memahami.

Fair Trade Coffee merupakan sebuah tugas bersama, dengan ini kita dapat melawan eksploitasi, meningkatkan kesejahteraan hidup, meningkatkan kualitas SDM dan yang paling penting adalah menjaga lingkungan hidup. Apakah kita sudah siap? Pertanyaan ini membutuhkan jawaban.

Penulis adalah anak muda asal Manggarai, Flores,  bekerja sebagai barista sejak tahun 2011 di salah satu Coffeeshop di Jakarta. Saat ini mengenyam pendidikan S1 Teknik Informatika. Meminati isu tentang kopi, teknologi dan arkeologi. 

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini.