Olly Dondokambey Launching Buku “Membumikan Trisakti Melalui Nawacita”

Floresa.co – Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Olly Dondokambey me-­launching buku barunya berjudul “Membumikan Trisakti Melalui Nawacita,” pada Sabtu (26/9/2015) di Manado, Sulawesi Utara.

Olly menegaskan, dalam buku itu, ia mengurai soal visi Nawacita Presiden Joko Widodo, yang menurutnya, merupakan operasionalisasi konsep Trisakti Bung Karno.

“Melalui buku ini saya berusaha menggali kembali konsep Trisakti dan mencoba melihat operasionalisasinya dalam program Nawacita presiden”, kata Olly.

Ia menjelaskan, dirinya tergerak untuk menggali hal-hal mendasar dari gagasan ekonomi mandiri, yang menjadi spirit dasar Nawacita Jokowi, karena insaf bahwa sebagai wakil rakyat, ia bersentuhan secara langsung dengan politik ekonomi.

“Lebih dari itu, saya merasa terpanggil untuk menjawab tuntutan rakyat mengenai kuriositas tentang ekonomi mandiri,” jelasnya.

Olly mengatakan, Soekarno menguraikan gagasan tentang ekonomi selalu dalam konteks dan keterkaitan dengan politik dan kebudayaan.

“Politik, ekonomi, dan kebudayaan, dengan begitu, adalah tiga fundasi utama yang berjalin-kelindan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,” tegasnya.

Karena itu, kata dia, pembahasan tentang ekonomi mandiri ini ia kembangkan dalam tiga bagian utama, yakni ekonomi mandiri an sich, politik-ekonomi mandiri, dan mental-ekonomi mandiri.

Ekonomi mandiri menurut Olly adalah antithesis dari ekonomi imperialisme.

“Imperialisme, dalam kaca mata Soekarno, tidak hanya berarti penaklukan geografis, tidak hanya eksploitasi sumber daya alam. Imperialisme juga adalah perampasan kedaulatan negara peminjam modal dalam mengelola ‘rumah tangga’ bangsanya sendiri,” jelasnya.

Kapitalisme, kata dia, jelas merupakan agenda negara pemodal untuk selamanya memposisikan diri sebagai negara superior dan menempatkan negara peminjam modal dalam posisi tergantung, terdikte, tak mandiri, tak berdaulat, bukan pusat (periferik), subordinat atau inferior.

“Ekonomi mandiri membutuhkan posisi mental tertentu dari negara-bangsa Indonesia. Mental yang selalu ditekankan Soekarno adalah self-reliance. Ekonomi kerakyatan atau demokrasi ekonomi menuntut prinsip berdikari.”.

Dalam bukunya, Olly juga mengatakan, reformasi 1998 seharusnya mampu membawa Indonesia bisa berkompetisi dalam meja kompetisi global dan menciptkan banyak hal terkait reformasi birokrasi pusat-daerah, reformasi hukum dan penegakan keadilan sosial.

“Sayangnya tanda-tanda perubahan belum nampak. Itu terjadi karena negara gagal menegakkan kedaulatan politik dan kemandirian ekonomi,” jelasnya.

Untuk menjawab tantang itu, Olly dalam bukunya meminta para politisi melakukan konsensus politik untuk kepentingan rakyat.

“Artinya kebijakan-kebijakan publik perlu diperdebatkan secara rasional dan transparan di ruang publik agar rakyat paham apa yang dilakukan pemimpin bangsa ini,” katanya.

Maka, jelas dia, pertama, reformasi harus dimulai dari pemerintah.

“Bersihkan birokrasi dari korupsi, galakkan transparansi dan akuntablitas badan publik,” katanya.

Kedua, rakyat miskin perlu perhatian intens dari pemerintah dan DPR.

“Pemerintah dan DPR memikirkan secara serius regulasi bagi pekerja, merancang UU jaminan sosial dan ansuransi kesejahteraan lainnya,” katanya.

Ketiga, pemberdayaan sektor riil, di mana pemerintah dan DPR mesti sepakat memberi porsi besar untuk memberdayakan sektor pertanian, keluatan dan UMKM.

“Di sektor pertanian, tambahnya, DPR perlu memperjuangkan pemberdayaan petani melalui politik anggaran untuk membeli bibit unggul dan pupuk agar produktivitas meningkat, sehingga berefek pada daya saing produk-produk pertanian ketika dilempar ke pasar,” jelasnya. (Ari D/ARL/Floresa)

spot_img

Artikel Terkini